Namun, Oentarto membantah, dengan keluarnya ketetapan PTUN Denpasar tersebut, pihaknya akan mempertimbangkan hasil proses pemilihan gubernur dan wakil gubernur Bali yang berlangsung 6 Agustus lalu. Bukan mempertimbangkan, tapi dalam arti menyampaikan, menginformasikan dan melaporkan ke Presiden bahwa ada upaya hukum yang telah diproses melalui peradilan tata usaha negara, kata Oentarto.
Soal penundaan atau tetap dilantiknya pasangan gubernur dan wakil gubernur terpilih pada tanggal 28 Agustus yang akan datang, kata Oentarto, hal itu bukan kapasitasnya. Itu sepenuhnya ada pada Presiden sebagai pejabat tata usaha negara yang tertinggi di negeri ini, ujarnya.
PTUN Denpasar pada tanggal 15 Agustus yang lalu telah mengeluarkan keputusan yang mengabulkan permohonan penggugat, I Wayan Nuastha, anggota fraksi PDI Perjuangan DPRD Bali, tentang penundaan pelaksanaan keputusan DPRD Bali tentang penetapan pasangan calon terpilih gubernur dan wakil gubernur Bali periode 2003-2008.
Seperti diketahui, dua orang anggota fraksi PDI Perjuangan DPRD Bali, yakni I Wayan Nuastha dan Pande Gede Soebrata melaporkan ke Bali Corruption Watch (BCW), telah menerima traveller cheque senilai Rp 50 juta beberapa jam sebelum proses pemilihan gubernur. Yang memberikan cek tersebut adalah Beratha Wiryadana (bendahara fraksi PDIP Bali) dan Ida Bagus Manuaba (wakil bendahara PDIP Bali) untuk menyukseskan terpilihnya calon dari fraksi PDIP yakni pasangan Dewa Made Beratha dan IGN Kesuma Kelakan.
Oentarto menambahkan, jika putusan PTUN Denpasar tersebut sudah merupakan keputusan final, kiranya bisa dijadikan pertimbangan dan perhatian oleh seluruh pejabat tata usaha negara di manapun berada.
Pernyataan Oentarto ini sedikit berbeda dengan pernyataan sebelumnya. Hari Rabu (20/8) sore kepada wartawan Oentarto mengatakan bahwa PTUN tidak berwenang membatalkan hasil pemilihan kepala daerah. Yang punya kewenangan membatalkan adalah DPRD, ujarnya. Dokumen soal penetapan pasangan gubernur dan wakil gubernur Bali terpilih tersebut, kata Oentarto, juga sudah diteliti dan dipelajari serta dilaporkan kepada menteri dalam negeri. Menteri daam negeri yang akan melaporkannnya ke presiden, ujarnya.
Sementara itu, I Wayan Sudirta SH, pengacara I Wayan Nuastha, mengatakan penetapan PTUN Denpasar itu harus dihormati tanpa terkecuali. Dan tidak ada alasan bagi menteri atau siapa saja untuk tidak menghomati itu, ujar Sudirta.
Pengacara yang juga aktif di Bali Corruption Watch (BCW) ini meyakini tindakan kliennya tersebut tidak bermaksud menjelekkan ketua umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan partainya. Jangan saalah paham, Pak Nuastha berteriak seperti ini justru ingin membela PDIP, membela Megawati, tapi diluar justru diplintir, kata Soedirta.
Sementara itu, di hari yang sama juga datang tim kuasa hukum gubernur Bali terpilih Dewa Made Beratha ke Depdagri. Menurut Gede Tasek Swardika, kedatangannya ke Depdagri sebagai penyeimbang berita yang selama ini tersiar dengan menyudutkan Dewa Made Beratha.
Dewa Made Beratha, kata Swardika, sebenarnya enggan menanggapi masalah dugaan praktek politik uang dalam proses pemilihan gubernur Bali. Tapi, karena proses ini sudah mengarah pada pembunuhan karakter beliau akhirnya beliau gerah juga, ujar Swardika.
Sejak awal Made Beratha mendukung proses hukum atas dugaan praktek politik uang itu. Sederhana saja kalau ada tindak pidana suap orangnya sudah ngaku traveller check-nya sudah ada, saksi ada, alat bukti ada dan tersangkanya jelas. Yang menerima dan membeli dua-duanya harus ditahan dan bisa diproses. Jangan dibiarkan untuk kepentingan politik, kata Swardika.
Kepentingan politik itu adalah dengan menggeser dugaan praktek politik uang ke proses PTUN dengan ketetapannya membatalkan hasil pemilihan tersebut. Hak politik beliau (Dewa Made Beratha) menjadi terpasung, ujar Swardika.
dimas-Tempo News Room