Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Piala Dunia 2018 membawa perubahan signifikan terhadap gaya orang Rusia dalam menghadapi orang asing. Selama ini, orang Rusia dianggap dingin, pelit senyum dan jarang bertegur sapa dengan orang asing. Hal itu justru tak terlihat selama Piala Dunia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Bagi orang Indonesia yang terbiasa bertegur sapa dan senyum atau setidaknya mengucapkan kata permisi ketika melewati kerumunan orang, perilaku orang Rusia ini biasanya dianggap sangat kaku.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pertama, anggapan bahwa orang Rusia kaku tercipta dari stereotip yang dibangun di film-film Hollywood yang lebih populer di Indonesia. Orang-orang Rusia digambarkan kasar, berbicara dengan intonasi keras, dan nekat.
Jika Anda menonton film-film era Uni Soviet, bahkan dalam sinema modern era Rusia, banyak karakter warga Rusia juga bisa, humoris, ramah dan romantis.
Orang Rusia berbicara dengan intonasi keras dan merepet seperti orang marah-marah. Namun itu adalah hal normal, sama halnya seperti, misalnya, gaya orang Medan berbicara di Indonesia.
Kedua, orang Rusia memang tak terbiasa bertegur sapa atau tersenyum dengan orang asing. Bagi mereka, hal itu adalah basa-basi yang sebenarnya tak diperlukan. Namun, meski tak kenal, biasanya mereka dengan raut ramah akan membalas senyum atau sapa yang Anda sampaikan.
Jika sudah dengan akrab dengan orang Rusia, Anda paham bagaimana orang Rusia bisa sangat serius, kerap bercanda, bahkan sesekali bertindak konyol. Hal lumrah yang biasa dijumpai di mana pun.
Dulu seorang kawan Rusia saya langsung terbahak mendengar pertanyaan saya soal mengapa orang Rusia pelit bertegur sapa dan tersenyum di jalan. Karena tak saling kenal, menurutnya tak ada urgensinya tersenyum terhadap orang asing.
“Lalu ketika musim dingin dengan suhu mengigit, bagaimana bisa kami tersenyum sementara wajah sudah kaku kedinginan?” katanya. “Tapi percayalah, kami tak seperti yang kamu tonton di film itu.”
Ucapannya terbukti. Sepekan terakhir mengikuti Piala Dunia, banyak tetangga di sekitar apartemen yang saya huni di Moskow membalas tegur sapa yang saya sampaikan. Obrolan akan berlangsung ramai begitu mereka tahu lawan bicaranya bisa berbahasa Rusia. “Biar saja jika orang menganggap kami galak, mereka belum mengenal kami dengan dekat,” kata mereka.
GABRIEL WAHYU TITIYOGA