Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Sains

Membedah Apa Itu Gerhana Matahari Hibrida: Bakal Hadir 20 April

Gerhana Matahari Hibrida merupakan salah satu fenomena astronomi langka yang akan mengunjungi langit Indonesia. Apakah itu?

16 April 2023 | 17.52 WIB

Gerhana matahari dalam fase cincin beberapa waktu lalu, dipotret dari Balikpapan, Kalimantan Timur. Kredit: Novi Abdi/Antara
Perbesar
Gerhana matahari dalam fase cincin beberapa waktu lalu, dipotret dari Balikpapan, Kalimantan Timur. Kredit: Novi Abdi/Antara

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Pada 20 April 2023 mendatang, langit Indonesia akan disuguhkan pemandangan menakjubkan dari kemunculan Gerhana Matahari Hibrida. Fenomena ini juga disebut dapat membuka peluang kolaborasi multidisiplin ilmu. Lantas, apakah sejatinya gerhana matahari hibrida tersebut?  

Mengenal Gerhana Matahari Hibrida

Melansir dari laman Badan Riset dan Inovasi Nasional atau BRIN, Gerhana Matahari Hibrida merupakan peristiwa yang terjadi ketika dalam satu waktu fenomena gerhana ada daerah yang mengalami Gerhana Matahari Total dan ada pula yang mengalami Gerhana Matahari Cincin. Namun demikian, hal ini bergantung dari lokasi pengamat.  

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Kejadian tersebut disebabkan oleh kelengkungan Bumi. Indonesia sendiri sudah mengalami gerhana matahari beberapa kali yaitu pada tahun 1983 terjadi Gerhana Matahari Total, Gerhana Matahari Cincin tahun 2019, dan Gerhana Matahari Total tahun 2016. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut laman Observatorium Bosscha ITB, bosscha.itb.ac.id, ada kalanya jarak Bulan tertentu menghasilkan bayangan umbra yang tidak cukup panjang untuk sampai di seluruh bagian permukaan Bumi. Oleh karena itu, akan ada bagian yang hanya mendapatkan bayangan antumbra.  

Jika hal ini terjadi, gerhana matahari dapat dimulai sebagai gerhana cincin, lalu kemudian berubah menjadi gerhana total, kemudian berakhir kembali sebagai gerhana cincin. Itulah yang dinamakan sebagai gerhana matahari hibrida. 

Gerhana Matahari hibrida cukup jarang terjadi, hanya sekitar satu kali setiap dekade. Faktor utamanya adalah jarak Bulan dan Matahari terhadap Bumi yang cenderung stabil. Ketika jarak Bulan dan Bumi sedang relatif dekat, hanya umbra yang jatuh di permukaan Bumi sehingga terciptalah gerhana Matahari total. Sedangkan ketika jarak antara keduanya sedang relatif jauh, antumbra akan ikut jatuh di permukaan Bumi dan menciptakan gerhana matahari cincin. 

Nyatanya, jarak Bulan dan Matahari terhadap Bumi dapat beberapa kali berubah dalam satu waktu seperti ketika gerhana Matahari hibrida terjadi. Rentang jarak yang diperlukan agar terjadi jenis gerhana matahari itu sangatlah sempit. Sebagian besar konfigurasi gerhana tidak cocok untuk gerhana Matahari hibrida. 

Fenomena Langka di Langit Indonesia

Kehadiran gerhana matahari hibrida di tanah air dijelaskan langsung oleh Kepala Kepala Pusat Riset Antariksa BRIN, Emanuel Sungging. 

Fenomena yang cukup langka terjadi ini menjadi momen baik...
 

"Pada 20 April 2023 nanti akan ada Gerhana Matahari Hibrida" jelas Sungging. Ia menyebut fenomena yang cukup langka terjadi ini menjadi momen yang baik untuk dilakukan riset antariksa. Sungging juga menyebut bahwa riset disiplin ilmu lain dapat memanfaatkan momen yang langka ini untuk penelitian terkait disiplin ilmu masing-masing.  

Peneliti ahli madya BRIN tersebut mencontohkan, peneliti dari disiplin ilmu hayati dapat ikut meneliti apakah ada pengaruh proses terjadinya gerhana matahari terhadap perilaku makhluk hidup baik itu tumbuhan atau hewan. 

Sebagai informasi, Gerhana Matahari Hibrida yang akan terjadi pada 20 April 2023 nanti akan berlangsung selama 3 jam 5 menit mulai dari durasi kontak awal hingga akhir jika diamati dari Biak, dengan durasi fase tertutup total 58 detik.  

Sementara itu jika diamati dari Jakarta, durasi dari kontak awal hingga akhir adalah 2 jam 37 menit. Namun jika diamati dari Jakarta, persentase tertutupnya matahari hanya sebesar 39%. 

Premana W. Premadi, Dosen Astronomi dari Institut Teknologi Bandung atau ITB mengingatkan bagi yang ingin melakukan pengamatan, jangan sekali-kali melihat secara kasat mata ke arah Matahari ataupun fenomena yang menyertainya seperti Gerhana Matahari.  

"Apalagi jika menggunakan peranti optis seperti binokuler atau teleskop, harus disertai dengan filter khusus matahari (solar filter). Pengamatan tanpa filter matahari dapat membuat gangguan kesehatan mata secara serius, bahkan pada taraf tertentu dapat menyebabkan kebutaan," tegas mantan Kepala Observatorium Bosscha ITB ihwal gerhana matahari hibrida itu.

TIM TEMPO 

Pilihan editor : Berburu Gerhana Matahari Total 20 April, Tim Itera Bertolak Hari Ini
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik Tempo.co Update untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus