Kapolda Jabar ini sadar benar kalau citra polisi kini terhempas ke bawah. "Ya, sekarang ini habislah semua citra itu. Ibaratnya, panas setahun diguyur hujan sehari," kata jenderal bintang dua lulusan AMN tahun 1968 ini. Teman seangkatan Kapolri Letjen Dibyo Widodo ini ditemui TEMPO Interaktif di Kantor Bupati Tasikmalaya pada 30 Desember lalu, seusai menghadiri pertemuan dengan para ulama se-Jawa Barat. Berikut petikan wawancara dengan Kapolda Jabar yang pandai bertamsil itu.
Peristiwa Tasikmalaya dipicu oleh polisi yang menyiksa ustadz Ponpes Condong. Bahkan polisi mengeluarkan kata-kata yang tak pantas. Menurut Anda?
Tidak ada alasan untuk tidak menyesal. Saya prihatin. Tapi, berkas pemeriksaan belum saya terima. Mengenai hukuman untuk anggota polisi, pengadilan militer yang akan memutuskan.
Dengan kejadian ini, bagaimana citra polisi di masyarakat?
Ada beberapa pedoman untuk anggota polisi. Di antaranya, penampilan perorangan polisi sebagai abdi utama, tauladan, dan wajib menjaga ketertiban rakyat. Semua pedoman itu wajib dilaksanakan oleh anggota kepolisian. Jika tidak, oknum polisi itu munafik besar. Dengan kejadian ini apakah bisa anggota kepolisian mengamalkan pedoman polisi sebagai warga tauladan di masyarakat? Jika tidak bisa mengamalkan pedoman itu polisi akan tetap dibenci oleh masyarakat.
Apakah ini menunjukkan kadar intelektual anggota kepolisian di tingkat bawah masih rendah?
Kesadaran hukum sudah ditanamkan pada anggota polisi. Tidak hanya hak tapi juga kewajibannya. Tapi yang menonjol justru haknya.
Kerusuhan Tasikmalaya berawal dari pemanggilan Ustadz Mahmud oleh anggota Polres Tasikmalaya yang berbuntut penganiayaan terhadap ustadz di kepolisian. Mengapa hal ini bisa terjadi?
Kekeliruan berawal dari pemanggilan. Seharusnya pemanggilan pemeriksaan dilakukan oleh Kapolres dan bukan oleh perwira jaga seperti yang terjadi. Saat pemeriksaan, si perwira jaga tidak berada di tempat karena harus ke tempat kejadian perkara di tempat lain. Lalu yang memeriksa adalah Kopral Nursamsi bersama anggota yang lain. Begitu melihat, dia langsung menjambak rambut si Ustadz Mahmud yang disertai bag-big-bug.
Apakah pemeriksaan disertai penyiksaan fisik sudah biasa dalam pemeriksaan kepolisian?
Tidak ada alasan yang membenarkan penganiayaan di kantor polisi. Baik fisik maupun psikis. Itu hanya ekses saja.
Maksudnya?
Anggota polisi itu harus tertib pribadi untuk dirinya. Harus mampu mengontrol dirinya. Tertib pribadi berlaku untuk semua orang, tidak hanya polisi.
Bagaimana kondisi kamtibmas di Tasikmalaya sebelum kerusuhan?
Tidak begitu rawan. Tapi begitu terjadi kerusuhan, habislah semuanya. Ibaratnya, panas setahun diguyur hujan sehari. Habislah semua.
Ada kesan hubungan polisi dengan masyarakat kurang baik, dengan dirusaknya sejumlah kantor polsek. Bagaimana menurut Anda?
Itu setelah kejadian. Sebelumnya hubungan itu baik. Polisi 'kan pengayom dan penegak hukum. Dalam menegakkan hukum, ada yang menang dan ada yang kalah. Yang kalah akan merasa susah, dan yang susah akan membentuk opini sendiri. Dan ini yang mencuat. Maka jadilah polisi itu jasad tak berhimpun dosa tak berampun.
Bagaimana kondite Kopral Nursamsi sebelum kejadian ini?
Detilnya saya tidak tahu.
Bagaimana upaya merehabilitasi citra polisi?
Menaikkan citra polisi di masyarakat sudah dilakukan sejak lama. Bahkan ketika Pak Dibyo (Widodo) menjadi Kapolri sudah dibuat petunjuk pelaksanaan mengenai citra polisi. Tapi 'kan ada juga anggota yang bermata tak melihat, berkuping tak mendengar.