Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

Membuka Rahasia Cakar Ayam

Penggunaan sistem 'cakar ayam' pada proyek Jakarta Internasional Airport di Cengkareng. Proyek ini dikerjakan perusahaan Prancis Sainrapt Etbrice. sistem pondasi cakar ayam penemuan prof.ir. Sediatmo.(tek)

15 November 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HARI itu, 27 Oktober 1980, pemerintah akhirnya menunjuk perusahaan Prancis Sainrapt et Brice sebagai pemenang tender untuk calon Jakarta International Airport (JIA). Proyek ini terletak di Cengkareng, sekitar 20 km dari Jakarta. Sainrapt telah menyisihkan empat saingan dari Prancis juga. Proyek ini memang mendapat kredit 900 juta Franc dari pemerintah Prancis. Dan Sainrapt, yang mengajukan penawaran Rp 340, milyar, akan ikut mempekerjakan 6 perusahaan Indonesia. Yang unik dalam pembangunan proyek JIA ini adalah penggunaan sistem pondasi 'cakar ayam' (CA), hasil penemuan Prof. Ir. Sediatmo. Yakni untuk runway, taxiway dan apron calon bandar udara itu. "Disain untuk itu sudah kami serahkan semuanya," kata Ir. Riyanto P. Hadmodjo, Dir-Ut PT Cakar Bumi, sebuah perusahaan konsultan dan disain di bidang konstruksi pondasi, khusus untuk sistem CA. Cukup 15 Cm Sejak semula pemerintah Indonesia sudah mensyaratkan penggunaan sistem CA dalam pembangunan proyek J IA. Setiap peserta tender diharuskan mengajukan rencana biaya berdasarkan penggunaan sistem itu yang diperkirakan pasti bisa membantu menurunkan harga proyek J IA. "Bahkan penurunan seluruh biaya bisa mencapai Rp 10 milyar," ucap Wasito, Ketua Panitia Tender. Soalnya ialah untuk slab (lapisan permukaan beton bertulang), Sainrapt merencanakan ketebalan 25 cm, padahal menurut perhitungan Sediatmo, cukup 15 cm saja. Tapi di kantornya Riyanto memperlihatkan sebuah surat keputusan dari Menteri Perhubungan yang menetapkan bahwa dalam proyek JIA digunakan sistem CA dengan ketebalan plat 20 cm untuk runway dan 17 cm untuk landasan lainnya. "Ini pun masih terlalu tebal," komentar Riyanto, "karena saya yakin ketebalan 15 cm sudah cukup kuat." Sainrapt et Brice bukan mengajukan harga termurah. Dumez TP tampil dengan harga Rp304,754 milyar dan Bouygues dengan harga Rp 316 milyar. Tapi bagi komponen yang mencakup sistem CA, Sainrapt mengajukan harga termurah dan berbanding wajar dengan komponen lainnya. Ini agaknya mencerminkan tanggapan positif mereka terhadap sistem penemuan Indonesia itu. Meski pun kalah dalam tender, Ir. Sartomo Sarsito, Dir-Ut PT Yala Persada Angkasa, tetap memberi tanggapan positif terhadap sistem pondasi CA. Perusahaannya bersama empat perusahaan nasional lainnya bergabung dengan Spie Batignolles dari Prancis dalam tender itu. "Salah satu keistimewaan sistem CA ialah landasannya tetap datar. Sistemnya yang menggunakan beton tanpa sambungan memungkinkan hal itu," jelas Sartomo. PT YPA di bawah panji Angkatan Laut semula mqnyelesaikan pengembangan lapangan udara Juanda di Surabaya. Perluasan apron 1.200 m2 di sana menggunakan sistem CA. "Apron Juanda saja yang 100 kali lebih kecil dari Cengkareng sudah terbukti dapat menampung pesawat ukuran DC-9 dan DC-10," ujarnya. Konsultan Aeroport de Paris (AP) yang akhirnya mendisain seluruh rencana JIA itu semula enggan menerapkan sistem CA itu setelah mereka memperhitungkannya dengan bantuan komputer. Angka ketebalan 25 cm berasal dari studi itu. "Ini proyek kami terbesar setelah lapangan terbang Charles de Gaulle di Paris," ungkap Ph. Gufflet, manajer proyek AP. Tapi ia menolak memberi tanggapannya terhadap sistem CA. "Saya tidak punya pendapat mengenai itu," ujarnya. "Soalnya itu tidak pernah dipergunakan sebelumnya." Biasanya AP menggunakan konstruksi konvensional yang telah maju. "Tapi karena pemerintah Indonesia mau pakai cakar ayam, yah kita lakukan," ujar Gufflet. Dua perusahaan konsultan lainnya juga memberi jasa mereka dalam tahap persiapan pengolahan proyek JIA: Parsons Overseas Corp. dari Pasadena (AS) dan Aviation Planning Services (APS) dari Montreal, Kanada. Parsons merencanakan lalu lintas udarayangdiproyeksikan menjelang tahun 1990. Ini penting untuk menentukan lokasi lapangan terbang Cengkareng. Berdasarkan studi itu tujuh alternatif lokasi diajukan dan akhirnya pilihan jatuh pada lokasi yang kini. "Kami mengetahui tentang sistem CA semata-mata dari literatur," kata Forrest C. Six, wakil direktur utama Parsons pada TEMPO "Kami tidak punya pengalaman langsung dengan konstruksi itu, maka kami tidak bisa memberi penilaian tentang untung rugi pemakaiannya dalam proyek Cengkareng." Juga Mr. McConachie, direktur utama APS dari Montreal menyatakan mereka belum punya pengetahuan khusus tentang CA, dan tidak bisa memberikan pendapatnya. Tapi di Indonesia ada suara lain. "Mestinya untuk membuktikan apakah betul konstruksi cakar ayam ini cara yang baik dan lebih murah, ada dua perhitungan yang dapat dibanding," ujar Prof. Dr Ir. Roosseno. "Sediatmo sendiri belum memberi perhitungan secara ilmiah," ujar ahli konstruksi beton Yang sudah 72 tahun itu. Ia "baru memberi structure feeling-nya saja," sambungnya. Tapi, menurut Roosseno, konstruksi CA bisa dihitung: "dengan Finite Element Method dan menggunakan komputer," jelasnya. "Tapi saya sendiri tidak diminta untuk menghitung." Roosseno berpendapat pemerintah scy()gyanyamendengarkan pikiran Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia (HA Kl). "Apakah konstruksi itu tahan memikul muatan dinamis? Juga ada faktor benturan mendadak," kata Roosseno. Ia berbicara seraya tangannya menggambarkan pesawat yang mau mendarat. Bahwa ada pendapat sistem CA belum diperhitungkan secara ilmiah, Riyanto menanggapinya Sistem CA punya rumus-rumus yang pasti dan ada perhitungannya. Tapi sampai saat ini formula dan segala perhitungannya masih dirahasiakan. "Yang mengetahui formula itu hanya Pak Sediatmo dan saya sendiri," ujarnya. Selanjutnya Riyanto menerangkan sistem pondasi lain terutama mendasarkan perhitungannya atas faktor daya dukung dan daya Icngket tanah. "Sistem CA justru menggunakan faktor tekanan pasif tanah," katanya. Yaitu tekanan tanah ke arah samping bila ada beban di atas permukaannya. Plat beton, sebagai unsur utama dalam sistem CA —li permukaan tanah, harus kaku. Untuk membuatnya menjadi kaku, di bawahnya diletakkan sejumlah besar pipa beton yang ditanamkan ke dalam tanah. Pipa-pipa inilah yang menangkap daya tekanan pasif apabila di atas plat diletakkan beban. Karena ada tekanan pasif itu pipa-pipa beton itu akan tetap di tempatl-ya hingga plat beton di atasnya juga akan tetap kaku --tidak mliyar-mliyur. "Inilah sebenarnya rahasia Cakar Ayam," ucap Riyanto. Bagi Sediatmo dan CA-nya, jalan menuju sukses tidak ringan. Sejak ia menemukan konstruksi CA di tahun 1962, banyak waktu dipergunakannya untuk mengembangkan dan mempromosikan sistemnya itu. Baru kini sampai pada tahap menentukan, dengan proyek JIA Cengkareng. Meski sudah puluhan konstruksi CA seperti landasan lapangan terbang, berdiri kokoh, sistemnya itu sampai hari ini masih banyak menimbulkan kontroversi pendapat dalam penerapannya Terutama tentunya karena sistem tersebut belum dikembangkan di negeri Barat, sedang penemunya bukan insinyur sipil. Menurut Sediatmo -- yang tahun 1975 dianugerahi Bintang Mahaputra Kelas I--memang perhitungannya tidak diketahui, termasuk oleh ahli konstruksi beton Ini hanya bisa dipahami orang dari tenaga air. "Saya ini orang dari tenaga air," ujarnya. Sediatmo menamakan penemuannya suatu "pemikiran revolusioner".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus