Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

Sampah Plastik di Laut, Jenis Jamur Ini Terbukti Mampu Mengurai Polyethylene

Eksperimen di laboratorium menunjukkan proses pencernaan sampah plastik jenis polyethylene oleh jenis jamur itu melepaskan karbon dioksida (CO2).

16 Juni 2024 | 10.10 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Satu jenis jamur yang ditemukan pada sampah plastik yang terapung-apung di Samudera Pasifik Utara yang subtropis memberi harapan solusi atas masalah besar sampah plastik dunia yang bermuara di laut. Dalam eksperimen di laboratorium, Annika Vaksmaa dari Royal Netherlands Institute for Sea Research menunjukkan kalau jamur putih itu dapat mengurai satu dari jenis plastik paling melimpah, polyethylene.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Eksperimen dilakukan dengan kondisi plastik itu yang telah sebelumnya terpapar radiasi ultraviolet (UV), radiasi sama seperti yang datang dari sinar matahari. "Radiasi UV dapat menginduksi modifikasi kimiawi dalam polyethylene yang membuat plastik ini lebih terbuka oleh serangan enzim jamur," kata Vaksmaa yang bersama timnya telah mempublikasi hasil penelitiannya itu dalam jurnal Science of The Total Environment volume 934, 15 Juli 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Proses pencernaan yang terjadi oleh jamur atau biodegradasi itu melepaskan karbon dioksida (CO2). Percobaan di laboratorium oleh Vaksmaa dkk menunjukkan jumlah emisi secara bobot tidak lebih besar daripada sejumlah kecil yang dilepaskan manusia ketika bernapas. Didapati pula, proses mineralisasi polyethylene menjadi CO2 selama 9 hari oleh si jamur terjadi dengan laju 0,044 persen per hari atau dinilai tinggi.

"Tapi, meski lajunya cukup tinggi, karbon hasil mineralisasi itu minor saja yang menyumbang ke biomassa jamur," bunyi penggalan abstrak laporan penelitian Vaksmaa dan timnya.

Vaksmaa mempercayai potensi besar dibawa oleh jamur yang dikenal sebagai Parengyodontium album tersebut. Meski begitu, peneliti mikrobiologi laut dan biogeokimia ini belum yakin untuk menerapkannya dalam skala besar di luar laboratorium, di lautan lepas. 

Sebaliknya, dia mengatakan, mengumpulkan sampah plastik dan membawanya ke daratan terlebih dulu mungkin jadi skenario terbaik. Sampah itu kemudian dicerna oleh P. album yang telah ditumbuhkan dalam kumpulan besar. "Ini bisa dilakukan menggunakan teknik yang sudah jamak, sama seperti yang digunakan untuk industri pembuatan bir (brewing)," katanya.

Penyelam dari komunitas Tunas Bahari Maluku menunjukkan sampah plastik yang diambil di perairan Pulau Haruku, Maluku, Selasa, 10 November 2020. ANTARA/Muhammad Adimaja

Lalu, adanya kebutuhan paparan UV berarti P. album tidak akan bekerja pada plastik yang tengelam di bawah air. Tapi, karena ada keanekaragaman jamur laut, Vaksmaa berpikir sangat mungkin kalau timnya akan menemukan spesies laut dalam yang bisa melakukannya.

Manusia di Bumi memproduksi lebih dari 400 miliar kilogram plastik setiap tahunnya, dan lebih dari 4 persennya diperkirakan berakhir di laut. Vaksmaa menuturkan, luar biasa melihat mikroba dapat menolong memitigasi problem yang relatif besar. Tapi, dia menambahkan, mengatasi langsung pada sumber masalah adalah kunci. "Artinya pertama-tama menghentikan produksi plastik yang secara aktual bermuara di alam," katanya.

NEW SCIENTIST, SCIENCE DIRECT

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus