Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Fall armyworm atau ulat tentara, juga biasa disebut sebagai ulat grayak, adalah hama yang menyerang, merusak, dan menghancurkan tanaman palawija, terutama jagung. Serangan bisa hanya berlangsung dalam semalam. Di Indonesia, ulat grayak pertama kali terdeteksi di Sumatera Barat pada Maret lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hanya dalam waktu empat bulan, hama tanaman asli Amerika ini telah menyebar ke 12 provinsi di Indonesia, yaitu beberapa provinsi di Pulau Sumatera, Jawa, dan sebagian Kalimantan. Ulat tentara mampu bermigrasi dan menyebar hingga ratusan kilometer.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelum di Indonesia, jenis ulat ini menyebar di Bangladesh, Cina, Myanmar, Sri Lanka, dan Thailand. Sejak 2016, hama ini bergerak secara agresif ke arah timur, memusnahkan tanaman di Afrika. Ulat grayak pertama kali tiba di Asia pada pertengahan 2018, yakni di India.
Di Afrika, kerugian ekonomi akibat serangan ulat tentara diperkirakan berkisar US$ 1-3 miliar. Di Sri Lanka, tercatat lebih-kurang 40 ribu hektare lahan telah diserang dan sekitar 20 persen tanamannya rusak.
Hal ini menjadi peringatan bagi petani kecil yang mata pencariannya mulai terancam. Namun organisasi pangan dan pertanian dunia, Food and Agriculture Organization (FAO), menegaskan kerusakan yang diakibatkan oleh ulat grayak dapat dikurangi.
Direktorat Perlindungan Tanaman Kementerian Pertanian mengimbau semua provinsi mewaspadai ulat grayak, terutama jenis baru: Spodoptera frugiperda. Petugas Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT) langsung melakukan sosialisasi ke lapangan untuk meningkatkan kesadaran para petani di daerah yang terkena dampak.
"Kami memantau dengan saksama pergerakan ulat grayak di Indonesia. Petugas POPT bekerja di lapangan bersama penyuluh untuk memberikan saran kepada petani mengenai cara melindungi tanaman dan mengurangi kerusakan yang disebabkan oleh hama ini," kata Direktur Perlindungan Tanaman, Edy Purnawan, Rabu pekan lalu.
Menurut Edy, itu semua dilakukan untuk mengantisipasi serangan ulat grayak, yang diduga menginfeksi pertanaman jagung di seluruh Indonesia dalam beberapa bulan mendatang. FAO pun mendukung upaya pemerintah melawan hama itu dan mencari strategi yang tepat dengan mengerahkan sumber daya secara optimal.
"Pemerintah akan menggelar lokakarya nasional bekerja sama dengan FAO pada akhir Juli untuk menyepakati tindakan multipihak paling efektif untuk menanggapi serangan ini," kata perwakilan FAO di Indonesia, Stephen Rudgard.
Menurut Rudgard, FAO akan mencontoh pengalaman negara-negara lain dalam menanggulangi serangan ulat tentara. Pengalaman itu dijadikan praktik terbaik untuk memperlambat penyebaran. "Juga untuk membatasi kerusakan."
FAO telah bekerja dengan otoritas terkait untuk memprakarsai program kesadaran yang menginformasikan dan melatih petani tentang teknik pengelolaan hama terpadu. Tujuannya, upaya mengendalikan ulat grayak jenis baru agar lebih bermanfaat.
"Termasuk mengidentifikasi musuh alaminya, juga meningkatkan kontrol biologis alami dan kontrol mekanis, seperti menghancurkan telur dan meningkatkan penggunaan biopestisida," kata Rudgard.
Indonesia beruntung karena memiliki banyak musuh alami hama ini, salah satunya jenis parasit tawon. Sebuah studi di Etiopia menemukan jenis parasit itu mampu membunuh hampir setengah populasi ulat grayak dalam waktu dua tahun sejak kedatangannya di negara tersebut. AFRILIA SURYANIS
Ulat Tentara Perusak Tanaman Jagung
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo