Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Malang - Rencana Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memindahkan koleksi arkeologi Kecamatan Barus, Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara, mengalami penolakan dari masyarakat dan pengurus Yayasan Museum Barus Raya (MBR). Tim BRIN sudah sempat datang bersama tiga truk ke Barus tapi harus balik kanan dengan tangan hampa pada 6 Juni 2024 lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wakil Ketua V Yayasan MBR Eswandi Pasaribu mengungkap kalau masyarakat setempat keberatan dengan cara BRIN untuk rencananya tersebut. BRIN, kata dia, memang telah mengabari pada tahun lalu kalau akan memindahkan koleksi arkeologi Barus yang tersimpan di Laboratorium Arkeologi Barus namun saat itu pemberitahuan sebatas lisan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Juni tahun ini mereka pakai surat, tapi enggak ada tembusannya ke Pemda Tapanuli Tengah, masyarakat, dan yayasan. Kesan kami, sejak awal BRIN main masuk saja tanpa koordinasi,” kata Eswandi kepada Tempo, Selasa pagi, 18 Juni 2024.
Surat BRIN yang dimaksud Eswandi adalah Nota Dinas Nomor B-1676/II.6.2/IR.01/5/2024 Tanggal 31 Mei 2024 yang dikeluarkan Direktorat Pengelolaan Koleksi Ilmiah BRIN. Tapi, surat yang ditandatangani Direktur Pengelolaan Koleksi Ilmiah BRIN Ratih Damayanti ini ditujukan kepada Kepala Biro Komunikasi Publik, Umum, dan Kesekretariatan perihal permohonan akses masuk dan penggunaan mess BRIN bagi CV Sinergi Indonesia.
CV Sinergi adalah yang ditunjuk untuk memindahkan spesimen dan barang perlengkapan pendukung koleksi arkeologi yang tersimpan di Laboratorium Arkeologi Barus di Jalan KH Zainul Arifin, Kelurahan Pasar Batu Gerigis, Kecamatan Barus, pada 3-13 Juni 2024. Pemindahan dipimpin Dimas Ardiyanto sebagai Koordinator Pelaksana Fungsi Pengelolaan Koleksi Arkeologi.
Selain itu, ada Surat Tugas Sekretariat Deputi Bidang Infrastruktur Riset dan Inovasi bertanggal 31 Mei 2024. Isiinya menugaskan kepada Ery Soedewo (Peneliti Ahli Madya, Pusat Riset Arkeologi Lingkungan, Maritim, dan Budaya Berkelanjutan) dan Agus Hermawan (Pelaksana Fungsi Pengelolaan Koleksi Arkeologi, Direktorat Pengelolaan Koleksi Ilmiah) untuk mendata spesimen dalam rangka persiapan migrasi koleksi arkeologi di Laboratorium Arkeologi Barus. Ery dan Agus pula yang mendampingi pekerja CV Sinergi Indonesia di lokasi.
Suasana di Gudang Arkenas atau Gudang EFEO yang selama ini menjadi Laboratorium Arkeologi Barus berlokasi di Jalan KH Zainul Arifin, Desa Pasar Batu Gerigis, Kecamatan Barus, Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara. Foto dokumentasi Yayasan MBR.
Menurut Eswandi, ada sekitar 60 ribu benda koleksi arkeologi yang mau dipindahkan ke tempat penyimpanan Gedung Koleksi BRIN Kawasan Sains dan Teknologi Soekarno di Cibinong, Bogor, Jawa Barat. Alasan yang disampaikan, pemindahan agar BRIN gampang melakukan perawatan dan penelitian.
"Mayoritas berupa pecahan keramik dan gerabah. Selebihnya koin emas dan perak, serta guci-guci Cina," katanya sambil menambahkan, semuanya berasal dari asil temuan maupun ekskavasi sepanjang 1980-2005.
Baca halaman berikutnya: Truk-truk BRIN digeruduk warga
Truk BRIN Dihentikan Masyarakat
Pada 6 Juni lalu, Eswandi mengatakan, tim BRIN sudah sempat mengisi penuh satu dari tiga truk yang mereka bawa dengan benda-benda koleksi arkeologi itu ketika masyarakat, tokoh adat, dan pengurus Yayasan MBR datang menghentikan. Dimediasi oleh kapolsek setempat, seluruh unsur masyarakat di Barus tegas menolak pemindahan koleksi arkeologi itu.
“Penolakan kami buat tertulis dan diserahkan kepada BRIN karena Pak Ery kan cuma menjalankan perintah dari pusat untuk melanjutkan penelitian," ujar Eswandi.
Muhammad Nurdin Ahmad Tanjung, Wakil Ketua III Yayasan MBR, menilai tindakan BRIN menganggu upaya masyarakat Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga yang sedang menjalin sejarah kuno Barus sebagai pusat peradaban Islam tertua di Nusantara sekaligus salah satu kota perdagangan tertua di Indonesia. Barus pernah dikenal dengan kapur barus atau kamper dan kemenyan sebagai komoditas andalan yang dikenal bangsa-bangsa asing seribuan tahun silam.
“Apalagi kami sedang giat-giatnya mendorong Barus sebagai kawasan wisata religi nasional. Rata-rata tiap bulan ada seribuan orang berziarah ke sini," tuturnya sambil menambahkan, "Kalau benda-benda bersejarahnya dibawa semua ke Cibinong, wisatawan yang datang mau lihat apa. Rencana itu seperti mau memutus hubungan kesejarahan dan kebudayaan kami dengan Barus.”
Nurdin menyatakan memilih seluruh benda koleksi arkeologi Barus tetap di tempat asalnya. Peneliti BRIN atau dari mana pun dipersilakan datang kapan saja jika ingin menelitinya. “Biarkan semua koleksi arkeologi itu tetap di Barus dan jadi harta pusaka kami."
Sementara, supaya kejadian serupa tidak terulang, Nurdin mengklaim kesepakatan masyarakat Barus dan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah untuk segera menuntaskan pembangunan Museum Barus Raya yang telah dimulai sejak 2007. Tujuannya, seluruh artefak (benda arkeologi) maupun benda kuno Barus lainnya bisa disimpan dengan rapi.
Saat ini, seluruh koleksi arkeologi Barus masih disimpan di laboratorium arkeologi milik Pusat Penelitian Arkeologi Nasional. Masyarakat Barus mengenalnya sebagai Gudang Arkenas maupun Gudang EFEO (École Française d'Extrême-Orient alias Lembaga Penelitian Perancis untuk Timur Jauh).
Menurut Eswandi, pasca-penolakan pemindahan, telah dilakukan pertemuan antara Yayasan MBR bersama BRIN, serta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Rapat ini menghasilkan kesepakatan bahwa BRIN bersedia menghibahkan lahan Gudang Arkenas kepada Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah untuk kemudian diserahkan kepada Yayasan MBR.
Baca halaman berikutnya: penjelasan peneliti BRIN yang bertugas di lapangan
Peneliti BRIN: Sudah Saya Sampaikan ke Pimpinan Kalau Ini Sensitif
Saat dihubungi, Ery Soedewo, membenarkan adanya upaya memindahkan benda koleksi arkeologi Barus. “Karena ada perubahan administrasi dalam arkeologi, maka semuanya harus diangkat ke Cibinong,” katanya saat dihubungi.
Dia menunjuk peleburan 10 balai arkeologi yang berada di bawah Puslit Arkenas ke dalam BRIN. Satu di antaranya adalah Balai Arkeologi Sumatera Utara, tempat Ery bekerja. Ery juga pernah membantu penelitian Barus selama 2001-2005 bersama tim Puslit Arkenas dan EFEO.
Ery menilai, secara ilmiah-akademis, pemindahan koleksi arkeologi sangat berguna untuk pengintegrasian dan komparasi riset dengan benda-benda sejenis dari tempat lain di Indonesia yang berasal dari periode sama. Masalahnya, dia memberi catatan, ada hal-hal kultural yang tidak boleh luput diperhatikan, apalagi dilupakan.
Dalam kasus masyarakat Barus, Ery menjelaskan, respons negatif selalu didapat di setiap sosialisasi rencana pemindahan benda-benda arkeologi. Hal itu disebutnya berhubungan dengan sikap primordialitas terhadap sejarah, kebudayaan, dan keagamaan atau religiusitas.
“Itu sudah jadi identitas mereka. Saya sudah sampaikan kepada pimpinan, tolong rencana migrasi koleksi arkeologi tahun ini pun dipersiapkan dengan sangat baik,” kata Ery.
Menurut Ery, rencana pemindahan koleksi arkeologi Barus harus sepenuhnya disadari bersifat sensitif. Ini, misalnya, digambarkan Ery dengan keberatan masyarakat muslim dan nonmuslim di sana atas rencana migrasi tersebut. Merujuk sejarah panjangnya, bicara Barus tidak melulu bicara tentang kepentingan umat Islam, tapi juga umat nonmuslim lainnya.
“Untuk jelas dan lengkapnya, silakan Anda hubungi saja BRIN pusat,” kata Ery.
Pilihan Editor: PPDB Jalur Zonasi, Begini Cara Ukur Jarak Rumah ke Sekolah