Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Muhammad Miftahussurur berhasil meraih predikat Top 100 Medical and Health Sciences Scientist 2022 oleh Alper-Doger (AD) Scientific Index. Dokter yang juga menjabat sebagai Wakil Rektor Universitas Airlangga (UNAIR) bidang Internasionalisasi, Digitalisasi, dan Informasi tersebut banyak meneliti tentang bakteri helicobacter pylori.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Bakteri itu memberi pengaruh kepada penyakit lambung, baik maag maupun kanker lambung,” ujarnya seperti dikutip di laman resmi UNAIR pada Selasa, 29 Maret 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain meneliti mengenai bakteri pada lambung, Miftah banyak mengembangkan kajian molekuler epidemiologi, imunologi, dan manajemen terapi. Miftah juga aktif meneliti mengenai mikrobiota. Kegiatan tersebut telah berlangsung sejak tiga atau empat tahun yang lalu.
“Menurut data dan teori yang berkembang, mikrobakteri adalah bakteri lain yang ada di lambung. Karena itu, kemudian saya dan beberapa peneliti lain melakukan riset tentang mikrobiota. Dengan itu juga kami berkeinginan untuk menegaskan kepada masyarakat bahwa UNAIR adalah salah satu pusat utama helicobacter pylori dan mikrobiota,” katanya.
Penelitian Pernah Dianggap Sederhana
Selama melakukan berbagai penelitian, Miftah bercerita ada sejumlah hal yang menurutnya berkesan. Salah satunya ketika menulis tentang molekul epidemiologi helicobacter pylori. Miftah mengatakan penelitiannya pernah dianggap sangat sederhana oleh pengujinya.
“Ketika menulis tentang molekul epidemiologi helicobacter pylori di Indonesia, penguji saya menganggap tulisan saya sangat sederhana. Kemudian saya mengatakan bahwa peneliti Indonesia sudah banyak yang mempublikasikan tentang helicobacter pylori. Di antara penelitian tersebut, ada data yang tidak sama dan menimbulkan kontroversi,” kata Miftah.
Berangkat dari permasalahan itu, Miftah kemudian menganggap bahwa data-data penelitian sebelumnya kurang tepat. Miftah kembali melakukan penelitian dengan kajian yang sama. Selanjutnya, justru penelitian tersebut menjadi berkembang.
Penelitian pertama Miftah bahkan sempat ditolak salah satu lembaga jurnal. Namun, kemudian penelitiannya diterima dan dipublikasikan oleh lembaga yang lain. “Tapi, saya merasa tulisan saya itu tidak berharga. Karena pernah tertolak dan kualitas tulisannya tidak begitu bagus, serta sifatnya umum,” ungkap Miftah.
Sempat tak puas dengan tulisannya, nyatanya tulisan Miftah malah menjadi jurnal dengan sitasi yang tertinggi. Miftah kemudian mengubah pemikirannya. “Justru banyak orang menerima jurnal-jurnal yang bersifat umum. Sehingga lebih bermanfaat juga bagi masyarakat, terutama peneliti muda dan peneliti awal,” kata Miftah.
Sempat Dianggap Tak Pandai karena Tak Bisa Pegang Pipet
Berbagai tantangan dihadapi Miftah dalam melakukan penelitian. Pada saat Miftah menempuh program doktoral di Jepang misalnya, Miftah bercerita dirinya sempat dianggap tak pandai lantaran tak tahu cara memegang pipet.
“Banyak yang menganggap saya bodoh ketika saya menempuh program doktoral di Jepang. Anggapan tersebut ada karena sebagai seorang peneliti, saya tidak tahu cara memegang pipet. Padahal, pipet adalah hal penting yang sangat berguna dalam penelitian,” kata Miftah.
Miftah juga sempat dinilai memiliki kualitas tulisan yang biasa. Terlebih, ketika dia harus berhadapan dengan standar penulisan internasional. Hal itu sempat membuat Miftah menyerah dan ingin kembali ke Indonesia. Meski begitu, dengan dukungan dari berbagai pihak termasuk keluarga dan kawan-kawannya, Miftah kembali bangkit dan terus berjuang menyelesaikan studinya di Jepang.
“Saya juga terinspirasi oleh salah satu pahlawan Muslim ketika akan merebut Spanyol. Saat itu ia membakar seluruh perahunya. Hal itu juga yang saya lakukan, yakni dengan memberikan tempat-tempat praktik saya kepada junior. Sehingga saya tidak punya tempat lagi jika benar-benar memutuskan kembali ke Indonesia,” katanya.
Dengan tekun, Miftah kemudian mempelajari semuanya dari awal. Kini, dia telah berkeliling Indonesia dan beberapa negara untuk melakukan penelitian. Fokus kajian utamanya adalah bakteri helicobacter pylori yang memberikan pengaruh kepada penyakit lambung.
“Terhitung kurang lebih sudah 43 kota di Indonesia, serta Jepang, Bangladesh, dan Nepal, menjadi lokasi penelitian saya. Saya berkeliling dengan membawa alat endoskopi guna mendukung penelitian,” tuturnya. Saat ini total ada 101 penelitian telah dihasilkan Miftah. Dari jumlah tersebut, seluruh penelitiannya telah berupa jurnal terindeks Scopus.
Kesuksesan yang saat ini disandang Miftah tidak terlepas dari orang-orang di sekitarnya. Dia selalu memiliki rolemodel yang menjadi indikator capaiannya. Meski banyak memiliki rolemodel, namun tetap inspirasi utamanya adalah sang ibunda. “Beliaulah yang membuat saya ada di titik ini,” katanya.
Baca juga:
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.