Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TAK semua grup teater anak-anak di Jakarta, ikut bertanding
dalam festival 26 Desember - 1 Januari kemarin. Yang dibolehkan
turut memang hanya grup yang terbukti aktif dalam jangka waktu
tertentu -- bukan "grup jadijadian" yang dibentuk mendadak buat
kepentinan festival. Dan dari 13 grup yang ikut (yakni hampir
semua grup yang aktif), akhirnya diharapkan akan tersaring
menjadi 8 saja, kira-kira.
Amak Baljun SH, orang TIM yang repot mengatur festival Dewan
Kesenian Jakarta itu, memang menyatakan bahwa biaya sudah
terbatas untuk memberi kesempatan grup sebanyak itu di
panggung-panggung TIM -- sementara kebutuhan mengejar kwalitas
sekarang menjadi amat penting.
Sebelum festival dilangsungkan sudah ada masaalah yang belum
juga diselesaikan. Apakah teater anak-anak berarti tontonan yang
dimainkan anak-anak. Atau yang ditujukan buat anak-anak -
walaupun dimainkan orang dewasa barangkali. Selama ini yang
terjadi di TIM adalah yang pertama -- sementara penontonnya
kebanyakan orang dewasa (keluarga anak-anak itu) di samping
masyarakat anak-anak sendiri. Memang ini tidak usah berarti
kekurangan dari segi mutu. Melainkan setidaknya jenis alias
keragaman -- plus perhatian seniman dewasa terhadap kreasi yang
serius yang akan mereka mainkan buat melayani anak-anak.
Eksperimen
Sudah diadakan lomba penulisan naskah drama anak-anak -- baik
oleh Dewan Kesenian maupun P & K. Dikarang oleh seniman dewasa,
tentu saja, dan dimaksud umumnya untuk dimainkan anak-anak.
Lebih dari itu ada kecendrungan lain: baik naskah maupun
pementasan teater anak-anak, di TIM, tak jarang menguntit apa
yang dilakukan teater remaja: menghargai teater sebagai alat
ekspresi, misalnya -- sampai ke tingkat membantai dan memperalat
naskah untuk kebutuhan itu. Untuk remaja, semangat protes atau
eksperimen --walau sering tak ditopang oleh keterampilan teknis
-- memang difahami. Tapi bagaimana dengan "eksperimen" pada
anak-anak?
Sanggar Prakarya yang memainkan naskah Mencari Jejak misalnya,
maupun Teater Galileo yang memainkan llilelawan Raksasa, lebih
cenderung ke arah teater remaja. Prakarya memeriahkan
tontonannya dengan banyak lagu dan jogetan -- dengan nyanyian
cinta dan joget model "melayu" dan disko. Sementara penampilan
Teater Galileo hampir menyerupai pertunjukan (dewasa) Bel
Gedowel Beh Danarto belum lama berselang, lengkap dengan unsur
protes dan kritik sosial. Sutradaranya berusaha benar
menunjukkan kekayaan imajinasi tanpa mengetahui bahwa ia sedang
bergerak di lantai teater anak-anak. Tatkala ada adegan
tembakan, seorang anak terdengar menangis di antara penonton.
Rasanya sangat penting menjelaskan duduk soalnya nanti. Juga
sangat penting kesediaan teater senior untuk merancangkan
sesuatu yang bagus buat anak-anak, menghargai alam lingkungan
mereka, dan bermain bersama mereka. Bukankah anak-anak itu diri
mereka sendiri, dahulu?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo