Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Robi Navicula, Iga Massardi, Upi Tuan Tigabelas, dkk membuat album kompilasi yang bertema dampak perubahan iklim serta lingkungan.
Sonic/panic, nama album tersebut, akan dirilis pada 4 November 2023.
Lagu-lagunya dibuat setelah para musikus mengikuti lokakarya tentang lingkungan selama lima hari.
Lalu kita semua mulai tutup mata, kerusakan terjadi tepat depan mata.
Hati buta maka hati tak punya mata, ibu bumi menangis dan teteskan air mata.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penggalan lagu bertema kerusakan lingkungan dan perubahan iklim itu dinyanyikan oleh Upi saat pra-peluncuran album berjudul sonic/panic di kafe Dia.lo.gue di Kemang, Jakarta Selatan. Penyanyi rap yang dikenal dengan nama panggung Tuan Tigabelas tersebut menerjemahkan setiap keresahannya lewat alunan musik hip-hop.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penonton riuh bertepuk tangan pada akhir lagu. Beberapa rekan musikus bergantian memeluk Upi.
Upi mengatakan tembang ciptaannya itu berbeda dari karya-karyanya yang lain. Tuan Tigabelas sudah memproduksi beberapa lagu bertema lingkungan, tapi selalu bernada tudingan. “Kali ini kritiknya saya buat untuk saya pribadi,” ujar Upi di lokasi, Selasa, 24 Oktober lalu.
Menurut Upi, semua manusia bertanggung jawab atas masalah iklim dan kerusakan lingkungan, termasuk dirinya. “Kita juga ikut andil dalam kehancuran bumi. Lagu ini dibuat untuk kita berkontemplasi,” kata dia. Ajakan itu tertuang dalam ketukan lagu barunya yang lambat. Jauh berbeda dari up beat hip-hop yang biasa dibawakan Upi.
Tembang bertajuk Kenapa tersebut merupakan bagian dari album berjudul sonic/panic. Album kompilasi ini berisi 13 lagu bertema iklim dari musikus yang tergabung dalam kelompok Music Declares Emergency Indonesia.
Musikus yang ikut dalam proyek album peduli lingkungan berjudul sonic/panic di Dia.lo.gue, Kemang, Jakarta Selatan, 24 Oktober 2023. TEMPO/Ilona Esterina
I Gede Robi, vokalis grup musik Navicula, menjadi penggagas gerakan ini. Idenya berasal dari gerakan bertajuk No Music on Dead Planet. Gerakan ini dipopulerkan oleh kelompok pemusik asal Inggris yang menamakan diri sebagai Music Declares Emergency. Tujuannya menyuarakan permasalahan iklim ke seluruh dunia lewat musik. Robi mengaku diajak oleh beberapa orang dalam kelompok tersebut untuk membuat gerakan serupa di Indonesia.
Robi Navicula mengumpulkan 12 rekan musikus yang dikenalnya untuk bergabung. Mereka adalah Tuan Tigabelas, Endah n Rhesa, Iga Massardi, Tony Q Rastafara, FSTVLST, Iksan Skuter, Made Mawut, Nova Filastine, Guritan Kabudul, Kai Mata Rhythm Rebels, serta Prabumi.
Menurut Robi, kampanye iklim bukan cuma tugas pemerintah atau LSM, tapi juga musikus. “Karena kekuatan kami di musik, kami coba bersuara lewat lagu,” kata dia.
Sonic/panic akan dirilis pada 4 November 2023. Tema album tersebut menggambarkan kondisi bumi yang merana akibat pemanasan global. “Sonic artinya musik dan panic itu emergency,” ujar pencipta lagu Busur Hujan ini.
Lagu-lagu dalam album ini dibuat setelah para musikus yang terlibat mengikuti workshop bertajuk “Sound the Alarm” di Bali pada Juni lalu. Selama lima hari, mereka menerima pemaparan materi tentang keadaan bumi yang dihantam krisis iklim. Ada pula materi tentang politik dan kehidupan sosial masyarakat hingga kebijakan pemerintah yang berdampak terhadap lingkungan. Pematerinya merupakan aktivis lingkungan, seperti dari Greenpeace dan Kopernik.
Menurut Robi Navicula, pelatihan perlu digelar agar para musikus itu memiliki pemahaman yang mendalam tentang lingkungan. “Sehingga karyanya nanti tidak kosong,” ujar dia. Setelah pelatihan, para musikus diberi waktu 30 hari untuk membuat lagu.
Gede Robi, vokalis Navicula, menjelaskan tentang album kolaborasi 13 musikus yang bertema aksi iklim, di Dia.lo.gue, Kemang, Jakarta Selatan, 24 Oktober 2023. TEMPO/Ilona Esterina
Iga Massardi, vokalis Barasuara, mengatakan workshop itu merupakan kesempatan baginya untuk belajar tentang iklim. Dia mengaku mendapatkan banyak perspektif baru dari pelatihan di Bali tersebut, termasuk soal kedaruratan kondisi bumi, dari polusi udara hingga kenaikan permukaan air laut. “Muncul kekhawatiran. Gila. Ternyata bumi sudah separah ini,” kata Iga.
Bersama sekelompok seniman Madura, Iga membuat lagu tentang sebuah pulau dengan kualitas oksigen paling baik di dunia, Gili Iyang. “Pulau itu benar-benar ada, di Sumenep, Jawa Timur,” kata Iga. Lagu tersebut juga masuk dalam album kompilasi.
Keresahan serupa dirasakan duo Endah n Rhesa. Mereka kemudian mengemasnya lewat tembang Plastic Tree. “Itu imajinasi kami tentang bagaimana dunia tidak ada pohon, tidak ada burung. Kokok ayam hanya dari speaker,” kata Rhesa.
Rhesa mengatakan ada keinginan untuk menyalahkan ini-itu. Namun, pada akhir lagu, mereka memilih meminta maaf karena telah ikut merusak bumi. Dari lagu tersebut, Rhesa berharap terjadi perubahan bisa dimulai dari diri sendiri.
Memperkuat Aksi dengan Koperasi Musikus
Selain merekam album, 13 musikus yang tergabung dalam Music Declares Emergency Indonesia ini mendirikan label musik. Nama label rekaman itu adalah Alarm Record. Robi Navicula mengatakan pemiliknya adalah semua musikus yang terlibat dalam proyek mereka. “Ke depan, mereka akan membuat gerakan dengan melibatkan musikus lainnya,” ujar Robi.
Robi tidak mengharapkan keuntungan dari gerakan tersebut. Maka, untuk memperkuat pendanaan, mereka membuat label yang bentuknya koperasi. Sebagian pemasukan dari platform online nantinya dibagi rata. Sisanya dipakai untuk mendanai gerakan lewat label. Jika pendanaan stabil, mereka akan membuat gerakan yang lebih besar, misalnya festival. Robi berharap makin banyak musikus Indonesia yang berkontribusi dan bergabung untuk menyuarakan permasalahan lingkungan.
ILONA ESTERINA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo