SEBAGIAN dari keraguan kini telah terjawab. Dia terbukti sanggup bermain-main pada ketinggian 3.000 m, lalu mendarat mulus di bandar udara militer Edward, California. Selama dua jam uji terbang, sejumlah instruksi manuver pun bisa dilayani. "Inilah pesawat badan lebar terbaik yang pernah saya terbangkan," ujar pilot Bruce Hinds, yang memiliki 10.500 jam terbang dari 66 jenis pesawat. Namun, keberhasilan penerbangan perdana pesawat pengebom mutakhir Amerika B-2 Stealth, 17 Juli lalu itu, tak serta-merta diikuti sukses di parlemen. Sebagian anggota parlemen AS menuntut agar proyek pesawat pengebom antiradar itu disetop karena dinilal terlalu boros, harganya ditaksir US$ 530 juta per pesawat, empat kali lipat harga Boeing 747 seri 400. Sebagian anggota Kongres lain khawatir, proyek Stealth ini bisa membuat beruang merah Uni Soviet terbangun dari "tidurnya", lantas membuat proyek tandingan. Namun, ada pula anggota parlemen yang bersikeras menuntut proyek itu diteruskan sesuai dengan rencana semula. Setelah perdebatan panjang, akhirnya tercapai kesepakatan Oktober lalu: Proyek Stealth diteruskan tapi tak perlu dikebut. Maka, anggaran pesawat ini pada 1990 nanti dipangkas dari rencana semula yang US$ 4,7 milyar (Rp 8,4 trilyun) menjadi US$ 3,7 milyar (Rp 6,6 trilyun). Kongres AS tak bisa menolak desakan bahwa Stealth adalah proyek strategis. Selama hampir 10 tahun proyek berjalan, informasi tentang Stealth seperti ditutup-tutupi. Rahasia Stealth baru dibuka lebar setelah pesawat itu menjalani uji terbang perdana di California, empat bulan lalu. Sejak itulah khalayak Amerika tahu benar bahwa Stealth berbadan pipih dengan bentuk delta, mirip ikan pari. Tingginya, diukur dari ujung roda sampai kepala, 5,1 meter, panjangnya 20 meter, dan rentangan sayap 53 meter. Ketika lepas landas, berat Stealth sekitar 157 ton, dengan beban persenjataan maksimum 22,5 ton. Kemampuan sebesar itu bisa dimanfaatkan untuk membawa 16 buah rudal nuklir jarak pendek, atau 80 buah bom konvensional. Tugas mengangkut semua beban itu dipercayakan kepada empat buah mesin ramjet, jenis F118-GE-100 buatan General Electric, yang masing-masing berkekuatan 8.500 kg. Keempat mesin itu sanggup memanggul tubuh Stealth sampai ketinggian 15.500 meter. Namun, pada penerbangan perdana itu, tak semua potensi Stealth diuji. Kemampuan mesin, umpamanya, tak dipacu sekencangnya, karena ketinggian yang ditargetkan cuma 3.000 m. Keandalannya menyusup tanpa terdeteksi radar pun belum dicoba. Justru pada kesempatan pertama itu, tubuh Stealth dipasangi pemantul sinyal radar, agar gerak-gerik pesawat bisa teramati secara jelas di layar monitor. Yang ditekankan pada penerbangan uji coba itu adalah segi stabilitas pesawat dan keandalan sirip-sirip kendalinya. Stealth memiliki lima jenis sirip: empat menempel di sayap, sebuah lainnya ada di ujung ekor dan berfungsi sebagai elevator (pengendali gerak vertikal). Sirip-sirip sayap, selain berperan sebagai pengendali arah horisontal -- untuk belok kanan-kiri -- juga berfungsi sebagai rem. Jika kedua sirip di kanan-kiri sama-sama mengembang, berarti mereka sedang bertugas untuk memperlambat laju pesawat. Namun, jika hanya sirip di satu sisi yang mengembang, pesawat akan berbelok. Pada uji terbang itu, sirip-sirip sayap telah diuji coba untuk bermanuver ke samping, sampai 45 derajat. Berhasil. Sebagai rem, kata Hinds, sirip-sirip itu tak mengecewakan. Namun, sirip aileron, yang mengendalikan gerak berguling-guling, belum dicoba. Stealth dirancang berdasarkan konsep flying wing (sayap terbang). Konsep itu mengidealisasikan bentuk pesawat pipih dan lebar, bagai sayap burung. Konsekuensinya, bagian badan dan sayap harus dibikin menyatu. Alhasil, beban pesawat tak hanya bertumpu pada badan, melainkan terbagi ke arah samping. Bentuk pipih itu memang dipandang strategis dan sulit dideteksi radar musuh. Apalagi ditambah dengan mesin yang tersembunyi rapi di balik kulit sayap, dan timbal tipis penyerap radar yang terpasang di sisi depan sayap. Menurut perhitungan, nilai RCS (radar cross section) Stealth hanya 1/juta m2. Padahal, pengebom tercanggih Amerika saat ini B-1, nilai RCS-nya masih 1 m2. Hanya radar superpeka yang bisa tahu kehadiran Stealth. Konsep sayap terbang itu mendatangkan berkah pula terhadap aerodinamik pesawat. Sebab, daya angkat tadi berhubungan langsung dengan porsi sayap. Pada Stealth, daya angkat pesawat terbukti cukup besar. Hal ini terlihat pada angka liff to drag ratio-nya yang mencapai 24. Jauh lebih besar daripada B-1 yang hanya 11-18. Daya angkat yang cukup besar itu memungkinkan Stealth mampu melenggang ke udara tanpa harus ngebut dengan kecepatan penuh di landasan pacu. Dia juga tak menuntut landasan yang ekstrapanjang. Pada take off perdana itu, Stealth hanya memerlukan waktu 22 deti untuk berancang-ancang di landasan pacu. Proyek Stealth mulai digarap pada pertengahan 1980, di saat suasana seteru antara Barat dan Timur masih menggelora. Ketika itu, Pemerintah AS bersedia menyediakan dana US$ 40 milyar, untuk riset hingga membuat 132 buah pesawat. Ternyata, biaya proyek itu terus membengkak, dan perhitungan terakhir tahun ini menunjuk pada angka US$ 70,2 milyar. Proyek ini memang hendak digunakan untuk menekan blok Timur, terutama Uni Soviet, agar lebih menenggang kepentingan blok Barat. Lewat proyek itu AS hendak memaksa Uni Soviet membelanjakan US$ 300-400 milyar untuk memperbarui sistem radarnya. Tapi glasnost dan perestroika-lah yang ternyata bisa menjegal proyek mahal di AS dan di Rusia itu. PTH
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini