Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Teknologi & Inovasi

Berita Tempo Plus

Secercah Harapan Memerangi Kanker

Selain murah, tak ada efek samping yang ditimbulkan.

19 Oktober 2020 | 00.00 WIB

Deteksi Kanker Lewat DNA Mikroba
material-symbols:fullscreenPerbesar
Deteksi Kanker Lewat DNA Mikroba

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Sebuah penelitian yang dilakukan para periset di Stanford University School of Medicine, Amerika Serikat, memberikan harapan baru dalam memerangi kanker. Hasil penelitian ini diterbitkan dalam jurnal Science Translational Medicine.

Caranya dengan menyuntikkan sejumlah kecil dua agen pemicu kekebalan tubuh ke tumor padat pada tikus. Hasilnya, semua jejak kanker hilang, termasuk metastasis penyebaran kanker dari situs awal ke tempat lain di tubuh yang tak terobati.

Para peneliti meyakini cara ini ampuh untuk berbagai jenis kanker, termasuk yang muncul secara spontan. Mereka pun percaya aplikasi jumlah yang sangat kecil dari agen itu dapat berfungsi sebagai terapi kanker yang cepat.

Tak hanya itu, mereka mengklaim biayanya relatif murah dan tak ada efek samping. "Ketika dua agen ini digunakan secara bersama-sama, tumor di sekujur tubuh hilang," kata Ronald Levy, profesor onkologi.

Menurut Levy, pendekatan tersebut dilakukan dengan mengidentifikasi target imun spesifik tumor. "Juga tidak memerlukan pengaktifan sistem kekebalan dengan cara menyesuaikan sel kekebalan pasien," katanya.

Saat ini satu agen sudah disetujui untuk digunakan pada manusia. Lainnya masih diuji coba untuk penggunaan pada manusia di beberapa uji klinis. Uji klinis dilakukan untuk melihat efek pengobatan terhadap pasien dengan limfoma.

Levy, profesor di School of Medicine, adalah pelopor dalam bidang imunoterapi kanker, yakni kajian para periset untuk memanfaatkan sistem kekebalan tubuh guna melawan kanker.

Penelitian di laboratoriumnya menghasilkan pengembangan rituximab. Salah satu antibodi monoklonal itu merupakan yang pertama disetujui untuk digunakan sebagai pengobatan antikanker pada manusia.

Beberapa pendekatan imunoterapi dilakukan dengan memberikan stimulasi sistem kekebalan ke seluruh tubuh. Adapun pendekatan lainnya menargetkan pembatasan aktivitas antikanker sel kekebalan tubuh.

Levy menjelaskan, penggunaan dua agen yang sedikit itu bertujuan merangsang sel kekebalan di dalam tumor. “Pada tikus, kami melihat efek alami yang menakjubkan, termasuk penghapusan tumor di seluruh hewan," ujar Levy.

Kanker sering ada dalam bentuk limbo yang aneh di sistem kekebalan tubuh. Sel kekebalan tubuh, seperti sel T, mengenalinya sebagai protein abnormal yang terdapat pada sel kanker dan menyusup menyerang tumor. Namun, seiring dengan pertumbuhan tumor, protein ini sering merancang cara untuk menekan aktivitas sel T.

Nah, metode Levy bekerja mengaktifkan kembali sel T spesifik kanker. Caranya dengan menyuntikkan sejumlah mikrogram sepersejuta gram dua agen secara langsung ke lokasi tumor.

Satu agen disuntikkan di rangkaian pendek DNA yang disebut oligonukleotida CpG. Agen ini bekerja dengan sel kekebalan terdekat lainnya untuk memperkuat ekspresi reseptor pengaktif yang disebut OX40 pada permukaan sel T.

Satu agen lainnya ditempatkan di antibodi yang mengikat OX40. Tujuannya untuk mengaktifkan sel T dalam memimpin muatan melawan sel kanker.

Karena dua agen tersebut disuntikkan langsung ke tumor, hanya sel T yang telah diaktifkan yang menyusup. Akibatnya, sel-sel T ini “disaring” oleh tubuh hanya untuk mengenali protein spesifik kanker.

Beberapa sel T yang spesifik tumor ini kemudian meninggalkan tumor asli untuk menemukan dan menghancurkan tumor identik lainnya di seluruh tubuh.

Di laboratorium, pendekatan ini bekerja dengan sangat baik pada tikus dengan tumor limfoma yang ditransplantasikan di dua lokasi pada tubuhnya. Dengan menyuntik satu lokasi tumor, dua agen itu berhasil membuat regresi—lumpuh—tidak hanya pada tumor yang diobati, tapi juga tumor kedua yang tidak diobati.

Dengan cara ini, sebanyak 87 dari 90 tikus sembuh dari kanker. Meski kanker kambuh pada tiga ekor tikus, tumor kembali mengalami regresi setelah pengobatan kedua.

Para peneliti juga melihat hasil serupa pada tikus yang menderita tumor payudara, usus besar, dan melanoma. Untuk penelitian ini, tikus direkayasa secar a genetis untuk mengembangkan kanker payudara di semua 10 bantalan mammae mereka.

Pada tikus, langkah ini memang berhasil. Tapi bagaimana dengan pada manusia? Uji coba klinis diperkirakan akan memerlukan 15 pasien dengan kadar limfoma rendah. Jika berhasil, Levy yakin pengobatan ini bisa bermanfaat untuk banyak jenis tumor.

SCIENCE DAILY | STANFORD MEDICINE | FIRMAN ATMAKUSUMA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus