Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Bandung akan menggelar pengamatan hilal pertanda masuknya 1 Syawal 1443 Hijriah. “Lokasi pengamatannya di Subang,” kata Kepala Stasiun Geofisika BMKG Bandung Teguh Rahayu, Sabtu, 30 April 2022. Menurutnya ada potensi hilal terlihat, namun hal itu tergantung kondisi cuaca di lokasi pengamatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dari keterangan tertulis BMKG, secara keseluruhan pengamatan hilal dilakukan pada 31 lokasi yang direncanakan Ahad, 1 Mei 2022, dari Aceh hingga Papua. Matahari yang terbenam paling awal di Merauke (Papua) pada pukul 17.29.47 WIT dengan tinggi hilal sekitar 3,79 derajat. Adapun matahari yang terbenam paling akhir, yaitu pada pukul 18.45.42 WIB di Sabang, Aceh, dengan tinggi hilal berkisar 5,57 derajat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Adapun Tim Geofisika Bandung akan melakukan pengamatan di menara Masjid SMA Plus Astha Hannas Subang, Jawa Barat. Waktu perkiraan Matahari tenggelamnya pada pukul 17.42.27 WIB dengan tinggi hilal 4,73 derajat.
Pengamatan itu juga melibatkan perwakilan dari lembaga terkait, di antaranya Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat dan Subang, Purwakarta, Karawang, Majalengka, Majelis Ulama Indonesia, dan Badan Hisab Rukyat Daerah Kabupaten Subang.
Berdasarkan data prakiraan cuaca pada 1 Mei 2022, di wilayah Subang pada sore hingga malam hari diperkirakan dalam kondisi hujan ringan. “Sehingga hilal tidak berpotensi untuk terlihat,” kata Rahayu.
Data hilal lainnya pada saat Matahari terbenam Minggu, 1 Mei 2022, di lokasi pengamatan Subang, yaitu elongasi 5,91 derajat. Adapun elongasi terendah yang pernah terlihat hilal oleh tim BMKG yaitu 7,306 derajat. Sementara umur bulan sudah 14 jam lebih dengan tingkat fraksi iluminasi atau kecerlangan bulan 0,27 persen.
Dari data astronomi tim pengamat Observatorium Bosscha, Lembang, juga sebelumnya menyatakan pengamatan hilal pada 1 Mei 2022 akan sulit terdeteksi. Hal yang sama disampaikan peneliti Astronomi-Astrofisika di Pusat Riset Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Thomas Djamaluddin.
Secara astronomi diprakirakan hilal sangat sulit dirukyat atau diamati. Apalagi terkait faktor cuaca seperti mendung atau hujan yang mungkin terjadi di lokasi pengamatan. “Jadi ada potensi laporan rukyat menyatakan hilal tidak terlihat,” katanya.
Namun begitu, menurut Thomas, jika di suatu lokasi pengamatan di wilayah Indonesia ada yang bisa melihat hilal, maka kriteria rukyat terpenuhi. Dalam ilmu fikih ada konsep wilayatul hukmi atau wilayah hukum. “Jadi, kalau ada rukyat atau terpenuhinya kriteria di wilayah barat, itu berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia,” ujarnya.
Baca:
Astronom Bosscha: Hilal 1 Syawal pada 1 Mei Tergolong Sulit Dideteksi
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.