Muljohardjo juga menyatakan, Kejaksaan Agung adalah lembaga yang melaksanakan keputusan pengadilan. Karenanya, pihaknya tetap akan menunggu dahulu keputusan itu untuk kemudian menentukan tindakan. “Tapi kalau jawabannya begitu dan dikirimkan suratnya, kita akan laksanakan,” katanya. Dasar permintaan fatwa MA untuk Soeharto itu, kata Muljo, belum diatur dalam undang-undang. Perundang-undangan yang ada mengatur mengenai orang yang sakit dan tidak bisa diperiksa lagi. “Dalam undang-undang, yang ada adalah masa kadaluwarsa, atau penghentian karena terdakwa meninggal. Untuk itulah kita mintakan fatwa MA, karena kita tidak ingin dikatakan ngarang sendiri dengan menginterpretasikan undang-undang yang ada. Apapun, yang mengikat itu adalah keputusan pengadilan,” Muljo menjelaskan.
H.M. Soeharto adalah terdakwa perkara penyalahgunaan, penyimpangan dana tujuh yayasan, yaitu Yayasan Supersemar, Darmais, Dakab, Amal Bhakti Muslim Pancasila, Damandiri, Dana Gotong Royong Kemanusiaan dan Trikora, yang diduga telah merugikan negara Rp. 1,73 triliun dan US$ 419,63 juta. Tetapi Kejaksaan Agung mengalami hambatan untuk bisa memeriksa terdakwa dan memproses perkaranya karena adanya pernyataan tim dokter independen yang mengatakan bahwa H.M Soeharto dalam keadaan sakit dan tidak bisa lagi diobati.
Bagir Manan yang ditemui oleh wartawan ketika menghadiri acara silaturahmi dan diskusi tentang pembaharuan MA, Selasa (23/10) malam di Jakarta Media Center mengatakan bahwa ia telah membaca surat dari Jaksa Penuntut Umum kasus H.M Soeharto dan sudah membagi-bagikannya kepada Wakil Ketua MA dan Ketua-Ketua Muda untuk dipelajari. Bagir menekankan bahwa kasus H.M Soeharto adalah kasus pidana yang seluruh inisiatif penuntutan dan pendakwaannya ada pada Jaksa.
Hakim, kata Bagir, telah memutuskan perkara H.M Soeharto ditunggu sampai beliau sehat untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan. Bila seandainya berdasarkan surat-surat keterangan kesehatan jaksa berkesimpulan tidak dapat dilanjuti maka kata Bagir. "Jaksa harus berinisiatif,” karena tidak mungkin untuk MA untuk menetapkan karena hakim tidak berkompeten menangani pelaksanaan putusan. (Y.Tomi Aryanto)