Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kotoran manusia ternyata ada gunanya juga. Setidaknya bagi para pakar arkeologi. Dengan mempelajari kotoran manusia yang mengandung stanol--senyawa kimia penting yang terdapat dalam membran sel tanaman tertentu--mereka bisa menentukan besaran populasi pada suatu wilayah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Temuan baru tersebut dipaparkan dalam penelitian yang dilakukan oleh ilmuwan di Universitas Binghamton, State University, New York, Amerika Serikat. Penelitian berjudul An evaluation of fecal stanols as indicators of population change at Cahokia, Illinois, itu diterbitkan dalam Journal of Archaeological Science, dua pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Para arkeolog baru saja menemukan cara bagaimana zat yang ada dalam tubuh manusia, seperti kotoran yang mengandung stanol, dapat memberi informasi ihwal besaran populasi manusia di suatu wilayah tertentu di masa lalu," ucap Carl Lipo, guru besar antropologi di Universitas Binghamton.
Lipo menambahkan, dalam mempelajari kondisi masyarakat zaman dahulu, biasanya dilakukan pengurukan secara kasar dengan melihat permukiman ataupun perkakas peninggalan mereka. "Tapi cara seperti itu banyak kelemahannya. Sebab, peninggalan itu bisa saja secara langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan besarnya populasi masyarakat tertentu," katanya.
Nah, kotoran yang mengandung stanol jauh lebih akurat dalam menentukan jumlah populasi suatu wilayah dan kebiasaan hidup mereka. Molekul organik yang ada dalam tubuh manusia ini dapat ditemukan dalam endapan, baik di darat maupun perairan, yang telah berumur ratusan bahkan ribuan tahun silam.
Bekerja sama dengan sejawat di California State University Long Beach, Lipo juga mempelajari bagaimana perubahan populasi di wilayah permukiman bernama Cahokia, yang berjarak beberapa kilometer dari St. Louis. Ini merupakan salah satu situs populasi prasejarah terbesar di Amerika Utara, yang ada antara 600 dan 1.500 tahun silam.
"Kotoran manusia yang mengandung stanol bisa menentukan keberadaan manusia secara akurat di lingkungan tempat tinggalnya," ucap Lipo. "Walau studi ini memberikan hasil yang memuaskan di lingkungan berudara dingin, ketika kami coba di wilayah yang lebih hangat, ternyata juga membuahkan hasil. Artinya, penemuan kami ini bisa diterapkan di seluruh bagian bumi ini."
Dalam studinya, Lipo meneliti kotoran manusia yang mengandung stanol di danau dekat Cahokia. Hasilnya, mereka menemukan bahwa jumlah populasi di wilayah tersebut cukup banyak pada awalnya, tapi secara perlahan berkurang. "Temuan ini bertolak belakang dengan anggapan awal bahwa populasi di Cahokia punah seketika akibat banjir bandang. Padahal, kepunahan mereka secara berangsur-angsur," ujar Lipo.
Lipo menyarankan agar metode dalam menentukan perubahan populasi suatu wilayah ini juga dapat digunakan di tempat lain. Lipo dan Molly Patterson, asisten guru besar geologi di Universitas Binghamton, kini tengah mengembangkan teknik serupa di Binghamton.
"Selama ini orang beranggapan populasi zaman purba musnah akibat bencana atau musibah," ujar Lipo. "Cahokia merupakan contoh nyata. Populasi di sana tidak hilang dalam sekejap, melainkan berkurang secara perlahan, bahkan dalam hitungan ratusan tahun. Banjir sepertinya tak terlalu berpengaruh terhadap jumlah populasi di wilayah tersebut." SCIENCE DAILY | PHYS | AFRILIA SURYANIS
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo