Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEHABIS mengadakan rapat dengan pimpinan-pimpinan Departemen
Penerangan (yang kemudian memutuskan untuk memberhentikan dua
pejabat perfilman dari Dir Bin Film Deppen) drs Sumadi, Dirjen
RTF sore harinya langsung meninggalkan Indonesia untuk pergi ke
Singapura nenghadiri pertemuan ASEAN mengenai media massa.
Jum'at sore, dengan menggunakan pesawat Garuda, Sumadi kembali
ke tanah air. Berikut ini adalah wawancara drs Sumadi dengan
wartawan TEMPO :
Penyelewengan apa yang telah dilakulan oleh Sunaryo dan Narto
Erawan hingga mereka dipecat?
Ada dua macam penyelewengan yang mereka lakukan. Pertama
mengenali surat rekomendasi pemasukan film baru. Surat itu dalam
bentuk daftar isian permohonan ijin pengeluaran film dari luar
negeri. Nah. untuk mengeluarkan film baru ini mereka pergunakan
surat rekomedasi lama. Caranya yaitu dengan menghapus judul
panjang film serta nomor surat pengangkutan. Pencoretan
dilakukan dengan tinta putih kemudian diketik kembali dengan
judul yang baru, nomor baru dan panjang film baru. Bahkan cap
perusahaan juga dihapus dengan tinta putih dan diganti dengan
yang baru.
Di atas rekomendasi lama yang telah jadi baru oleh Narto Erawan
diparaf untuk seiuljutnya ditanda tangani oleh drs Sunaryo St.
Manipulasi kedua terjadi pada pengurusan film replacement. Ada
film yang ditolak pada masa Djohardin masih jadi Dirbin Film,
film itu berjudul Magdalela Possessed by The Devil. Di tahun
1975 film itu telah diganti dengan film lain. Eh, tahu-tahu ada
film, Sex Cat, dimasukkan sebagai pengganti dari film yang
telah diganti itu. Ini terjadi pada tahun 1977.
Ini jelas manipulasi. Dan penyelewengan setiap judul film
menyangkut jumlah uang paling sedikit 40 juta rupiah.
Apakah keputusan pemecatan ini tidah terlalu drastis?
Tidak. Sebab permainan ini sudah lama kami ketahui, tapi waktu
itu kami belum punya bukti. Pemecatan ini merupakan titik
kulminasi dari berbagai penyelewengan yang ada di Direktorat
Film. Banyak hal yang dilakukan di Direktorat Film tanpa
sepengetahuan kami. Pembubaran Giprodfin, misalnya, itu
dilakukan tanpa sepengetahuan kami.
Ada yang menilai ahsi pembersihan ini sebagai usaha
menyingkirkan orang-orang yang dulu diangkat oleh Menteri
Mashuri.
Saya tidak tahu apakah yang saya tindak itu orangnya Mashuri
atau bukan. Saya menindak yang salah saja.
Soal Konsorsium. Kenapa hanya dua Konsorsium saja yang diberi
instruksi untuk melakukan penggantian pengurus?
Karena yang ikut terlibat dalam permainan ini kebanyakan
anggota dari KFI Eropa Amerika II dan KFI Asia non Mandarin,
maka mereka lalu yang saya tindak.
Kabarnya Herman Samadikun menolak keputusan anda?
Saya baru saja mendengar kabar bahwa mereka tidak mau
melaksanakan rapat anggota. Bahkan saya mendengar mereka sudah
mengadakan tekanan-tekanan pada para anggota supaya mau memilih
kembali pengurus lama yang diketuai oleh Herman, supaya bisa
dibuktikan bahwa di KFI-nya tidak ada apa-apa. Apa saya dan
Menteri Peneranan dianggap anak kecil sehingga bhia dibohongi
begitu saja?
Anda dituduh berkomplot dengan Widodo Sukarno Ketua KFI Eropa
Amerika II dan RM Sutarto, bekas ketua BSF yang juga Ketua Team
Pendamping, untuk menjatuhkan orang-oraug Mashuri, bagaimana
ini? Saya memang berkomplot, tapi berkomplot dengan kebenaran
untuk melawan kecurangan.
Apa kira-kira tindakan anda selanjutnya?
Saya akan meninjau kembali semua peraturan dan SK-SK yang telah
ada. Dan saya akan berkonsultasi dengan semua pihak. Nantinya
pola pembinaan Perfilman akan saya arahkan pada kepentingan
produksi nasional. Pokoknya baik film import atau film Nasional
akan saya tempatkan pada kedudukan yang wajar.
Kabarnya orang-orang yang melakukan manipulasi menngunakan kode
"Bagyo" untuk anda. Benar itu pak?
Ya betul, karena katanya saya mirip dengan Bagyo yang pelawak
itu. Mereka mengatakan bahwa "pak.Bagyo tidak akan mengeluarkan
film import lagi. Pokoknya pakai saja ini dulu, nanti pak Bagyo
juga akan kebagian." Eh, mereka fitnah saya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo