Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Presentasi Eric Tremblay, peneliti di École Polytechnique Fédérale de Lausanne di Swiss, menyedot perhatian peserta di pertemuan tahunan American Association for the Advancement of Science di San Jose, California, 13 Februari lalu. Tremblay mengenalkan lensa kontak mata yang mempunyai kemampuan teleskopik.
Lensa kontak ini menggunakan teleskop tipis yang di dalamnya ada lensa setebal 1,55 milimeter dan cermin yang memantulkan cahaya. Hasilnya, lensa kontak ini dapat memperbesar benda sebanyak 2,8 kali. Lensa tersebut ditempel dengan film polarisasi dan sensor yang berinteraksi dengan kontak mata. Hal ini memungkinkan pemakainya beralih antara visi diperbesar dan normal. "Cukup satu kedipan," kata Tremblay.
Dia mengatakan penelitian terhadap lensa teleskopik pertama sebenarnya dimulai sejak 2009. Bahkan sudah pernah diluncurkan dua tahun lalu. Kini proyek Tremblay didanai Defense Advanced Research Projects Agency Pentagon. Tujuannya agar tentara Amerika Serikat mampu melihat gambar maya sambil tetap sadar dengan lingkungan terdekat mereka.
Lensa dibuat dari beberapa bahan, dari plastik, cermin aluminium, lem biologis yang aman, sampai film tipis polarisasi yang dipotong tepat. Semuanya dipasang dan dirakit dengan presisi tinggi. Setiap lensa memiliki saluran udara kecil yang lebarnya 0,1 milimeter. Lubang itu memungkinkan adanya aliran oksigen, yang sangat penting untuk lensa.
Tremblay mengatakan teknologi itu bisa digunakan oleh orang paruh baya yang menderita kerusakan pada mata, berupa degenerasi makula yang berhubungan dengan usia seseorang (AMD). Ini bentuk kerusakan pada pusat retina yang membuat manusia sulit melihat lurus ke depan. Kerusakan makula menjadi penyebab utama kebutaan di Amerika Utara, terutama pada orang yang usianya di atas 55 tahun.
Kritik muncul dari Dr Derek MacDonald, juru bicara Asosiasi Dokter Mata Ontario. Dia mengatakan penggunaan lensa ini bukan tanpa risiko. "Ini bisa sangat merusak dalam hal kegiatan sehari-hari, seperti mengemudi, membaca, dan mengenali wajah," ujarnya.
Menurut dia, teknologi seperti lensa kontak zooming harus dianggap sebagai alat bagi individu yang sudah menderita kehilangan penglihatan. Dia memastikan lensa itu bukan untuk pengobatan penyakit ini. "Ini seperti karya yang berusaha agar sebagian besar pasien memiliki."
Sementara itu, Profesor Chris Hull, Kepala Divisi Optometry dan Ilmu Visual di City University, London, mengatakan sebaliknya. Menurut dia, perangkat teleskopik ini akan membantu mereka yang mempunyai gangguan penglihatan. "Lensa kontak teleskopik switchable adalah teknologi menarik, tapi harus bersaing dengan teknologi rehabilitasi low vision dalam hal kinerja klinis dan biaya."
Tremblay mengatakan lensa kontak teleskopik masih dalam tahap penelitian. Sampai kini, baru lima orang yang telah menguji lensa itu. Lensa tersebut pun hanya dapat dipakai selama beberapa menit pada suatu waktu. Menjaga aliran oksigen dalam lensa-agar bisa digunakan dalam jangka waktu lama-akan menjadi prioritas penelitian. "Kami masih memiliki cukup cara untuk melanjutkannya."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo