Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Satu di antara pesawat paling terkenal di era Perang Dunia II, Bomber B-17E, kini diam dalam sebuah gudang di Washington, knocked down. Siapapun bisa memiliki pesawat bomber itu, yang terangkai utuh dan diklaim masih bisa terbang sempurna, untuk harga US$ 9 juta atau setara hampir Rp 128,5 miliar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pesawat bikinan Boeing pada 1941 lalu ini tidak pernah terlibat dalam peperangan saat masih dioperasikan. Sebagai gantinya, dia menjalani karir panjang yang penuh warna. Di antaranya adalah mendapat julukan el Tigre atau Si Macan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Secara umum, jajaran benteng terbang (B-17) berperan penting dalam Perang Dunia II. Pesawat ini didesain untuk mengirim bom-bom jauh di dalam wilayah musuh sebagai bagian dari kampanye serangan strategis.
Divisi ke-8 Angkatan Udara AS secara keseluruhan telah menerbangkan ratusan pesawat bomber B-17 masuk ke daratan Eropa dan Jerman selama Perang Dunia II. Mereka menyerang pabrik-pabrik, jalur rel, pelabuhan, pangkalan militer, dan target lain. Para bomber B-17 dipersenjatai dengan enam senapan mesin kaliber .50 dan membawa 4.000 pounds atau setara 1800 kilogram bom.
Boeing dan subkontraktor Lockheed dan Douglas secara bersama membangun total 12.731 unit bomber B-17 segala tipe. Sedikit yang masih bertahan hingga kini dan B-17E ini adalah satu di antaranya. Pesawat itu diiklankan oleh Platinum Fighter Sales di Redondo Beach, California.
Pesawat itu sebelumnya dipesan Pemerintah Amerika seharga US$ 280.135, dan dikirim pada 16 Mei 1942, hanya enam bulan setelah peristiwa serangan di Pearl Harbor, Hawaii. Menurut Platinum, pesawat menghabiskan perang dengan menjaga kandang, sebagian besar di Honeywell, di mana dia juga membantu mengembangkan sistem autopilot C-1 yang maju.
“Pesawat B-17 ini memainkan peran dalam pengembangan material pelatihan termasuk Walt Disney live dan seri film pendek animasi tentang C-1,” kata Platinum.
Pesawat B-17E ini memiliki total 1.800 jam terbang selama perang. Setelah perang berlalu, pesawat bomber didonasikan ke University of Minnesota. Dari sana pesawat kemudian terbang kambali, tapi untuk survei pemetaan dari udara di Kanada, termasuk dioperasikan di Greenland.
Pada 1960-an, pesawat mengarah ke selatan ekuator, tepatnya ke Bolivia. Bomber ini beralih mendistribusikan daging dan bahan makanan segar lainnya dari satu ujung wilayah negara itu ke ujung yang lainnya. Julukan Si Macan diperolehnya pada saat itu, dan pernah sekali mengalami pendaratan tak sempurna.
Bagian pesawat pengebom B-17 era PD II. Foto: PLATINUM FIGHTER SALES
Pada 1990, pesawat B-17E ini diterbangkan kembali ke Amerika Serikat, dan pada 1998 terbang ke Washington ke lokasinya berada hingga kini. Wujudnya knocked down dan harus dibangun ulang jika ingin membuatnya terbang kembali.
Platinum meyakinkan, pesawat itu masih dalam kondisi sempurna.
Begitu terangkai kembali, Platinum juga meyakinkann, satu unit pesawat bomber B-17 paling cantik akan menjelma dari komponen-komponen yang masih terawat tersebut. Tapi, tentu saja, dibeli dulu.