Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Sepakbola

Piala Dunia 2018: Setelah Kelompok Suporter Garis Keras Diredam

Pertandingan perdana Inggris di Piala Dunia 2018 menjadi salah satu yang paling diawasi ketat oleh kepolisian

25 Juni 2018 | 11.49 WIB

Para suporter timnas Inggris berpesta di jalanan Kota Nizhny Novgorod menjelang laga Piala Dunia 2018 melawan Panama di Rusia, Sabtu, 23 Juni. Inggris akan berlaga melawan Panama pada Ahad, 24 Juni 2018, pukul 19.00 WIB. REUTERS/Gleb Garanich
Perbesar
Para suporter timnas Inggris berpesta di jalanan Kota Nizhny Novgorod menjelang laga Piala Dunia 2018 melawan Panama di Rusia, Sabtu, 23 Juni. Inggris akan berlaga melawan Panama pada Ahad, 24 Juni 2018, pukul 19.00 WIB. REUTERS/Gleb Garanich

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Ribuan suporter duduk bersama menghadap lima layar lebar di arena Fan Fest Piala Dunia 2018 di alun-alun Universitas Negeri Moskow Lomonosov. Mereka asyik menikmati laga perdana penyisihan Grup G antara Tunisia dan Inggris yang disiarkan langsung dari Volgograd Arena, Jumat pekan lalu. Keriuhan sorak-sorai dan tawa mewarnai aksi nonton bareng itu.

Sempat bermain imbang 1-1, Inggris akhirnya merebut kemenangan lewat gol Harry Kane di masa injury time. Sempat saling adu ramai berteriak menonton, para suporter Tunisia dan Inggris toh akhirnya bisa pulang bareng dengan damai. “Pertandingan yang bagus, kawan, semoga berikutnya bisa lebih baik,” kata seorang suporter Inggris sambil merangkul para fan Tunisia ketika mereka keluar gerbang Fan Fest.

Pertandingan perdana Inggris itu menjadi salah satu yang paling diawasi ketat oleh kepolisian. Sebabnya, Inggris memiliki suporter garis keras alias hooligan yang memiliki reputasi buruk dalam membuat keributan ketika pertandingan datang ke Rusia. Mereka juga tak memiliki hubungan yang akur dengan kelompok ultras alias fan garis keras Rusia.

Keduanya pernah terlibat perkelahian massal berdarah ketika penyelenggaraan Euro 2016 di Marseille, Prancis. Sejumlah suporter dari kedua kelompok terluka dan ada yang ditangkap polisi.

Kelompok ultras di Rusia lahir dari persaingan antarsuporter klub-klub lokal. Mereka kerap terlibat kekerasan dan bikin repot polisi. Tak bisa berkelahi di stadion, mereka mengalihkannya ke tempat-tempat yang jauh dari pantauan polisi. Perilaku ini dibawa ketika klub-klub Rusia bertanding ke luar negeri. Ditambah lagi hubungan mereka dengan gerakan ultranasionalis yang rasialis, reputasi ultras menjadi lebih buruk lagi.

Sejak keributan di Marseille, Rusia menekan habis-habisan kelompok ultras agar tak bikin ribut di negeri sendiri. Presiden Rusia Vladimir Putin memberi peringatan kepada para polisi ketika persiapan untuk Piala Dunia pada Februari lalu. “Kalian harus menjaga citra Rusia pada tingkat tertinggi, dan yang paling penting agar bisa menjadi keamanan para pemain dan fan,” kata dia seperti ditulis Firstpost.

Sejumlah grup ultras masuk daftar hitam kepolisian. Anggotanya ditahan atau dilarang ke stadion dan tak mendapatkan akreditasi fan ID—salah satu dokumen penting untuk bisa masuk ke arena pertandingan atau Fan Fest. Polisi juga mengeluarkan ultimatum agar para anggota ultras lainnya tak bikin ribut.

Vitaly Mutko, Presiden Asosiasi Sepak Bola Rusia, memutus hubungan dengan para kelompok suporter yang dinilai berbahaya, termasuk dengan Asosiasi Suporter Seluruh Rusia (ARSA) yang memiliki kaitan dengan gerakan neo-Nazi.

Ketua ARSA, Alexander Shprygin, yang dulu teman lama Putin, juga dilarang ke Piala Dunia. Shprygin pernah dideportasi setelah keributan Marseille. Menurut Mutko, Shprygin dan para pengikutnya mempermalukan diri sendiri dan membuat sepak bola Rusia terjerumus dalam “masalah besar”.

Menurut Shprygin, polisi justru melakukan “represi” terhadap para suporter yang dianggap sebagai ultras. “Para polisi itu datang ke rumahmu, mencari dan menggeledahmu, dan memanggilmu untuk sebuah ‘perbincangan’,” kata Shprygin seperti dilaporkan Inosmu.ru, pekan lalu.

Namun ada perubahan menjelang pembukaan Piala Dunia lalu. Pemerintah Rusia mengizinkan setidaknya 300 suporter garis keras Rusia untuk menonton Piala Dunia. Nama mereka dicoret dari daftar hitam karena durasi larangan masuk ke stadion sudah selesai.

Kebanyakan dari para ultras dihukum karena terlibat aksi kekerasan atau membawa barang berbahaya ke stadion. Artyom Koluzayev, misalnya, tidak boleh masuk stadion karena kedapatan membawa “perangkat peledak” ke pertandingan. Hukuman anggota geng Kolelktiv 18 itu selesai dua minggu sebelum Piala Dunia bergulir.

Sejak Mei lalu, ada 456 orang yang masuk dalam daftar hitam pemerintah. Mereka berada di bawah pengawasan ketat kepolisian. Namun sekitar 100 orang di antaranya, yang masa hukumannya segera habis, akan bisa kembali datang ke arena Piala Dunia.

Menurut Yoan Clara Teken, pelajar Indonesia di Moskow, tak ada berita soal keributan yang melibatkan para suporter garis keras Rusia. Ada berita soal masalah-masalah keamanan dalam skala kecil, tapi tidak berkaitan dengan penyelenggaraan Piala Dunia. “Yang soal ultras itu enggak ada akhir-akhir ini, semua aman,” kata mahasiswi program kedokteran di First Moscow State Medical University itu.

THE INDEPENDENT | RUSSIAN TODAY | NOVAYA GAZETA | SPUTNIKNEWS | GABIEL WAHYU TITIYOGA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gabriel Wahyu Titiyoga

Alumni Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta ini bergabung dengan Tempo sejak 2007. Menyelesaikan program magister di Universitas Federal Ural, Rusia, pada 2013. Penerima Anugerah Jurnalistik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2014. Mengikuti Moscow Young Leaders' Forum 2015 dan DAAD Germany: Sea and Ocean Press Tour Program 2017.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus