TEMPO.CO, New York - Wakil Presiden Jusuf Kall kembali menegaskan pendirian Indonesia yang menginginkan perdamaian di Rakhine, Myanmar, yang berimbas kepada kaum Rohingya dalam pidatonya pada forum debat umum di General Assembly Hall, Markas Besar Perserikatan Bangsa Bangsa, Kamis, 21 September 2017.
“Kami sudah mengusulkan penggunaan formula 4 + 1 kepada pemerintah Myanmar, yang mengutamakan kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat,” kata Kalla. Ikut hadir mendengarkan Pidato Kalla, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan Menteri Koordinasi Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani.
Mengantar gagasan mengenai upaya damai di Rakhine itu, Kalla menyatakan bagi Indonesia, seharusnya tidak ada lagi krisis kemanusiaan di dunia yang terjadi karena ulah manusia. “Sinergi antara agenda untuk mempertahankan perdamaian dan pembangunan membutuhkan sebuah masyarakat yang adil, inklusif dan sepenuhnya menghargai hak asasi manusia,” ucapnya.
Dalam penjelasan kepada wartawan, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan, formula tersebut merupakan langkah yang dirasakan paling tepat untuk mengatasi konflik di Rakhine.
Empat formula utama yang ditawarkan pemerintah Indonesia meliputi: mengembalikan serta menjaga stabilitas dan keamanan; menahan diri untuk tidak menggunakan kekerasan; melindungi semua orang di Rakhine tanpa memandang suku dan agama; dan membuka akses bagi penyaluran bantuan kemanusiaan.
Sedangkan satu langkah tambahan adalah mengimplementasikan saran Yayasan Kofi Annan yang telah melakukan kajian untuk perdamaian Rakhine atas permintaan Pemerintah Myanmar.
Dalam laporannya pada Agustus lalu, komisi untuk penyelesaikan kasus Rakhine yang dipimpin sendiri oleh Kofi Annan antara lain menyarakan agar kaum Rohingya yang turun temurun menetap di Rakhine diberikan status kewarganegaraan secara resmi.
Dalam penjelasan kepada wartawan di East Lounge setelah pidato, Kalla mengatakan formula 4 + 1 diusulkan karena Indonesia yakin itu akan diterima oleh semua pihak.
Dari kelima langkah yang di usulkan itu, menurut Kalla yang terpenting adalah akses bagi bantuan kemanusiaan. “Pengalaman di Aceh, Ambon, Poso, yang penting logistik dulu baru bicara. Saat ini banyak negara di dunia menawarkan bantuan tapi tidak diterima,” katanya.
Dalam penjelasan terpisah, Menteri Retno mengatakan untuk jangka pendek pemerintah akan fokus pada bantuan kebutuhan fisik yang sifatnya mendesak. Terakhir, dua pesawat kembali dikirim membawa tenda ukuran besar untuk 100 orang dan yang kecil ukurang 6 orang. Juga ada tangki air 500 liter; alat penjernih air; obat-obatan dan makanan siap saji; serta selimut.
“Next, kami mendengar mereka membutuhkan bantuan infrastruktur,” kata Retno.
Berkaitan dengan ini, menurut Retno, Palang Merah Internasional (ICRC) telah menyampaikan permintaan kepada pemerintah Indonesia agar Palang Merah Indonesia boleh bahu membahu dengan ICRC memberikan bantuan kemanusiaan bagi warga Rakhine, termasuk di dalamnya kaum Rohingya, akhir tahun nanti.
PHILIPUS PARERA (MARKAS BESAR PBB, NEW YORK)