Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sepakbola

Die Mannschaft Terancam Pulang Cepat

Tragedi pulang cepat dalam Piala Dunia 2018 menghantui tim Jerman. Menang lawan Spanyol tidaklah mudah. Pasukan Luis Enrique tercatat sebagai yang terbaik di Piala Dunia kali ini.

27 November 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUASANA latihan kemarin itu tampak ceria. Di salah satu sesinya, para pemain saling menggendong pemain lainnya. Tawa pun pecah ketika Christian Guenter terlihat kepayahan saat Niklas Süle, yang memiliki tubuh lebih besar, nemplok di punggungnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seperti yang dilaporkan media, di kamp tim Jerman di Zulal Wellness Resort di Al Shamal—di utara Qatar—kegembiraan terpancar dari wajah para pemainnya. Tak terkecuali sang pelatih, Hansi Flick, 57 tahun. Senyumnya terlihat lebar melihat aksi anak-anak buahnya setelah berlatih.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pemandangan itu berbeda dengan pada Rabu lalu, saat mereka ditekuk Jepang 1-2. Wajah bekas pelatih Bayern Muenchen itu terlihat tegang. Kemarahannya meledak. Dia menyalahkan pemainnya yang menjadi penyebab mereka bertekuk kepada tim berjulukan Blue Samurai itu.

"Niklas (Sule) seharusnya lebih memperhatikan situasi," katanya seusai pertandingan. “Dia berada dua atau tiga langkah di belakang. Akibatnya, pemain Jepang berada dalam posisi on side. Ini adalah kesalahan individu yang harus kami bayar hari ini.”

Rupanya tim yang dijuluki “Die Mannschaft” itu telah melupakan kekalahan tersebut. Mereka mengalihkan fokus pada laga berikutnya melawan Spanyol di Stadion Al Bayt, Ahad dinihari nanti.

Kai Havertz menyebutkan—dalam konferensi pers—bahwa semua anggota tim bertekad untuk menyelesaikan pekerjaan, yakni memetik kemenangan. “Kini kami siap untuk memberikan 100 persen dari yang kami punya,” katanya.

Kemenangan mutlak jadi tujuan. Sebaliknya, kekalahan membuat mereka segera angkat koper. Kalau ini yang terjadi, sungguh akan menjadi sejarah buruk bagi tim yang juga sering disebut Die Panzer itu. Secara berturut-turut mereka tersingkir di babak penyisihan dalam dua Piala Dunia.

Padahal sebelumnya, sejak mengikuti turnamen pada 1938, mereka selalu lolos dari putaran pertama. Pada 2018, mereka pulang setelah dua kali kalah oleh Meksiko dan Korea Selatan. Sulit membayangkan makian dan cercaan yang akan diterima ketika mereka sampai di negerinya. 

Namun, jauh sebelum itu, tekanan sebenarnya sudah bertubi-tubi menyerbu kepala Flick. Tidak ada cara lain kecuali membesarkan hati dan memompa semangat para pemainnya. “Tim dan setiap orang selalu bisa berkembang,” katanya. “Itulah mengapa tim ini masih memiliki potensi, yang saat ini belum cukup terwujud.”

Bisakah itu terwujud? “La Roja”—julukan tim Spanyol—jelas akan menjadi lawan yang sulit. Kemenangan besar mereka dengan mencukur gundul Kosta Rika, 7-0, merupakan wajah yang bertolak belakang dengan tim asuhan Flick.  

Pemain Spanyol Marco Asensio melakukan perayaan dalam pertandingan melawan Costa Rica di Stadion Al Thumama Stadium, Doha, Qatar, 23 November 2022. REUTERS/Carl Recine

Dalam laga itu, Spanyol tampil menjadi tim terbaik di Piala Dunia kali ini. Penguasaan bola yang dilakukan pasukan Luis Enrique mencapai 81,9 persen. Opta, yang memiliki data Piala Dunia sejak 1996, mencatat hasil ini merupakan yang terhebat. Bahkan melampaui capaian possesion terbaik sebelumnya yang dipegang Argentina (80,3 persen) ketika melawan Yunani dalam Piala Dunia 2010.

Kemenangan ini juga menjadi rekor terbesar yang pernah diraih Spanyol di Piala Dunia. Tak bisa disangkal kebanggaan tersebut akan menjadi modal bagi tim yang mayoritas berisi pemain-pemain muda dalam menjalani laga-laga berikutnya.

Dalam laga perdana itu, Luis Enrique berhasil meramu tim yang sempurna. Hampir tiap lini bekerja dengan baik bahkan tanpa ada cacat. Pergerakan bola dari kaki ke kaki, yang tak pernah berhenti dan terus bergerak, menyuguhkan tontonan mengasyikkan. 

Duet gelandang muda, yang keduanya meraih penghargaan Golden Boy, yakni Pedri dan Gavi, bersama gelandang jangkar veteran Sergio Busquets menjadi aliran bola yang tak pernah berhenti. “Sensasinya luar biasa. Tim ini utuh di setiap lini. Saat bertahan dan menyerang, tim ini bekerja seperti akordeon,” kata Luis Enrique, sang pelatih.

Enrique, 52 tahun, memang tak sebentar membangun tim ini. Menjadi pelatih Spanyol sejak 2019, dia juga yang membawa mereka bermain menawan dalam Piala Eropa tahun lalu. Sayang, kala itu mereka kandas dikalahkan Italia melalui adu penalti. “Benar, kami telah bekerja bersama dalam waktu yang tidak sebentar,” katanya.

Hasil racikan Enrique lainnya adalah tampil dalam Liga Antar-Negara UEFA pada 2020. Salah satu kemenangan besar yang didapatkan adalah saat menggasak Jerman, setengah lusin gol tanpa balas. 

Laga ini, yang juga menjadi catatan terakhir pertemuan kedua tim, tentu menjadi perhatian Flick. Tapi biarlah dia sibuk merancang strategi dan memilih pemain yang akan diturunkan. Anda, dan kita semua, tinggal bersiap menyaksikan suguhan sepak bola cantik ala Luis Enrique. 

IRFAN BUDIMAN | FIFA | BAVARIANFOOTBALL | SPORTSMOLE
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus