Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tim dosen Institut Teknologi Bandung (ITB) berhasil membuat alat sterilisasi masker N95 agar bisa dipakai ulang petugas medis. Lewat teknik ionisasi udara, masker dimasukkan ke kabin sterilisasi sebelum dapat digunakan kembali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Proses sterilisasi dilakukan untuk menyiasati masalah kekurangan alat pelindung diri (APD) saat wabah corona. Berbentuk kabin dengan dinding tembus pandang, alat itu telah diuji coba di Rumah Sakit Umum Pusat Hasan Sadikin Bandung, pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Pengujian tak memakai paparan spesimen virus corona atau virus lain," kata Nucki Hidajat Nursjamsi, Direktur Medik dan Keperawatan Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. Nucki menambahkan, pengujian dilakukan untuk melihat kekuatan pori-pori masker setelah disterilkan.
Pengujian difokuskan pada kekuatan bahan saringan jika masker ingin dipakai ulang. "Efek sterilisasi terhadap sistem jaringan pori-pori maskernya berjalan baik atau tidak," kata dia saat dihubungi sebelum pengujian. Jika sterilisasi tak merusak saringan, masker bisa dipakai ulang.
Ihwal ketahanan terhadap virus corona, pihak rumah sakit tidak menguji masker sterilisasi dengan paparan virus apa pun. "Karena kami yakin dari uji laboratorium bahwa masker N95 tidak dapat ditembus oleh virus," ujar dia. Pengujian dilakukan berlandaskan riset peneliti lain.
Jika uji coba sterilisasi berhasil, RS Hasan Sadikin tak langsung memakai masker hasil sterilisasi itu. "Sebagai pilihan terakhir saja saat stok masker N95 habis. Itu untuk kondisi darurat," kata Nucki.
Alat sterilisasi ini dibuat oleh tim Laboratorium Energi Terbarukan di Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara ITB. Ketua tim, Yuli Setyo Indartono, mengatakan sterilisasi masker N95 itu menggunakan teknologi ionisasi udara dan penurun kelembapan udara. Berukuran 1 x 1 x 2 meter, kabin dapat menampung 30 masker sekaligus.
Menurut Yuli, dalam siaran pers di laman ITB, pada proses sterilisasi, timnya tak memakai sinar ultraviolet (UV) ataupun pemanasan untuk membunuh bakteri dan kuman. Sebab, cara itu malah dapat merusak kualitas masker N95. Mereka pun memilih metode ionisasi udara.
Alasannya, dari berbagai penelitian ilmiah, ion negatif dapat merusak struktur bakteri dan virus. Selain itu, dipasang alat dehumidifier penurun kelembapan. "Jika kelembapan rendah, udara akan menyerap air dari masker tanpa perlu memanaskan," kata Yuli.
Berdasarkan rekomendasi Kementerian Kesehatan, sterilisasi masker boleh dilakukan dengan beberapa cara. Salah satu caranya adalah masker disimpan dalam kantong kertas dan dibiarkan selama 3-4 hari. Tujuannya, virus akan mati karena tak ada media untuk berkembang biak.
Rekomendasi lainnya adalah masker dipanaskan hingga mencapai suhu 70 derajat Celsius di dalam oven. Rekomendasi terakhir adalah memberikan uap panas. Adapun metode yang tak dianjurkan adalah menggunakan sinar UV karena bisa merusak lapisan masker N95.
Kabin sterilisasi dirancang kedap udara. Di dalamnya terdapat tiga komponen utama, yaitu alat yang menghasilkan ion udara, kipas angin atau fan kecil, dehumidifier, serta timer untuk mengatur waktu sterilisasi. Proses sterilisasi membutuhkan waktu sekitar dua jam.
Kemampuan alat mendekontaminasi bakteri telah diuji di laboratorium mikrobiologi di Sekolah Farmasi ITB. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kabin mampu mendekontaminasi koloni bakteri Staphylococcus aureus dan E. coli pada permukaan kasa hingga 90 persen selama 90 menit. Kedua patogen itu antara lain bisa menyebabkan infeksi kulit dan diare. ANWAR SISWADI | FIRMAN ATMAKUSUMA
Mensterilkan Ulang Masker N95
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo