Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Malang - Sekitar 200-an arek Malang yang tergabung dalam Jaringan Solidaritas Korban Kanjuruhan (JSKK) menggelar tahlil di pintu 13, stadion Kanjuruhan, 1 Oktober 2023. Mereka juga menabur bunga sembari memanjat doa, agar diberikan keadilan saat memperingati satu tahun Tragedi Kanjuruhan.
“Hukum berat pelaku, kalau perlu hukuman mati,” kata Misiati yang kehilangan anak keduanya Firmansyah setahun lalu. Ia tak kuasa menahan air mata saat menceritakan kisah pilu yang dialaminya, mendapati anaknya meninggal usai menonton laga Arema FC vs Persebaya Surabaya dalam lanjutan Liga 1 pada 1 Oktober 2022. Setiap bulan, ia kerap mengirimkan doa untuk anaknya di stadion Kanjuruhan, Kepanjen, Kabupaten Malang.
Mengenakan pakaian serba hitam, mereka duduk bersimpuh. Sembari tangan membaca tahlil dan doa. Tetiba di tengah pembacaan tahlil, Juwariyah warga Tumpang histeris berteriak. “Balekno anakku. Balekno anakku (kembalikan anakku),” teriak Juwariyah.
Sejumlah keluarga korban membentangkan poster dan spanduk di depan stadion Kanjuruhan, Kepanjen, 1 Oktober 2023. | TEMPO/Eko Widianto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mereka berkonvoi, bersepeda motor dari stadion Gajayana Kota Malang. Saat tiba di stadion, mereka bernyanyi dan meneriakkkan yel-yel. Memberikan semangat kepada keluarga korban.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“135 itu bukan angka, 135 itu korban jiwa. Arek-arek Malang kalian tak sendiri”.
“Keadilan di mana? Keadilan disembunyikan. Keluarga korban dikuatkan. Doa kami sertakan semoga mengabulkan. Di dunia mereka menang, di akhirat dapat balasan”.
Sedangkan dari pelantang diputar lagu gugur pahlawan.
Hari ini bertepatan dengan peringatan satu tahun Tragedi Kanjuruhan. Dalam peristiwa itu 135 orang tewas dan ratusan orang luka-luka.
Devi Athok Yulfitri, 44 tahun, berdoa di pintu 13 stadion Kanjuruhan, Kepanjen, 1 Oktober 2023. Ia kehilangan dua putri dan bekas istri dalam tragedi Kanjuruhan setahun lalu. | TEMPO/ Eko Widianto
Peserta aksi membentangkan spanduk “Malang Kucecwara” “psikopat”. Selembar kain bergambar karikatur polisi helm dengan mengokang pelontar gas air mata dibentangkan di atas stadion. Serta menempel sanduk “tunda renovasi kanjuruhan” “psikopat” “malang kucecwara” “lawan dan hentikan brutalisme” di plat pagar penutup stadion yang tengah direnovasi. Mereka juga membawa bendera merah putih raksasa.
Pilihan Editor: Kehidupan Keluarga Penyintas Tragedi Kanjuruhan Berubah Total, Anak Semata Wayang Jadi Korban Meninggal