Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

Mobil Hidrogen Made in Indonesia

Badan Riset dan Inovasi Nasional tancap gas meneliti dan mengembangkan teknologi H2. Era mobil hidrogen dimulai sewindu lagi.

10 Desember 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • BRIN telah melakukan riset dan pengembangan sel bahan bakar untuk kendaraan hidrogen.

  • Ada purwarupa sepeda motor, mobil ringan, mobil golf, dan mobil pribadi berbahan bakar hidrogen.

  • Era kendaraan hidrogen di Indonesia akan dimulai pada 2031 atau sewindu lagi.

LEMBARAN seperti kertas amplas itu, menurut Eniya Listiani Dewi, adalah jantung teknologi fuel cell atau sel bahan bakar untuk kendaraan hidrogen. Profesor riset bidang teknologi proses elektrokimia Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) itu menunjukkan modul sel bahan bakar jenis proton exchange membrane fuell cell (PEMFC) yang ia kembangkan sejak 2004. Dia menamainya ThamriON, dari nama jalan institusinya kala itu, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. “Yang tengah ini membran dan di sisi-sisi ini elektroda,” kata Eniya di Laboratorium Fuel Cell, Kawasan Sains Terpadu BJ Habibie, Serpong, Banten, Rabu, 6 Desember lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Eniya, peneliti senior di Pusat Riset Konversi dan Konservasi Energi BRIN, makin banyak tumpukan lembaran, makin besar kapasitas sel bahan bakar. “Saya mulai buat itu dari 5 watt sampai 100 watt dengan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) 85 persen,” tutur peraih gelar doktor kimia terapan dari Waseda University, Jepang, pada 2003 tersebut. Karena terhambat kendala produksi massal, pengembangannya mentok sampai 100 watt. “Modul yang lebih dari 100 watt menggunakan membran komersial, tapi TKDN-nya 60 persen.”

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada 2009, Eniya dan timnya mengaplikasikan sel bahan bakar yang menghasilkan setrum 500 watt ke sepada motor. Untuk kendaraan roda empat, ia dan timnya memasangkan sel bahan bakar dengan keluaran 1.000 watt pada 2018. “Untuk sepeda motor dan mobil hidrogen ini, kami membeli sel bahan bakarnya,” ucap Eniya, yang mendapat Penghargaan BJ Habibie pada 2010 atas penemuan sel bahan bakar. Purwarupa mobil hidrogen pertama dinamai Levhy karena berbasis mobil listrik ringan asal Cina yang memakai motor listrik 1 kilowatt.

Eniya Listiani Dewi di laboratorium Fuel Cell, Kawasan Sains Terpadu BJ Habibie, Serpong, Banten, 6 Desember 2023/Tempo/Dody Hidayat

Setahun kemudian, Eniya dan tim merancang bangun purwarupa mobil hidrogen kedua dengan memasangkan sel bahan bakar berkapasitas 2.500 watt. Mobil hidrogen yang dinamai Dathu, yang berarti molekul terkecil dalam bahasa Sanskerta, itu berbasis mobil golf dengan motor listrik 3.700 watt. “Listrik untuk motor dipasok dari panel surya 100 watt yang ada di atap mobil golf, sel bahan bakar 2.500 watt, dan sisanya dari baterai,” tutur Eniya. Menurut dia, mereka memperbarui kembali sel bahan bakar stasiun pemancar telepon seluler yang performanya turun.

Selain itu, Eniya melanjutkan, pihaknya tancap gas dalam riset mobil hidrogen ini melalui kerja sama dengan Toyota dalam mengembangkan konversi mobil listrik Toyota C+Pod menjadi mobil hidrogen. “Kami sudah mengubahnya menjadi mobil hidrogen. Mungkin nanti saat peresmian stasiun pengisian hidrogen baru dikeluarkan,” ujarnya. Eniya menambahkan, konversi dari mobil listrik lebih mudah. “Motornya masih bisa dipakai, tinggal mengurangi sampai 90 persen baterai sebagai inisiator. Ditambahkan sel bahan bakar dan penyimpan hidrogen.”

Riset mengkonversi city car menjadi mobil hidrogen, kata Eniya, juga sedang dijajaki dalam kolaborasi dengan Toyota dan Honda. “BRIN menyediakan dana riset untuk sel bahan bakar 20 kilowatt dan Toyota yang menyediakan mobilnya,” ucapnya. “Setelah ini, kami mengembangkan fuel cell yang 80 kilowatt. Risetnya dengan Honda,” tutur Eniya, yang mengaku terkejut akan klaim mendadak sebuah perguruan tinggi di Surabaya yang membuat fuel cell 80 kilowatt. “Kalau knowledge-nya enggak dari satu kilowatt itu enggak mungkin. Buktinya bocor terus.”

Menurut Eniya, berdasarkan peta jalan hidrogen yang disusun BRIN dan Asosiasi Fuel Cell dan Energi Hidrogen Indonesia (IFHE), adopsi awal energi hidrogen dalam sektor transportasi dimulai pada 2031. Adapun hingga 2025, akan ada proyek percontohan stasiun pengisian hidrogen untuk kendaraan hidrogen. “Kami senang PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) mau mengoperasikan stasiun pengisian hidrogen di Senayan, Jakarta, mulai Januari 2024. Pertamina juga akan meluncurkan stasiun pengisian hidrogen di Daan Mogot, Jakarta, pada Desember ini.”

BRIN juga membangun purwarupa stasiun pengisian hidrogen hijau. Menurut Ketua Kelompok Riset Sistem Fuel Cell dan Produksi Hidrogen Abdul Hamid Budiman, purwarupa stasiun pengisian hidrogen itu menghasilkan hidrogen hijau bertekanan 150 bar. “Ini skala kecil untuk mengisi ulang kendaraan hidrogen kami,” kata Hamid.

Eniya menambahkan, stasiun pengisian hidrogen hijau mini itu akan menghasilkan 750 mililiter gas hidrogen per jam. “Electrolyzer-nya dialiri listrik dari kincir angin vertikal yang dipasang di depan exhaust gedung dan dikombinasikan dengan fotovoltaik di atap garasi,” ucapnya.

Menurut Eniya, prinsip kerja purwarupa stasiun pengisian hidrogen milik BRIN serupa dengan stasiun pengisian hidrogen (HRS) hijau PLN. HRS itu akan mendapat gas dari 21 pabrik hidrogen hijau (GHP) di 21 pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dan pembangkit listrik tenaga gas uap (PLTGU) milik PLN. Total produksinya 199 ton per tahun. Direktur Utama PT PLN Darmawan Prasodjo mengatakan 21 PLTU dan PLTGU itu memiliki electrolyzer yang menghasilkan hidrogen untuk mendinginkan generator pembangkit listrik.

Kebutuhan hidrogen untuk mendinginkan generator pembangkit listrik itu, kata Darmawan, sebesar 75 ton per tahun. “Selain untuk pendingin generator pembangkit, hidrogen hijau kini bisa dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, antara lain untuk industri pupuk, industri bahan kimia, cofiring pembangkit, hingga mobil listrik (FCEV),” tutur Darmawan dalam keterangan pers yang dikutip dari situs PLN. Ia menghitung, jika rata-rata konsumsi hidrogen kendaraan 0,8 kilogram per 100 kilometer, 124 ton hidrogen produksi GHP itu bisa digunakan untuk 424 mobil per tahun.

Eniya menambahkan, saat ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral sedang menyusun peta jalan hidrogen nasional yang berisi rencana penerapan hidrogen di Indonesia hingga 2060. Rencana itu antara lain mencakup regulasi, standar, infrastruktur, teknologi, pasokan, dan kebutuhan. “Dalam hal regulasi, misalnya, belum ada aturan untuk hidrogen bertekanan di atas 400 bar. Karena itu, PLN baru membuka HRS yang bersistem 350 bar agar tidak melanggar regulasi,” ujar Eniya, yang menjadi ketua komite nasional untuk standar industri.

Eniya melanjutkan, hal yang juga harus ditetapkan pemerintah adalah harga hidrogen. Ihwal harga hidrogen on the road ini, Eniya mengatakan, idealnya pemerintah yang menentukan dengan harga tetap. “Kalau harga H2 dari GHP PLN itu US$ 2,3 per kilogram dan sampai ke HRS US$ 5,27 per kilogram. Mungkin kalau dengan margin menjadi US$ 6 per kilogram,” Eniya memberi contoh. “Kalau di Jepang, hidrogen hijau ditetapkan pemerintah dengan harga US$ 10 per kilogram karena tujuannya mendorong transportasi. Sedangkan di Amerika Serikat US$ 23 per kilogram dan di Australia US$ 26 per kilogram karena mengikuti harga gas.”

Berdasarkan hitungan Eniya, jika harga hidrogen hijau di Indonesia ditetapkan US$ 6 per kilogram, harga mobil hidrogen akan lebih bersaing dengan mobil mewah berbahan bakar Pertamax Turbo. “Kami dulu membandingkan mobil hidrogen yang konsumsi bahan bakarnya 100 kilometer per kilogram dengan Toyota Camry yang konsumsi bahan bakarnya 10 kilometer per liter,” tutur Eniya. “Hasilnya, biaya bahan bakar mobil bensin itu satu setengah kali biaya bahan bakar mobil hidrogen.”

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Tancap Gas Mobil Hidrogen"

Dody Hidayat

Dody Hidayat

Bergabung dengan Tempo sejak 2001. Saat ini, alumnus Universitas Gunadarma ini mengasuh rubrik Ilmu & Teknologi, Lingkungan, Digital, dan Olahraga. Anggota tim penyusun Ensiklopedia Iptek dan Ensiklopedia Pengetahuan Populer.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus