Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
HARI itu, 27 Oktober 1980, pemerintah akhirnya menunjuk
perusahaan Prancis Sainrapt et Brice sebagai pemenang tender
untuk calon Jakarta International Airport (JIA). Proyek ini
terletak di Cengkareng, sekitar 20 km dari Jakarta.
Sainrapt telah menyisihkan empat saingan dari Prancis juga.
Proyek ini memang mendapat kredit 900 juta Franc dari pemerintah
Prancis. Dan Sainrapt, yang mengajukan penawaran Rp 340, milyar,
akan ikut mempekerjakan 6 perusahaan Indonesia.
Yang unik dalam pembangunan proyek JIA ini adalah penggunaan
sistem pondasi 'cakar ayam' (CA), hasil penemuan Prof. Ir.
Sediatmo. Yakni untuk runway, taxiway dan apron calon bandar
udara itu. "Disain untuk itu sudah kami serahkan semuanya," kata
Ir. Riyanto P. Hadmodjo, Dir-Ut PT Cakar Bumi, sebuah perusahaan
konsultan dan disain di bidang konstruksi pondasi, khusus untuk
sistem CA.
Cukup 15 Cm
Sejak semula pemerintah Indonesia sudah mensyaratkan
penggunaan sistem CA dalam pembangunan proyek J IA. Setiap
peserta tender diharuskan mengajukan rencana biaya berdasarkan
penggunaan sistem itu yang diperkirakan pasti bisa membantu
menurunkan harga proyek J IA. "Bahkan penurunan seluruh biaya
bisa mencapai Rp 10 milyar," ucap Wasito, Ketua Panitia Tender.
Soalnya ialah untuk slab (lapisan permukaan beton bertulang),
Sainrapt merencanakan ketebalan 25 cm, padahal menurut
perhitungan Sediatmo, cukup 15 cm saja.
Tapi di kantornya Riyanto memperlihatkan sebuah surat
keputusan dari Menteri Perhubungan yang menetapkan bahwa dalam
proyek JIA digunakan sistem CA dengan ketebalan plat 20 cm untuk
runway dan 17 cm untuk landasan lainnya. "Ini pun masih terlalu
tebal," komentar Riyanto, "karena saya yakin ketebalan 15 cm
sudah cukup kuat."
Sainrapt et Brice bukan mengajukan harga termurah. Dumez TP
tampil dengan harga Rp304,754 milyar dan Bouygues dengan harga
Rp 316 milyar. Tapi bagi komponen yang mencakup sistem CA,
Sainrapt mengajukan harga termurah dan berbanding wajar dengan
komponen lainnya. Ini agaknya mencerminkan tanggapan positif
mereka terhadap sistem penemuan Indonesia itu.
Meski pun kalah dalam tender, Ir. Sartomo Sarsito, Dir-Ut PT
Yala Persada Angkasa, tetap memberi tanggapan positif terhadap
sistem pondasi CA. Perusahaannya bersama empat perusahaan
nasional lainnya bergabung dengan Spie Batignolles dari Prancis
dalam tender itu. "Salah satu keistimewaan sistem CA ialah
landasannya tetap datar. Sistemnya yang menggunakan beton tanpa
sambungan memungkinkan hal itu," jelas Sartomo.
PT YPA di bawah panji Angkatan Laut semula mqnyelesaikan
pengembangan lapangan udara Juanda di Surabaya. Perluasan apron
1.200 m2 di sana menggunakan sistem CA. "Apron Juanda saja yang
100 kali lebih kecil dari Cengkareng sudah terbukti dapat
menampung pesawat ukuran DC-9 dan DC-10," ujarnya.
Konsultan Aeroport de Paris (AP) yang akhirnya mendisain
seluruh rencana JIA itu semula enggan menerapkan sistem CA itu
setelah mereka memperhitungkannya dengan bantuan komputer. Angka
ketebalan 25 cm berasal dari studi itu. "Ini proyek kami
terbesar setelah lapangan terbang Charles de Gaulle di Paris,"
ungkap Ph. Gufflet, manajer proyek AP.
Tapi ia menolak memberi tanggapannya terhadap sistem CA.
"Saya tidak punya pendapat mengenai itu," ujarnya. "Soalnya
itu tidak pernah dipergunakan sebelumnya." Biasanya AP
menggunakan konstruksi konvensional yang telah maju. "Tapi
karena pemerintah Indonesia mau pakai cakar ayam, yah kita
lakukan," ujar Gufflet.
Dua perusahaan konsultan lainnya juga memberi jasa mereka
dalam tahap persiapan pengolahan proyek JIA: Parsons Overseas
Corp. dari Pasadena (AS) dan Aviation Planning Services (APS)
dari Montreal, Kanada. Parsons merencanakan lalu lintas
udarayangdiproyeksikan menjelang tahun 1990. Ini penting untuk
menentukan lokasi lapangan terbang Cengkareng.
Berdasarkan studi itu tujuh alternatif lokasi diajukan dan
akhirnya pilihan jatuh pada lokasi yang kini. "Kami mengetahui
tentang sistem CA semata-mata dari literatur," kata Forrest C.
Six, wakil direktur utama Parsons pada TEMPO "Kami tidak punya
pengalaman langsung dengan konstruksi itu, maka kami tidak bisa
memberi penilaian tentang untung rugi pemakaiannya dalam proyek
Cengkareng."
Juga Mr. McConachie, direktur utama APS dari Montreal
menyatakan mereka belum punya pengetahuan khusus tentang CA, dan
tidak bisa memberikan pendapatnya. Tapi di Indonesia ada suara
lain.
"Mestinya untuk membuktikan apakah betul konstruksi cakar
ayam ini cara yang baik dan lebih murah, ada dua perhitungan
yang dapat dibanding," ujar Prof. Dr Ir. Roosseno. "Sediatmo
sendiri belum memberi perhitungan secara ilmiah," ujar ahli
konstruksi beton Yang sudah 72 tahun itu. Ia "baru memberi
structure feeling-nya saja," sambungnya.
Tapi, menurut Roosseno, konstruksi CA bisa dihitung: "dengan
Finite Element Method dan menggunakan komputer," jelasnya. "Tapi
saya sendiri tidak diminta untuk menghitung."
Roosseno berpendapat pemerintah scy()gyanyamendengarkan
pikiran Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia (HA Kl). "Apakah
konstruksi itu tahan memikul muatan dinamis? Juga ada faktor
benturan mendadak," kata Roosseno. Ia berbicara seraya tangannya
menggambarkan pesawat yang mau mendarat.
Bahwa ada pendapat sistem CA belum diperhitungkan secara
ilmiah, Riyanto menanggapinya Sistem CA punya rumus-rumus yang
pasti dan ada perhitungannya. Tapi sampai saat ini formula dan
segala perhitungannya masih dirahasiakan. "Yang mengetahui
formula itu hanya Pak Sediatmo dan saya sendiri," ujarnya.
Selanjutnya Riyanto menerangkan sistem pondasi lain terutama
mendasarkan perhitungannya atas faktor daya dukung dan daya
Icngket tanah. "Sistem CA justru menggunakan faktor tekanan
pasif tanah," katanya. Yaitu tekanan tanah ke arah samping bila
ada beban di atas permukaannya. Plat beton, sebagai unsur utama
dalam sistem CA —li permukaan tanah, harus kaku.
Untuk membuatnya menjadi kaku, di bawahnya diletakkan
sejumlah besar pipa beton yang ditanamkan ke dalam tanah.
Pipa-pipa inilah yang menangkap daya tekanan pasif apabila di
atas plat diletakkan beban. Karena ada tekanan pasif itu
pipa-pipa beton itu akan tetap di tempatl-ya hingga plat beton
di atasnya juga akan tetap kaku --tidak mliyar-mliyur. "Inilah
sebenarnya rahasia Cakar Ayam," ucap Riyanto.
Bagi Sediatmo dan CA-nya, jalan menuju sukses tidak ringan.
Sejak ia menemukan konstruksi CA di tahun 1962, banyak waktu
dipergunakannya untuk mengembangkan dan mempromosikan sistemnya
itu. Baru kini sampai pada tahap menentukan, dengan proyek JIA
Cengkareng. Meski sudah puluhan konstruksi CA seperti landasan
lapangan terbang, berdiri kokoh, sistemnya itu sampai hari ini
masih banyak menimbulkan kontroversi pendapat dalam penerapannya
Terutama tentunya karena sistem tersebut belum dikembangkan di
negeri Barat, sedang penemunya bukan insinyur sipil.
Menurut Sediatmo -- yang tahun 1975 dianugerahi Bintang
Mahaputra Kelas I--memang perhitungannya tidak diketahui,
termasuk oleh ahli konstruksi beton Ini hanya bisa dipahami
orang dari tenaga air. "Saya ini orang dari tenaga air,"
ujarnya. Sediatmo menamakan penemuannya suatu "pemikiran
revolusioner".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo