Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Observatorium Bosscha di Lembang, Bandung Barat mengeluhkan aktivitas lampu sorot dari pusat hiburan masyarakat yang mengakibatkan polusi cahaya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lampu sorot itu telah mengganggu tangkapan instrumen pengamatan bintang, sehingga sebagian besar data yang diambil dari teleskop tidak bisa digunakan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Lampu sorot dari salah satu pusat hiburan masyarakat di kawasan Lembang membuat pengamatan benda-benda langit di Observatorium Bosscha lumpuh,” tulis akun Instagram @bosschaobservatory, Minggu, 14 Juli 2024.
Berikut ini uraian mengenai sejarah Observatorium Bosscha yang merupakan observatorium terbesar di Indonesia.
Sejarah Observatorium Bosscha
Melansir laman resminya, Observatorium Bosscha dibangun atas inisiasi seorang Belanda keturunan Jerman, Karel Albert Rudolf (KAR) Bosscha.
KAR Bosscha dibantu oleh keponakannya, Rudolph Albertus (RA) Kerkhoven dan seorang astronom Hindia Belanda, Joan George Erardus Gijsbertus Voute dalam membangun pusat pengamatan bintang yang dulu dikenal sebagai Bosscha Sterrenwacht itu.
KAR Bosscha mengumpulkan orang-orang yang memiliki minat tinggi untuk membentuk sebuah perkumpulan yang akan merealisasikan ide pembangunan observatorium.
Dalam pertemuan yang digelar pada 12 September 1920 di Hotel Homann Bandung, terbentuklah Perhimpunan Astronomi Hindia Belanda atau Nederlandsch-Indische Sterrenkundige Vereniging (NISV).
NISV mempunyai tujuan spesifik untuk mendirikan dan memelihara sebuah observatorium astronomi di Hindia Belanda serta memajukan ilmu astronomi.
Adapun KAR Bosscha bersedia menjadi penyokong dana utama dan berjanji untuk memberikan bantuan pembelian teropong bintang.
Sebagai penghargaan atas jasa KAR Bosscha tersebut, nama Bosscha diabadikan sebagai nama observatorium. Observatorium Bosscha pun diresmikan pada 1 Januari 1923.
Diambil Alih Pemerintah RI
Pada 17 Oktober 1951, NISV secara resmi menyerahkan Observatorium Bosscha kepada Pemerintah Republik Indonesia (RI).
Pemerintah pun menitipkan observatorium kepada Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam (FIPIA) Universitas Indonesia (UI) yang kemudian menjadi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Institut Teknologi Bandung (ITB).
Observatorium Bosscha merupakan observatorium astronomi terbesar di Indonesia. Selain mengemban tugas penelitian dan pendidikan, observatorium tersebut juga melaksanakan pengabdian kepada masyarakat, baik dalam bentuk kegiatan rutin maupun kegiatan yang bersifat insidental bergantung kepada fenomena astronomi yang menarik.
Sejak 2004, Observatorium Bosscha diusulkan sebagai Cagar Budaya Nasional dan ditetapkan sebagai Objek Vital Nasional pada 2008.
Melalui Surat Keputusan (SK) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nomor 184/M/2017, observatorium tersebut pun ditetapkan sebagai Bangunan Cagar Budaya Nasional.
Pada 2021, Observatorium Bosscha juga ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya peringkat kabupaten. Keputusan itu tertuang dalam SK Bupati Bandung Barat Nomor 188.45/Kep.731-Disparbud/2021.
Visi dan Misi Observatorium Bosscha
Observatorium Bosscha memiliki dua visi, yaitu terbentuknya bangsa Indonesia yang cerdas dan paham akan tempat dan amanahnya di alam semesta serta kontribusi signifikan dari ilmuwan Indonesia terhadap kemajuan sains astronomi dan astrofisika.
Observatorium Bosscha juga membawa lima misi meliputi melaksanakan tri dharma perguruan tinggi yang sesuai dengan ketetapan ITB; menjadi unggulan dan pemimpin dalam bidang kemajuan astronomi dan astrofisika di Indonesia; berpartisipasi kontributif terhadap kemajuan astronomi dan astrofisika dunia; serta menjadi andalan utama dalam pendidikan astronomi, astrofisika, dan pemanfaatannya di kawasan regional dan Indonesia.
MELYNDA DWI PUSPITA