Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

Kematian Di Depan Mata Mengapa ?

Pesawat ulang alik challenger misi penerbangan ke-25 meledak. BBP Astronaut & Kosmonaut yang jadi korban. Profil 7 awak challenger yang tewas. Perlombaan luar angkasa Uni Soviet dengan Amerika Serikat.

8 Februari 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAK terlihat tanda-tanda Amerika Serikat akan mengibarkan bendera setengah tiang, ketika tujuh antariksawan melambaikan tangan sebelum memasuki pesawat ulang alik Challenger di Cape Canaveral, Florida. Selasa pagi pekan lalu. Jarum jam menunjukkan angka 11.36 ketika petugas di ruang pengontrol memberi aba-aba kepada komandan Challenger. Inilah petikan percakapan mereka sebelum dan sesudah tinggal landas. Protokol NASA: Penghitungan mundur dari titik 90 detik akan kita mulai. Sembilan puluh detik sudah dihitung. Misi 51 L siap berangkat. 10, 9, 8, 7, 6, mesin utama sudah dijalankan, 4, 3, 2, 1. Dan tinggal landas. Pesawat ulang alik misi ke-25 telah meninggalkan menara .... Pusat pengontrol misi: Perhatikan perguliran Anda, Challenger. Protokol NASA: Program sudah dilaksanakan. Challenger sekarang terbang terbalik. (Diam) Mesin mulai dikurangi kekuatannya pada 94%. Umumnya, penerbangan dilakukan pada kekuatan 104%. Sebentar lagi akan diturunkan menjadi 65%. Mesin pada kekuatan 65%. Ketiga mesin berjalan normal. (Diam). Kecepatan 2.257 kaki per detik, jarak tempuh 4,3 mil laut, ketinggian 3 mil laut. (Diam). Mesin diperkuat, sekarang pada kekuatan 104%. Pusat pengontrol misi: Challenger, mulailah dengan kekuatan penuh. Komandan Challenger Francis R. Scobee: Roger. Protokol NASA: Satu menit 15 detik, kecepatan 2.900 kaki per detik, jarak tempuh 9 mil laut, ketinggian 7 mil laut. (Diam lama). Para pengawas penerbangan di sini sedang mempelajari apa yang sedang terjadi. (Diam). Ada sesuatu yang tak beres. Komunikasi dari pesawat terputus. (Diam lama). Kami mendapat laporan dari petugas pengawas bahwa pesawat telah meledak. Itulah detik-detik paling dramatis dalam sejarah penerbangan manusia ke ruang angkasa. Dan, jutaan pemirsa televisi Amerika, yang menyaksikan siaran langsung peluncuran ke-25 pesawat ulang alik Challenger pagi itu, terkesima, lalu menjerit histeris ketika pesawat menjadi bola api, dan sesaat kemudian hancur berkeping-keping. Ledakannya diperkirakan setara dengan letusan bom nuklir berkekuatan 250.000 ton TNT--25 kali kekuatan bom yang menghancurkan Hiroshima, Jepang, 1945. "Ya, Tuhanku," ratap Nancy Reagan, "Oh, tidak." Istri Kepala Negara AS itu menyaksikan peristiwa nahas tersebut di layar pesawat tv di kamar pribadinya di Gedung Putih, Washington. Di tempat peluncuran, ratap keluarga awak Challenger, yang menyaksikan pesawat itu tinggal landas dari panggung VIP, tak kurang menyayat hati. Bahkan Bruce Jarvis, ayah Antariksawan Gregory B. Jarvis, langsung pingsan begitu melihat pesawat yang membawa anaknya meledak. Presiden Ronald Reagan, yang sedang mengadakan pertemuan di Ruang Oval Gedung Putih dengan para penasihat seniornya, begitu mendapat laporan segera menghentikan rapat, lalu bergegas menyaksikan rekaman tragedi tersebut. "Beliau berdiri terpaku di depan pesawat tv tanpa kata kata," cerita juru bicara Gedung Putih, Larry Speakes. Baru beberapa saat kemudian, dengan suara tersendat-sendat, Reagan berkata "Melihat rekaman ledakan itu adalah pengalaman traumatik." Trauma yang dalam, agaknya, lebih menghunjam di Concord. Sebab, kota berpenduduk sekitar 30 ribu jiwa ini, yang terletak di timur laut AS dekat perbatasan dengan Kanada, kehilangan warga teladan. Dialah Antariksawati Sharon Christa McAuliffe, 37, guru ilmu-ilmu sosial pada Sekolah Menengah Atas, yang terpilih sebagai orang swasta pertama sebagai awak pesawat ulang alik. Antariksawati itu, ibu dua anak, menjadi kebanggaan Kota Concord karena berhasil mengalahkan saingannya, 11.146 guru dari berbagai penjuru AS, yang juga melamar menjadi antariksawan. Tak heran jika Sekolah Menengah Atas Concord, tempat Sharon mengajar, mengadakan acara khusus mengikuti peluncuran Challenger kali ini. Dua ratus murid dan guru sejawatnya tumplek di aula sekolah menyaksikan siaran peluncuran itu. Dan sorak sorai mereka berderai ketika Challenger, yang membawa guru mereka, meluncur mulus dari landasan. Bahkan beberapa murid, yang pagi itu mengenakan pakaian pesta, sempat berjingkrak-jingkrak di hadapan 15 kamera tv yang meliput ulah mereka. Suasana meriah itu tiba-tiba terhenti, ketika seorang di antara mereka berteriak agar semua berlaku tenang. Rupanya, ia sadar bahwa ledakan yang terpampang di layar tv bukanlah proses normal penerbangan pesawat ulang alik. Seketika aula menjadi senyap. Hanya suara penyiar tv terdengar, menjelaskan musibah itu. Lalu, seseorang terdengar terisak dan, tak berapa lama kemudian, seluruh aula tenggelam dalam ratap tangis. Tentu bukan hanya para keluarga dan siswa SMA Concord saja yang berkabung. Seluruh Amerika terempas dalam kedukaan yang dalam. "Program ruang angkasa mempunyai arti simbolis bagi Amerika," kata Psikolog Brian Flynn, dari Institut Kesehatan Jiwa Nasional. Ia, ujarnya lebih lanjut, merupakan cerminan dari karya putra terbaik AS serta semangat petualangannya. Maka, mereka terguncang sekali. "Ini mengingatkan saya pada saat wafatnya Presiden Kennedy," tambah Flynn. Sementara itu, di markas NASA di Houston, tempat lima dari tujuh keluarga korban tinggal, para antariksawan lainnya mengulurkan simpati dengan, antara lain, melindungi mereka dari gangguan para wartawan. "Apa yang dapat saya katakan saya kehilangan seorang sahabat," kata karyawan NASA Stan Aven, yang berjaga-jaga di rumah Letnan Kolonel Ellison Onizuka, mission specialist pada pesawat yang nahas itu. Bagi NASA kecelakaan ini merupakan pukulan berat. Bagaimana tidak. Inilah korban pertama program penerbangan angkasa luar berawak yang diresmikan pada 17 Desember 1958. Sejak berhasil mengorbitkan Alan Shepard menjadi antariksawan AS pertama pada peluncuran 5 Mei 1961, NASA telah menyelenggarakan 55 proyek penerbangan ruang angkasa berawak dengan aman. Gugurnya tiga astronaut Apollo I, Edward H. White II, Gus Grissom, dan Roger Chaffee, pada 27 Januari, tepat di hari peluncuran Challenger, 19 tahun kemudian, bukan terjadi pada saat penerbangan sebenarnya. Kecelakaan terjadi saat pengetesan kapsul, pada hubungan singkat arus listrik, akibat kebakaran sebulan sebelum jadwal peluncuran. Kejadian itu menyebabkan program penerbangan Apollo tertunda 22 bulan. Peluncuran pesawat Challenger berikutnya, yang akan membawa Satelit Palapa B-3 dan antariksawati Indonesia Dr. Pratiwi Soedharmono yang menurut rencana semula Juni depan, juga akan tertunda. "Soalnya, keselamatan adalah prioritas utama kami," kata Josse Moore, anggota Dewan Administrasi NASA. Diperkirakan penundaannya sekitar satu tahun. Meledaknya pesawat Challenger misi penerbangan ke-25 memunculkan berbagai dugaan. Beberapa pihak menduga, keberhasilan selama ini menyebabkan NASA menjadi kurang teliti. Sejak pesawat ulang alik pertama kali diluncurkan, 12 April 1981, semuanya berjalan aman, termasuk sembilan penerbangan oleh Challenger. Betulkah NASA jadi gegabah? Ternyata, tidak juga. Beberapa penerbangan diundur lantaran petugas NASA meragukan keberesan pesawat. Puncak penundaan peluncuran terjadi pada penerbangan Columbia terakhir, 12 Januari lalu -- tertunda 24 hari dan memboroskan lebih dari Rp 1,5 milyar. Padahal, target tahun ini adalah 15 kali peluncuran. "Tidak ada tekanan apa pun untuk memaksakan peluncuran," kata Moore dalam sebuah konperensi pers, dua pekan lalu. Challenger diluncurkan karena dianggap layak. Moore menambahkan, kelima komputer IBM di pesawat yang berharga sekitar Rp 1,5 trilyun itu tak menunjukkan adanya kelainan. Bahkan sampai saat pesawat meledak. "Pada pengamatan sekilas, kami memang tak menemukan adanya kelainan pada data komputer," kata Steven Eames, juru bicara tim IBM di Johnson Space Center, NASA. Berlainan dengan sistem pada pesawat udara biasa, pesawat ulang alik tak dilengkapi dengan black box (kotak perekam data keadaan pesawat). Soalnya, seluruh data dikirim langsung, melalui saluran komunikasi telemetri, ke pusat pengontrol. Kalau tidak, akan diperlukan black box yang besar untuk merekam semua data pada sistem pesawat angkasa Challenger. Padahal, pesawat pengangkut ini harus dibuat seringan-ringannya agar mampu membawa beban komersial sebanyak-banyaknya. Rekaman data di pusat pengontrol di Houston inilah yang sekarang diharapkan bakal menjawab pertanyaan: mengapa Challenger meledak? Para ahli NASA segera mengumpulkan semua rekaman yang ada dan menyelidikinya dengan teliti -- dari milisekon ke milisekon. Ada dugaan kelainan itu tak muncul di layar komputer, karena layar hanya menampilkan data tiap detik. Padahal, dalam satu detik itu telah direkam ribuan data. Kalaupun penelitian rekaman data tak memberikan jawaban tegas, tak berarti komputer kurang jeli menjalankan tugas. Sistem yang digunakan merupakan jaringan lima komputer yang saling memeriksa antara satu dan lainnya. Sebuah penerbangan pesawat ulang alik pernah ditangguhkan pada saat-saat terakhir, karena salah satu komputernya tidak berjalan sinkron, terlambat seperempat detik dari yang lain. Hingga, kadang kala, para teknisi NASA menganggap sistem komputer ini "terlalu cerewet". "Kalau ada keluhan tentang sistem komputer, maka itu adalah karena dianggap terlalu peka," kata Prof. Algirdas Avizienis, ahli komputer dari Universitas California, Los Angeles, yang berkecimpung di bidang sistem pengaman teknologi ruang angkasa. Lantas, mengapa komputer Challenger lalu membisu? Jawabannya mungkin berada dalam rekaman film yang disiarkan NASA, Sabtu lalu. Berbeda dengan film yang diambil pers setempat, rekaman ini diambil dari sudut yang berbeda, yaitu dari bagian utara tempat peluncuran. Keuntungan pengambilan gambar dari sudut ini adalah terlihatnya roket penyokong berbahan bakar padat (solid rocket booster) bagian kanan, yang diduga mengalami kebocoran. Dugaan ini timbul karena terlihat semburan berwarna kemerahan dari roket penyokong, yang berdekatan dengan tangki bahan bakar cair. Semburan ini terlihat pada 58,32 detik setelah peluncuran, dan segera bergeser ke belakang. Lima belas detik kemudian Challenger pun meledak. Malangnya, tempat terjadinya semburan api merupakan daerah yang tak diawasi komputer. "Sebagian besar sensor diletakkan di bagian mesin, dan lainnya di hidung pesawat," kata Jim Mizell, juru bicara NASA. Beberapa rekayasawan lain menjelaskan bahwa pada peluncuran perdana pesawat ulang alik, 1981, jumlah sensor yang digunakan dua kali lipat lebih banyak. Jumlah itu dikurangi untuk mengurangi berat pesawat, dan sekaligus menambah kemampuannya membawa beban -- 2 ton lebih banyak dari saudara tuanya Columbia. Bahwa di tempat kebocoran sekarang, tangki luar dan roket penyokong, tidak dipasang sensor, alasannya cukup rasional. Kalaupun awak pesawat mengetahui adanya kebocoran di situ, besar kemungkinan mereka tak dapat berbuat apa-apa. Tangki luar dan kedua roket penyokong memang dapat dilepas dari pesawat, tapi tetap harus melakukan pendaratan di laut, karena ketinggian dan kecepatan gerak pesawat tak memungkinkannya kembali ke landasan. Bila ini dilakukan, dapat dipastikan pendaratan akan dilakukan pada kecepatan tinggi, dan para antariksawan, pada saat pendaratan itu, dikhawatirkan akan terhantam beban muatannya. Sementara itu, para pengamat cenderung menuding Morton Thiocol -- pabrik pembuat roket penyokong yang berharga Rp 36 milyar sebuah - yang melakukan kelalaian. Apalagi pabrik ini, menurut NASA, terbukti bekerja dengan sembrono. Laporan tim penyelidik NASA yang berkunjung ke pabrik Morton Thiocol di Chicago, November tahun lalu, antara lain, menyebut ditemukannya kerusakan pada bagian kiri roket penyokong, yang direncanakan untuk Challenger, karena tertumbuk mesin derek. Selain itu, tim NASA juga menuduh para pekerja kurang terlatih, tidak mengikuti prosedur kerja, dan sering lalai melaporkan problem yang ditemui. NASA mengatakan roket penyokong yang tertumbuk derek itu tak dipakai, dan masih ada di gudang Morton Thiocol. Seorang rekayasawan NASA, yang tak mau disebut nama, memperkirakan kebocoran terjadi karena adanya keletihan logam (metalfatigue). Dugaannya didasarkan kebocoran terjadi pada saat pesawat memasuki daerah kritis aerodinamik, yaitu pada saat guncangan dan tekanan akibat gesekan udara mencapai titik maksimum. Kebocoran itulah yang menyebabkan timbulnya semburan api bersuhu 6.000 derajat Celsius, yang bagai sebuah las merobek tangki bahan bakar cair. Sedangkan ledakan diakibatkan oleh percampuran lebih dari sejuta liter hidrogen cair yang dibawa pesawat dan oksigen. Kendati begitu, NASA menolak memastikan roket penyokong sebagai sumber bencana. Kepala humas NASA, Hugh Harris, menyatakan, "Kesimpulan penyebab kecelakaan baru dapat diberikan setelah penelitian selesai dilakukan." Guna menguak misteri penyebab kecelakaan, 12 kapal, 9 helikopter, dan 4 pesawat terbang terus beroperasi mengumpulkan reruntuhan pesawat nahas itu di Samudra Atlantik. Dalam 6 hari operasi, telah ditemukan reruntuhan yang cukup banyak. Di antaranya, sebuah puing berbentuk kerucut berdiameter 4 m dengan berat 5 ton. Diduga bagian depan tubuh Challenger. Penemuan reruntuhan yang lebih besar dari dugaan semula ini menyebabkan para petugas makin bersemangat. Dengan anggapan bahwa kabin pesawat dilindungi bahan yang mampu menyerap daya ledakan, timbul harapan akan adanya kemungkinan mendapatkan sisa para awak. Karena itu, pemerintah AS mengerahkan segenap kemampuan teknologinya untuk membantu usaha pencarian ini. Termasuk penggunaan dua buah robot selam. Tugas pertama robot ini adalah untuk mengetahui secara pasti apakah sebuah benda di dasar laut sedalam 45 m, sekitar 45 km lepas pantai Daytona, merupakan bagian dari Challenger. Kamera TV di kedua robot diharapkan dapat segera memberi jawaban pasti. Sejauh ini kemajuan yang dicapai adalah ditemukannya dua buah reruntuhan sayap, sebagian tubuh Challenger, dan ujung roket penyokong. Penemuan itu telah membantu para ahli mendapatkan sejumlah kesimpulan. Misalnya, ditemukannya sistem pemisah roket penyokong yang masih utuh membuktikan para awak pesawat tak menyadari adanya kelainan pada roket penyokong. Operasi pencarian reruntuhan dan upaya para ahli untuk menemukan penyebab bencana sempat terhenti sejenak pada 31 Januari lalu, ketika Presiden Reagan mengadakan kunjungan duka ke Johnson Space Center. Tak kurang dari 10.000 orang hadir memenuhi lapangan di tempat tujuh pahlawan bangsa mereka berlatih. Seorang rekan antariksawan membacakan ayat-ayat Injil dan seorang pendeta -- yang juga menjadi ayah seorang astronaut -- memimpin upacara itu dengan khidmat. Pada upacara di Houston itu tampak hadir wakil negara lain. "Pesawat ulang alik tak hanya penting bagi AS, tapi bagi seluruh dunia," kata antariksawan Arab Saudi, Pangeran Sultan bin Salman Al Saud. Ia hadir pada upacara itu bersama 100 antariksawan AS. Raja Hussein dari Yordania menyempatkan diri mengirimkan sebuah karangan bunga anggrek putih sebagai tanda ikut berduka. Pemanfaatan ruang angkasa bagi kepentingan manusia memang tak terbatas pada bangsa Amerika atau Rusia saja. Karena itu, kegagalannya dirasakan juga oleh seluruh bangsa. Bahkan Indonesia merasakannya secara langsung. Bisa diduga, peluncuran satelit Palapa B-3 dan Dr. Pratiwi, 24 Juni nanti, akan tertunda. "Peluncuran astronaut Indonesia paling cepat bisa dilakukan enam bulan mendatang," kata dr. R. Sunaryo, Ketua Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), yang juga merangkap sebagai Wakil Ketua Tim Pembinaan dan Persiapan Antariksawan Indonesia (TPPAI). Tapi, "Selama tak ada surat penundaan resmi dari NASA dan pemerintah, persiapan kami jalan terus," katanya. Dalam jadwal TPPAI, Pratiwi dan Taufik Akbar direncanakan berangkat ke NASA untuk latihan antariksawan, 4 Maret nanti. Mulai Senin lalu, keduanya berkantor di BPPT untuk melakukan studi berdasarkan buku yang diberikan NASA. Keduanya telah, secara resmi, mengatakan kepada Menteri Parpostel A. Tahir, tentang tekad mereka untuk tetap mengikuti program TPPAI. "Mati 'kan bisa di mana saja," kata Pratiwi. Taufik Akbar pun mengemukakan hal senada. Keduanya diasuransikan Rp 100 juta pada sebuah perusahaan asuransi swasta nasional. Yang jadi persoalan sekarang adalah ketidakjelasan status mereka, apakah latihan diundur atau tidak. "Secara resmi belum ada penundaan, karena kami masih sibuk mengatasi musibah Challenger," kata Don Bourque, petugas NASA yang bertanggungjawab atas program payload specialist kepada TEMPO. Secara pribadi, ia memperkirakan akan terjadi penundaan. Lamanya belum diketahui. "Tergantung hasil penelitian tim penyebab musibah Challenger," katanya. Ia berharap pengumuman resmi tentang ini dapat diputuskan sebelum 4 Maret. Kalaupun keputusan belum keluar, Bourque menyatakan pihaknya siap menjalankan program latihan sesuai dengan rencana. "Soalnya, latihan berlaku untuk satu tahun," katanya. Maksudnya: kedua calon antariksawan ini tak perlu berlatih lagi seandainya pengunduran keberangkatan ditunda kurang dari satu tahun. Sebagai contoh ia menunjuk pada kehadiran payload specialist asal Inggris, Letkol Nigel Wood, di NASA bersama cadangannya Richard Farrimond, sejak 31 Januari lalu. Kehadiran Wood adalah dalam upaya berlatih mengoperasikan satelit militer Inggris yang akan dibawa bersama Palapa B-3. Seandainya penundaan berlangsung sampai dua tahun, seperti diperkirakan direktur eksekutif komite nasional ruang angkasa AS, Marcia Smith, pihak Perumtel bisa berdebar-debar. Pasalnya, mulai Maret nanti Palapa A-2 harus dibuang, terpaksa Palapa B-1 akan berada di atas tanpa cadangan. Bila keadaan normal, Palapa B-1 bisa bertahan hingga 1989, tapi kalau ada guncangan seperti Agustus tahun lalu? Jaringan komunikasi kita akan terganggu. Bambang Harymurti Laporan P. Nasution (Washington) dan A Luqman (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus