"Dengan happening art ini kami ingin mengingatkan masyarakat bahwa pemerintah dengan sewenang-wenang telah membungkam kebebasan pers," ujar Edo, mahasiswa Jurusan Seni Patung FSR ISI. Di sepanjang jalan, aksi Edo dan teman-temannya menarik perhatian orang. Mereka mampir di kantor harian BERNAS; tanpa berkata satu kalimat pun mengelilingi ruang tamu redaksi BERNAS, sembari membagikan pamflet. Dari kantor BERNAS mereka kembali berjalan menuju kantor harian Kedaulatan Rakyat di Jalan Pangeran Mangkubumi, yang mengundang semua karyawan harian tertua di Yogyakarta itu menonton aksi Edo.
Sekeluar dari kantor Kedaulatan Rakyat, peserta aksi bertambah dengan hadirnya orang-orang berambut cepak dengan handy talki di tangan. Tak jauh setelah keluar dari kantor Kedaulatan Rakyat, sebuah mobil Polisi sudah menghadang mereka. Awalnya terjadi ketegangan antara Polisi dengan teman-teman yang mengiringi Edo, karena petugas memaksa mereka naik ke mobil pick up, dengan alasan aksi mereka mengganggu lalulintas. "Kami bukan penjahat. Ini karya seni. Justru polisi itulah yang mengganggu lalu lintas karena menghadang kami." Ujar Dodo, salah seorang teman Edo. Memang akibat polisi menghadang aksi lalulintas jadi macet. Lalu siapa sebenarnya yang mengganggu lalulintas?
Baca Juga:
Tapi akhirnya mereka mengalah dan "digaruklah" mereka oleh polisi. Setibanya di markas Polresta Yogyakarta, Edo disuruh mandi, diinterogasi selama satu jam, diberi makan, dan akhirnya dilepas.
(R. Fadjri)