Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teroka

Berawal dari Dua Ilmuwan

Dua ilmuwan yang bekerja untuk Belanda di Bogor berperan besar dalam pengembangan batik Polandia. Siapa mereka?

9 Oktober 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“BATIK ini buatan Polandia? Tidak, tidak mungkin, kain ini tidak mungkin dibuat di luar Indonesia.... Pasti dibuat di sini,” ujar Maria Wronska-Friend, antropolog dan kurator museum James Cook University, Australia, mengawali bukunya yang berjudul Art Drawn with Wax: Batik in Indonesia and Poland. Menurut dia, batik Polandia sangat berbeda dengan batik Indonesia. Wronska-Friend menulis buku ini dari disertasinya yang dipromotori oleh Irena Huml. Bukunya terbit pada 2008.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam bukunya, Wronska-Friend menulis tentang Jawa dengan rangkuman mengenai bumbu, tekstil, dan orang asing. Ia pun mengupas batik di Jawa yang berharga, tentang ketekunan dan kesabaran pembuatnya, juga keindahannya. Lebih khusus ia menulis tentang koleksi seni Jawa-Kraków dan batik Polandia di antara masa perang dan batik kontemporer Polandia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku ini melengkapi buku-buku literasi tentang batik di Polandia. Di antaranya buku karya Michał Siedlecki berjudul Java: Nature and Art (1913) dan karya Marian Wisz berjudul Batik: Easter Eggs on Fabric (1923). Dua buku ini dipamerkan dalam pameran “Pola” di Museum Nasional Indonesia, Jakarta.

Bagian depan buku Java: Nature and Art bergambar motif burung dengan sulur-sulur bunga. Adapun dalam salah satu halaman buku Batik: Easter Eggs on Fabric terlihat gambar telur Paskah orang Polandia dengan motif salju, hewan, dan bunga.

Menurut buku Art Drawn with Wax: Batik in Indonesia and Poland, batik di Polandia memang tak lepas dari peran dua ilmuwan dari Kraków, Marian Raciborski dan Michał Siedlecki, yang bekerja untuk Belanda di Bogor, Jawa Barat. Mereka melakukan penelitian di Jawa pada awal abad ke-20. Mereka mengunjungi bengkel Oey Soe Tjoen yang sudah berdiri lebih dari satu abad pada akhir abad ke-19.

Mereka terkejut menemukan tekstil batik yang menurut mereka pembuatannya mirip dengan teknik pewarnaan lilin yang digunakan orang Polandia untuk menghias telur Paskah. Mereka lantas membawa sampel gaya batik kontemporer Belanda. Hal ini kemudian memicu gerakan kreatif seni di Polandia.

Para perajin Polandia mulai menggunakan canting gaya Jawa untuk mengimbangi alat tradisional mereka. Di Kraków, berdiri beberapa bengkel yang mempekerjakan para gadis remaja untuk membuat tekstil batik dengan teknik yang diadopsi dari pewarnaan kain menggunakan lilin.

Bersama dengan teknologi pewarnaan lilin, seni terapan Polandia meminjam berbagai desain dan kombinasi warna Jawa menghasilkan kreasi dekorasi unik yang dikenal sebagai gaya Jawa-Kraków. Pada 1920-an, batik Polandia berada di puncak popularitasnya dan diakui dengan baik. Sejumlah penghargaan dicapai dalam pameran internasional. Namun pada tahun-tahun berikutnya metode dekorasi Jawa hampir dilupakan, sampai pada akhir 1980-an Akademi Seni Tucznica dekat Garwolin melakukan upaya serius untuk menghidupkan kembali teknik ini di Polandia.

Polandia, kata Wronska-Friend, hanya salah satu negara Eropa yang terpesona oleh batik. Sebelumnya ada Inggris. Dia mulai terhubung dan mempelajari batik ketika menghadiri sebuah konferensi di Kalkuta, India. Irena Huml, promotornya, menantangnya melanjutkan penelitian tentang batik di Polandia.

Ia kemudian berkunjung ke Museum Nasional Polandia di Kraków yang memiliki banyak koleksi. Setelahnya, ia mulai mempelajari asal usul batik tersebut dan membawanya dalam penelitian di beberapa negara Eropa. Ia juga pergi ke berbagai bengkel batik, berkunjung ke pasar di Jawa, dan diundang ke keraton untuk menyaksikan ritual membatik yang biasanya tertutup bagi umum. Ia bergelut meneliti batik dan tekstil kontemporer selama lebih dari 30 tahun.

Sementara itu, kurator pameran “Pola”, Joanna Waclawek, menjelaskan bahwa buku Java karya Siedlecki memuat keterangan mengenai segala sesuatu tentang Jawa, dari makanan, tradisi, hingga kebudayaannya, termasuk batik. Dari buku itu pula kata “batik” mulai dikenal dan dimasukkan ke bahasa Polandia. Adapun Raciborski adalah orang pertama yang membawa sampel batik ke Polandia.

Maria Wronska-Friend menunjukkan foto perempuan Jerman sedang membatik dengan canting pada 1920 dan pembuatan batik di Paris pada 1925, di acara Simposium "Trade, Ties & Transformations" di Ilham Gallery, Malaysia, pada 2016. YouTube Ilham Gallery

Tulisan Michał Siedlecki membuat orang Polandia tertarik membaca dan mencoba membuat batik. Batik itu dipakai untuk baju atau hiasan rumah. Kemudian batik Polandia mulai berkembang dengan motif batik yang lebih bebas, tidak seperti batik-batik Jawa. Hingga suatu ketika ada pameran seni terbesar Eropa, Art Deco di Paris, Prancis, Polandia dengan paviliunnya memajang batik Polandia. “Orang Polandia waktu itu pamer sudah bisa membuat batik Polandia,” ucap Waclawek.

Pada periode antara Perang Dunia I dan Perang Dunia II, batik sangat populer, terutama di Kraków. Banyak orang Polandia, khususnya dari Kraków, yang datang ke Jawa dan kemudian membawa batik Jawa. Tapi, seusai Perang Dunia II, kepopulerannya menurun. Hingga kemudian pada 1975 batik kembali mengemuka. Banyak seniman yang memasukkan unsur batik ke karya mereka. Batik muncul sebagai seni.

Pada dasarnya, Waclawek melanjutkan, orang Polandia sudah mengetahui teknik batik, tapi untuk telur Paskah. Karena ada contoh batik dari Jawa, mereka kemudian menggunakannya untuk baju dan kain penutup alat-alat rumah tangga. “Oh, ternyata bisa untuk kain, bukan hanya telur Paskah,” ujarnya. Ada pula buku tentang teknik batik yang judulnya Batik Bukan Hanya untuk Telur Paskah.

Kebiasaan membatik telur Paskah, Waclawek melanjutkan, beberapa waktu lalu masih dilakukan. Setiap Paskah, hampir semua keluarga membatik telur Paskah dengan beragam motif, seperti burung, daun, bunga, dan ornamen simbol-simbol Katolik. Dia menuturkan, pada awalnya telur Paskah hanya banyak di daerah Kraszone. Di sana telur dicat dengan warna merah (warna darah, warna kehidupan), hijau (melambangkan kelahiran, kembali ke alam, keluar dari kelesuan), dan kuning (simbol matahari).

Dulu banyak kawasan di Polandia yang menggunakan dua teknik yang populer, yakni menggunakan lilin dan goresan. Telur diwarnai secara tradisional dengan pewarna alami, dari rebusan kulit bawang, kulit kayu ek, biji-bijian, pucuk gandum hitam, oat, dasar poplar, kulit hazel, atau lumut.

Pada masa lalu, ada juga beberapa daerah di Polandia yang mempunyai baju tradisional dengan unsur batik di dalamnya. Batik Polandia dulu terdapat di bagian selatan dan barat daya negara itu, dekat dengan perbatasan Slovakia.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus