Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teroka

Altruis Yang Pantang Diam

H.S. Dillon ikut berperan di awal pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi. Tetap berbicara tentang penguatan KPK di pengujung usianya.

21 September 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HARBRINDERJIT Singh Dillon adalah seorang intelektual sekaligus altruis tulen. Dia sangat unik. Ia sarjana pertanian yang memiliki kepedulian besar terhadap perlindungan hak asasi manusia, pemberantasan korupsi, kebinekaan, kemiskinan, pembangunan negara hukum yang demokratis (democratic rule of law), dan pengelolaan sumber daya alam ekstraktif yang merusak ekosistem.

Tidak mengherankan, sejak era reformasi, Dillon mendapat kepercayaan negara untuk duduk di berbagai posisi penting, dari anggota Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (2000-2001), anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (1998-2003), Utusan Khusus Presiden Bidang Penanggulangan Kemiskinan (2011-2014), sampai Direktur Eksekutif Kemitraan untuk Tata Kelola Pemerintahan yang Baik (2003-2006).

Sepekan sebelum dirawat di rumah sakit sampai meninggal pada 16 September lalu, Dillon makan pagi bersama saya di hotel kawasan Thamrin, Jakarta Pusat. Sarapan itu adalah pertemuan terakhir kami. Hampir dua pekan sekali kami bertemu mendiskusikan berbagai isu, termasuk hak asasi, pelaksanaan negara hukum, aktualisasi pembangunan berkelanjutan, dan efektivitas pemberantasan korupsi. Saya selalu kagum pada semangat Dillon yang senantiasa menggebu-gebu berbicara tentang keempat isu di atas walaupun di usia yang lebih dari 70 tahun.

Dalam pertemuan terakhir itu, Dillon berbicara pentingnya pemerintah memperkuat ikhtiar pemberantasan korupsi dan perlunya penguatan Komisi Pemberantasan Korupsi. KPK selama ini menjadi etalase bangsa yang bisa kita banggakan di kancah global. Dillon memiliki kedekatan emosional dengan KPK. Saat KPK berdiri pada 2003, lembaga yang dia pimpin saat itu, Kemitraan untuk Pembaruan Tata Kelola Pemerintahan, memfasilitasi pelaksanaan proses seleksi pemimpin KPK yang transparan, partisipatif, dan akuntabel (TPA). Proses seleksi secara TPA inilah yang kemudian direplikasi negara untuk diterapkan dalam seleksi pejabat publik lain. Setelah pemimpin terpilih di bawah Taufiequrachman Ruki, Dillon memberi penguatan kelembagaan internal. Saat KPK mengalami guncangan berkali-kali, ia selalu hadir memberi dukungannya di baris terdepan.

Saya mencatat dua istilah yang sering saya dengar pada saat Dillon memimpin Kemitraan pada 2003-2006: magnum opus dan capacity from within and pressure from without. Magnum opus yang berarti mahakarya adalah istilah Dillon untuk memotivasi para advisor dan manajer program di Kemitraan. Magnum opus adalah tuntutan output dari setiap pekerjaan yang bernilai terobosan (breakthrough) terhadap perbaikan governance di Indonesia (akses terhadap keadilan, pemberantasan korupsi, pelayanan publik, dan desentralisasi demokratis). Seringnya Dillon menggunakan istilah tersebut menunjukkan kepemimpinan dia di Kemitraan berorientasi output yang berkelas legacy—mampu mengubah dari tiada ke ada, yang tidak baik menjadi baik, yang mandek menjadi berjalan, serta tidak berdaya menjadi berdaya.

Capacity from within and pressure from without menunjukkan Dillon menuntut sekumpulan agent of change atau champion of reform di Kemitraan mampu memfungsikan dua tugas penting secara sekaligus: (1) membantu pemerintah dalam meningkatkan kualitas public service dan suply of justice (capacity from within) dan (2) pemberdayaan masyarakat sipil untuk meningkatkan kemampuan untuk menuntut negara dalam hal kualitas pelayanan publik, pemerintahan yang bersih, dan keadilan yang optimal.

Di pertengahan pemerintahan Presiden Joko Widodo, Dillon sebagai tokoh hukum khawatir terhadap memudarnya perhatian negara pada kualitas rule of law yang demokratis. Kepedulian ini dilandasi keyakinan dia bahwa dalam membenahi institusi penegakan hukum (sebagai sarana supply of justice), dibutuhkan pemimpin yang mampu memberi teladan (leadership by example), sekumpulan orang di institusi penegakan hukum sebagai agen perubahan, dan pengawalan publik terhadap proses pembenahan institusi tersebut. Tiga hal itulah yang belum bisa dihadirkan di negara ini, yang perlu menjadi pekerjaan rumah dari pemerintah saat ini.

Bertolak dari kepedulian tersebut, Dillon meminta saya kembali menyelenggarakan pertemuan Law Summit 3, setelah Law Summit 1 pada 2002 dan Law Summit 2 pada 2004 yang digagas bersama Todung Mulya Lubis, Marzuki Darusman, dan Erna Witoelar. Pertemuan ini untuk mengevaluasi pelaksanaan negara hukum yang demokratis sebagai amanat Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945 sekaligus menyepakati peta jalan pembaruan hukum yang progresif di periode kedua Presiden Jokowi. Gagasan ini perlu diwujudkan oleh komunitas hukum, baik yang berada di pemerintahan maupun di masyarakat sipil.

Dalam orasi kebudayaan untuk memperingati ulang tahunnya yang ke-70, Dillon menyatakan: “Diam tidak selalu berarti emas. Diam pada saat melihat kekeliruan atau kezaliman berarti pembiaran, diam karena kita terlibat konspirasi jahat berarti kejahatan, dan diam karena keilmuan kita terbeli berarti pengkhianatan....” Ketiga makna diam tersebut tercakup dalam pengertian tentang sociology of ignorance yang sudah lama melanda negeri kita. Kutipan ini patut kita renungkan dalam menyikapi kondisi bangsa saat ini. Semangat H.S. Dillon untuk membangun Indonesia yang lebih baik patut kita lanjutkan. Selamat jalan, Bang Lali....

MAS ACHMAD SANTOSA, PENASIHAT SENIOR UNTUK PARTNERSHIP FOR GOVERNANCE REFORM IN INDONESIA 2002-2006

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus