Setahu saya baru dua kali anggota Komnas HAM ke Aceh, kata Asmara di sela-sela acara Pelatihan HAM untuk Pengacara yang diadakan Yayasan ATMA di Solo, Kamis (21/8). Dia mempertanyakan mengapa Komnas HAM tidak secara regelur melakukan pemantauan. Padahal penerapan darurat militer sangat berpotensi terjadi pelanggaran berat. Hal itu tidak cukup hanya dengan mengunjungi aceh dua kali, itupun hanya 3-4 hari saja.
Menurut Asmara yang saat ini menjadi Direktur Lembaga Kajian Demokrasi dan HAM Demos, meski Aceh ditetapkan sebagai daerah darurat militer, namun Komnas HAM tetap dapat melakukan pemantauan dan penyelidikan HAM di daerah itu. Sebab Penguasa Daerah Darurat Militer juga tidak bisa membatasi akses Komnas HAM, apalagi melarang-larang.
Dia khawatir jika masalah HAM di Aceh tidak ditangani secara serius, pengalaman Timor Timur kembali terjadi. Rakyat Aceh akan semakin menjauh dari Jakarta karena merasa tidak dihormati kemanusiannya. Asmara yakin, di Aceh banyak sekail terjadi pelanggaran HAM. Dia menunjuk temuan Komnas HAM sendiri yang menemukan kuburan massal di sana. Selain itu, sedari awal diberlakukan darurat militer Asmara sudah berpendapat bakal terjadi pelanggaran berat di Aceh.
Menurutnya, darurat militer harus dilakukan oleh militer yang profesional dan semua anggarannya ditanggung oleh negara. Bayangkan bagaimana militer kita bisa profesional kalau anggarannya yang ditanggung oleh negara hanya 30 persen, sisanya suruh cari sendiri baik secara legal maupun ilegal. Lagi pula, Keppres-nya sendiri sejak awal tidak memberikan klausul soal penegakkan HAM, katanya lagi. (Imron Rosyid - TNR)