Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Beberapa Komentar

image-gnews
Iklan
TEMPO Interaktif, Jakarta:Tokoh-tokoh yang berhasil dihubungi:


T. Mulya Lubis, Anggota Tim Pengacara TEMPO:
"Sama Sekali Tidak Dipertimbangkan Argumentasi Termohon Kasasi."

Sebetulnya, kalah atau menang di Mahkamah Agung itu suatu hal yang normal; ada pihak yang dimenangkan dan ada pihak yang dikalahkan.Tetapi kalau kita menyimak dan mendengar dengan teliti putusan itu, terlihat bahwa MA hanya mempertimbangkan alasan-alasan dan argumentasi hukum yang dikemukakan oleh pemohon kasasi. Sebab saya kira yang paling telanjang dalam pembuatan putusan ini adalah sama sekali tidak dipertimbangkannya alasan dan argumentasi termohon kasasi, dalam hal ini saudara Goenawan Mohamad.

MA adalah lembaga yang seharusnya menjadi benteng keadilan, sebab ideologi MA adalah keadilan di atas hukum. Hukum yang tidak adil bisa dikesampingkan dan kalau tidak ada hukum, MA bisa membuat hukum yang baru untuk dan atas nama keadilan. Oleh sebab setiap putusan MA selalu didahului demi keadilan berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa, bagaimana mempertanggungjawabkan sebuah putusan yang dimulai dengan kata-kata demi keadilan sementara pertimbangan hukumnya sendiri tidak adil?

Kita telah sangat dikecewakan oleh putusan tersebut. Sebab dari segi hukum tidak ada alasan untuk dikalahkan. Dengan mengatakan bahwa tidak ada masalah dengan kualitas penggugat, artinya MA benar dalam menafsirkan kepentingan hukum pihak Goenawan Mohamad. Justru alasan substantif pencabutan SIUPP Tempo yang dianggap sah dan sesuai dengan hukum itu yang tidak kita dengar.

Sebenarnya sekarang ini kita dihadapkan pada momentum sejarah di mana MA seharusnya bisa mengatakan bahwa peraturan Menpen 01/Menpen/84 bertentangan dengan prinsip-prinsip dan jiwa UU Pokok Pers yang menyebutkan tidak ada sensor dan pembreidelan. Dengan putusan tadi, hari ini MA telah mengkhianati fitrahnya karena telah mengajukan argumentasi yang tidak masuk akal dengan mengatakan pembreidelan tidak sama dengan pencabutan SIUPP. Siapa pun yang punya nalar akan tahu bahwa pencabutan SIUPP sama dengan pembreidelan. Implikasinya tidak beda dengan pemberidelan: kita tidak bisa bekerja. Kita semua juga dianggap sebagai orang yang tidak mengerti bahasa Indonesia. Seperti logika mobil nasional tapi dibuat di Korea. Karena itu MA telah kehilangan momentum sejarah karena tidak menggunakan kesempatan itu untuk betul-betul menegakkan keadilan di Indonesia. Dampaknya sangat jauh bagi pers dan dunia hukum kita. Dan kalau selama ini ada sinisme terhadap MA, maka putusan MA yang dibacakan secara terbuka hari ini bukan malah membalikkan sinisme tapi mungkin justru menambah sinisme tersebut.


Amir Syamsuddin:
"Kita tidak PK Asal PK, tapi Harus Ada Alasan yang Jelas"

Kalau akan melakukan PK lagi, seberapa besar peluang menang?

Peluang seperti itu sebagai usaha hukum yang luar biasa yang bisa kita jadikan sebagai reserve/cadangan. Enam bulan cukup lama kok! Bahkan salah satu alasan yang dipakai adalah kesalahan yang sangat nyata, bukan novum (bukti baru). Dan novum tidak dibatasi 6 bulan tapi 6 bulan sejak ditemukan. Saya setuju dengan Pak Nurhasyim; kita jangan kesampingkan peluang itu, tentunya kita tidak PK asal PK, tapi harus ada alasan yang jelas.

Lalu bagaimana kalau GM sendiri yang menolak adanya PK?

Kami memahami perasaan beliau

Berapa besar peluang untuk menang?

Melihat pada saat akan PK bagaimana apakah situasinya akan mendukung kita. Kita tidak berpikir secara matematis bahwa kita bisa segera mengukur berapa besar peluangnya. Tetapi, perspektif yuridisnya, kita harus mencari peluang sekecil apa pun.

Jadi apakah menurut Anda, penyelesaian masalah ini lebih besar bobot politisnya daripada bobot hukumnya?

Saya kira semua orang merasakannya, walaupun itu sesuatu yang sedikit abstrak, tapi semua merasakan.

Kalau situasi politik masih seperti ini, maka peluang PK menang kecil?

Saya jangan digiring untuk bicara soal politik, saya hanya melihat dari perpektif hukumnya saja.


Nurhasyim Ilyas:
"Begitu Ada Peluang, Kita Masuk"

Menurut Anda apakah Goenawan Mohamad akan berubah pikiran tentang penolakan PK

Saya kira iya. Sekarang mungkin masih terpengaruh oleh perasaan dan situasi. Saya pikir beliau bukan orang yang pesimistis, dan beliau bukan orang yang mudah berhenti berjuang. Mungkin pada saat situasi berbeda, pikirannya berubah.

Tetapi Goenawan tampaknya lebih menghitung pertimbangan politis?

Oh.. dia berjuang dari politik. Tapi kita tidak. Kita lihat situasinya kapan saja dari 6 bulan itu. Toh kalau novum tidak hanya 6 bulan, tapi 6 bulan sejak ditemukan. Waktu 6 bulan itu cukup lama, apa saja bisa terjadi selama itu. Pokoknya kita melihat situasinya untuk bertindak melalui jalur hukum. Begitu ada peluang, ada celah, kita masuk. Situasinya itu bersifat politik dan celah-celahnya itu sifatnya yuridis.

Dalam situasi politik bagaimana kita dapat menang

Kita belum bicara menang kalah, tapi secara yuridis kita yakin kita hajar. Kita juga tidak mau asal-asalan masuk kalau tidak perlu ya tidak usah. Kita bukan hanya sekedar tampil menunjukkan kemauan keras tanpa alasan hukum yang kuat, tapi kalau alasan hukumnya kuat kita maju. Jadi pertama situasi politik dan kedua celah hukumnya


Adnan Buyung Nasution:
"Sirnalah Harapan dari Masyarakat"

Yang penting saya ingin kemukakan bahwa dengan putusan ini sirnalah harapan dari masyarakat terhadap lembaga peradilan, khususnya Mahkamah Agung sebagai puncaknya, dapat menegakkkan hukum dan keadilan. Dengan kasus TEMPO ini harapan itu menjadi sirna. Dengan sendirinya hal itu tidak menambah baik citra peradilan kita. Bahkan lebih parah dari itu, dampak dari putusan ini akan memberikan kesan bahwa Menteri Penerangan dapat sewenang-wenang mencabut SIUPP, karena toh dianggap pencabutan SIUPP tidak sama dengan pembredelan. Jadi putusan ini seakan-akan telah menjadi pembenaran.

Dalam kondisi seperti ini, kita harus memperjuangkan bersama untuk mengubah keadaan. Kita lakukan pembaharuan total di negara ini. Kalau tidak, kita akan lihat adanya kemerosotan. di segala sektor. Baik di bidang hukum, politik, ekonomi, sosial bahkan dalam nilai-nilai kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Saya amat kecewa MA tidak menggunakan kesempatan emas ini untuk lebih menaikkan citranya dan memberikan harapan pada masyarakat bahwa hukum dan keadilan masih bisa ditegakkan di negara ini. Yang terjadi malah sebaliknya; MA mengukuhkan kekuasaan di negara ini bahkan memberikan dampak yang jauh ke depan seolah-olah pengadilan memberikan "blangko siap".


Bambang Widjiyanto, YLBHI:
"Dunia Pers Masih Suram"

Tentang pertimbangan hukum hakim agung, yang menyatakan bahwa pertimbangan PTUN Jakarta yang mengesampingkan Permenpen no.01/1984 adalah tidak tepat; apa pendapat Anda?

Ada sebuah asas hukum bahwa suatu peraturan hukum tidak boleh bertentangan dengan peraturan hukum di atasnya. Jadi, sebuah peraturan menteri (yang menjadi dasar bagi Keputusan Menpen No.123/1994 tentang pencabutan SIUPP TEMPO) bertentangan dengan UU Pokok Pers. Tapi kemudian MA membuat definisi bahwa Kepmen ini bukan pembredelan. Pencabutan SIUPP tidak sama dengan pembredelan. Artinya, Keputusan Menpen yang mencabut SIUPP itu tidak tidak bertentangan dengan UU. Karena yang dilarang UU adalah pembredelan pers, bukan pencabutan SIUPP.

Jadi ini masalah kontruksi atau bahasa hukum?

Iya, jadi kontruksi hukum dibelok-belokan nggak karuan. Sangat aneh menurut saya. Kan begini, ada UU Pokok Pers yang dalam pasal 11 menyatakan bahwa terhadap pers tidak boleh ada pembredelan. Kemudian ada Permenpen No.01/1984 yang dijadikan dasar bagi SK NO.123/Kep/Menpen/1994 yang memuat tentang pencabutan SIUPP TEMPO. SK Pencabutan SIUPP ini oleh penasehat hukum penggugat (TEMPO) diidentikan sebagai pembredelan, sehingga kalau ada Permenpen yang bertentangan dengan UU Pokok Pers, maka ini dianggap bertentangan dengan hukum. Tapi kemudian dia (MA) membuat definisi bahwa pembredelan tidak sama dengan pencabutan SIUPP. Padahal esensinya, akibat hukumnya kan sama saja. Media yang dicabut SIUPP-nya tidak bisa terbit lagi.

Apa kelemahan lain dari pertimbangan hukum MA?

Yaitu mengenai kesewenang-wenangan dan asas umum pemerintahan yang baik. Tapi karena konstruksi hukum Keputusan Menteri tentang Pencabutan SIUPP ini didasarkan pada Permenpen No.01 maka tidak ada lagi kesewenang-wenangan, itu sudah sesuai. Tentang asas umum pemerintahan yang baik kan sudah beberapa kali ditegur, ada peringatan keras, dan sebagainya. Jadi semua proses sudah ditempuh. Tapi ada satu soal dalam asas umum pemerintahan yang baik, yaitu harus adanya kesempatan untuk membela diri. Ini yang tidak ada. TEMPO tidak diberi kesempatan umtuk membela diri.

Kalau tentang pertimbangan bahwa Goenawan Mohammad tidak berkualitas sebagai penggugat?

Nggak ada di situ, justru disetujui. Perdebatan tentang itu adalah di tingkat PTUN dan PTTUN, MA mengambil alih perdebatan tersebut. MA setuju bahwa Goenawan Mohamad berkualitas sebagai penggugat. Tadinya kita khawatir itu yang akan ‘ditembak’ oleh Mahkamah Agung. Tapi ternyata nggak. Jadi langkah majunya di situ, kendati Goenawan adalah redaksi dan seharusnya PT Grafiti yang maju sebagai penggugat, tapi ternyata GM dianggap punya kapasitas untuk maju (sebagai penggugat, Red). Itu memang titik baiknya; suatu keberanian dari MA. Tapi apa artinya legal standing? Yang penting kan essensinya (tidak diterimanya gugatan GM).

Pengaruhnya bagi kehidupan pers di Indonesia?

Dunia pers masih suram. Langit masih mendung.


Hendardi, Direktur Komunikasi dan Program Khusus YLBHI:
"Jalan Masih Panjang"

Bagaimana komentar Anda mengenai keputusan Mahkamah Agung ini?

Keputusan MA ini melegitimasi hukum sebagai suatu upaya pengendalian kebebasan pers. Keputusan MA ini semakin menunjukkan bahwa hukum sudah tidak bisa mengakomodir rasa keadilan masyarakat, sesuatu yang saya pandang sangat memprihatinkan.

Upaya apa lagi yang bisa dilakukan untuk memperjuangkan kebebasan pers ini?

Apa yang telah dilakukan Goenawan sebenarnya merupakan upaya hukum terakhir dalam memperjuangkan kebebasan pers.

Bagaimana jika upaya hukum sudah tidak bisa diperjuangkan?

Seperti juga Goenawan katakan, ya upaya politik. Caranya? Beragam cara, di antaranya dengan mempersoalkan terus-menerus ketentuan-ketentuan UU yang bertentangan dengan kebebasan pers atau melakukan desakan-desakan dalam bentuk lain.

Peristiwa ini, menurut saya, merupakan suatu petaka. Bukan sekedar perjuangan Tempo, tetapi juga bagi perjuangan kebebasan pers di Indonesia. Peristiwa ini bisa menjadi preseden yang buruk. Bagi pers hal ini akan membuat iklim yang traumatis bagi pers dalam memberitakan fakta-fakta yang sesungguhnya. Bagi penguasa hal ini akan menjadi alat represif penguasa yang akan digunakan terus. Sampai kapan saya tidak tahu. Tampaknya upaya kita untuk memperjuangkan pers yang bebas sebagai salah satu pilar demokrasi masih panjang.


Satrio Arismunandar, Sekretaris Jenderal Aliansi Jurnalis Independen:
"Jangan Macam-macam"

Apa pendapat Anda mengenai keputusan Mahkamah Agung ini?

Dalam bahasa kasarnya sih ini sudah diperkirakan. Saya sih tidak kaget lagi karena memang sudah diperkirakan 85% hasilnya akan begini. Jadi saya tidak kaget lagi. Dan yang kedua kayaknya mereka sudah menutup mata, menutup hati, maju terus. Walau ngawur, walau menindas kayaknya sudah nggak peduli. Sepertinya sih begitu.

Sebenarnya pertimbangan apa yang mendasari putusan ini dan apa pula artinya bagi kehidupan pers kita?

Lha ini kan pengadilan politis. Apa yang dilakukan MA ini hanyalah sekedar show saja. Kita kan sama-sama tahu ini hanya panggung sandiwara dan Anda adalah penontonnya. Tapi hasilnya sudah bisa ditebak karena skenarionya bukan kita yang buat.

Saya pikir untuk peringatan bagi pers lain, apalagi dalam suasana menjelang pemilu seperti ini. Jangan macam-macam. Karena kalau macam-macam, sorry saja. Sudah kayak semacam warning saja. Artinya pihak pemerintah sudah menunjukkan tekadnya,"Ini mau saya. Kalau macam-macam, awas!" Jadi sekarang ini arahnya begitu.

Apakah ini merupakan rekayasa?

Dari awal ini memang sudah merupakan suatu rekayasa. Jadi jangan kaget karena memang sudah diperkirakan hasilnya akan seperti ini. Dan kalau ini dimenangkan hanya dua alternatif jawaban. Pertama, ini untuk mengimbangi isu kolusi di MA supaya tidak terlalu kelihatan. Kedua, sekarang rekayasa untuk memojokkan Megawati begitu keras. Tapi dengan adanya counter dari pendukung Megawati yang begitu keras membuat pemerintah menjadi takut. Sementara public opinion yang terbentuk dalam masyarakat berbaik-baik kepada Megawati. Jadi pemerintah perlu berbaik-baik kepada media massa supaya tidak terlalu keras kepada mereka dan ikut mendukung kongres. Tapi itu kalau menang. Namun dengan keputusan seperti ini, pemerintah kayaknya sudah tidak lagi memikirkan dan mempertimbang hal itu. Jadi tidak ada kata-kata yang lebih jelas lagi untuk ini.
Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

70 Persen dari Ribuan Korban Jiwa di Gaza adalah Perempuan

10 menit lalu

Seorang perempuan Palestina duduk diantara pakaian bekas di pasar loak mingguan di kamp pengungsian Nusseirat, Gaza, 15 Februari 2016. Permintaan untuk pakaian telah menjadi barometer bagi situasi ekonomi di Gaza. AP/Khalil Hamra
70 Persen dari Ribuan Korban Jiwa di Gaza adalah Perempuan

ActionAid mencatat setidaknya 70 persen dari ribuan korban jiwa di Gaza adalah perempuan dan anak perempuan.


PT Pabrik Gula Rajawali II di Cirebon Mulai Giling Tebu Pertengahan Mei 2024

10 menit lalu

Uap putih mengepul dari sela-sela mesin penggiling tebu di Pabrik Gula Tasikmadu Karanganyar, 27 Juni 2016. PG Tasikmadu merupakan salah satu pabrik gula tertua yang masih berproduksi. TEMPO/Ahmad Rafiq
PT Pabrik Gula Rajawali II di Cirebon Mulai Giling Tebu Pertengahan Mei 2024

Sekretaris Perusahaan PT Pabrik Gula Rajawali II, Karpo B. Nursi, menyatakan pihaknya menargetkan proses penggilingan dimulai pada bulan Mei 2024.


Hasil Proliga 2024: Jakarta BIN Kalahkan Jakarta Livin Mandiri 3-1, Kenapa Megawati Hangestri Tak Bermain?

15 menit lalu

Jakarta BIN saat berlaga di Proliga 2024. (PBVSI/Proliga)
Hasil Proliga 2024: Jakarta BIN Kalahkan Jakarta Livin Mandiri 3-1, Kenapa Megawati Hangestri Tak Bermain?

Tim bola voli putri Jakarta BIN memenangi laga pertamanya di Proliga 2024. Mereka mengalahkan Jakarta Livin Mandiri 3-1 ketika Megawati tak bermain.


Ditemukan Kuburan Massal di Khan Younis Gaza, Afrika Selatan Serukan Investigasi

15 menit lalu

Petugas menguburkan warga Palestina yang tewas dalam serangan Israel, setelah jenazah mereka dibebaskan oleh Israel, di tengah konflik antara Israel dan Hamas, di kuburan massal di Rafah, di Jalur Gaza selatan, 30 Januari 2024. REUTERS/Mohammed Salem
Ditemukan Kuburan Massal di Khan Younis Gaza, Afrika Selatan Serukan Investigasi

Afrika Selatan menyerukan pada komunitas internasional agar dilakukan investigasi yang menyeluruh terkait temuan kuburan massal di Gaza


Cara Nicholas Saputra dan Putri Marino Bangun Chemistry di Film The Architecture of Love

15 menit lalu

Film The Architecture of Love dibintangi Putri Marino dan Nicholas Saputra. Foto: Instagram/@filmtaol
Cara Nicholas Saputra dan Putri Marino Bangun Chemistry di Film The Architecture of Love

Putri Marino dan Nicholas Saputra dipertemukan pertama kali dalam satu film di The Architecture of Love.


Untan Investigasi Kasus Dosen yang Diduga Jadi Joki Nilai, Apa Hasilnya?

17 menit lalu

Ilustrasi jurnal ilmiah. Shutterstock
Untan Investigasi Kasus Dosen yang Diduga Jadi Joki Nilai, Apa Hasilnya?

Untan membentuk tim investigasi untuk kasus tersebut.


Lee Joo Bin akan Membintangi Drakor Guardians

28 menit lalu

Lee Joo Bin dalam drama Queen of Tears. Dok. tvN
Lee Joo Bin akan Membintangi Drakor Guardians

Aktris Korea Selatan, Lee Joo Bin dikabarkan akan membintangi drama terbaru berjudul Guardians


Nirina Zubir Heran eks ART Gugat BPN Meski Sudah Divonis Bersalah Kasus Mafia Tanah: Waw, Berani Ya

34 menit lalu

Nirina Zubir/Foto: Instagram/Nirina Zubir
Nirina Zubir Heran eks ART Gugat BPN Meski Sudah Divonis Bersalah Kasus Mafia Tanah: Waw, Berani Ya

PN Jakarta Barat telah memvonis eks ART Nirina Zubir 13 tahun penjara dalam perkara mafia tanah


Cara Membantu Penderita Hoarding Disorder, Gangguan Mental Suka Menimbun Barang

36 menit lalu

Ilustrasi wanita dengan lemari yang berantakan. shutterstock.com
Cara Membantu Penderita Hoarding Disorder, Gangguan Mental Suka Menimbun Barang

Hoarding disorder adalah gangguan kesehatan mental yang membuat orang ingin terus mengumpulkan barang hingga menumpuk.


Dosen Untan Diduga Jadi Joki Nilai, Dekan FISIP Minta Mahasiswa Tak Umbar Kasus Tersebut

39 menit lalu

Ilustrasi Universitas Tanjungpura. Sumber: Untan.ac.id
Dosen Untan Diduga Jadi Joki Nilai, Dekan FISIP Minta Mahasiswa Tak Umbar Kasus Tersebut

Dekan FISIP Untan meminta sivitas akademika agar tak mengumbar info soal dosen yang diduga jadi joki nilai.