Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Film Meg 2: The Trench menyuguhkan aksi teror hiu yang melebar jauh dari fiksi ilmiah.Â
Gambar dan adegan aksi menawan menjadi senjata utama Meg 2: The Trench.
Film bergenre teror hiu diyakini masih mudah diterima penonton.Â
Teror hiu purba alias megalodon kembali muncul di bioskop Jakarta sejak pekan lalu lewat film berjudul Meg 2: The Trench. Film ini merupakan kelanjutan dari The Meg yang sukses meraup pundi-pundi hingga sekitar US$ 530 juta atau lebih dari Rp 8 triliun pada Agustus 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Film ini diangkat dari novel The Trench (The Trench: Meg 2) karya penulis Amerika, Steve Alten. Novel fiksi ilmiah yang terbit pada 1999 itu merupakan sekuel dari Meg: A Novel of Deep Terror.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Layaknya film sekuel, Meg 2: The Trench menceritakan kelanjutan The Meg. Cerita masih berpusat pada aksi Jonas Taylor, yang diperankan Jason Statham, yang bertualang ke dalam Palung Mariana dengan kapal selam.
Kali ini, ia punya misi penyelamatan di titik terdalam bumi itu. Jonas bahkan sampai harus memakai baju zirah khusus yang bisa menahan tekanan dahsyat di bawah laut hingga 25 ribu kaki atau sekitar 7,6 kilometer dari permukaan laut.
Buku "The Trench" oleh Steve Alten. Dok. Steve Alten
Untuk menambah gereget film kedua, jumlah musuh Jonas bertambah. Pertama, pada film The Meg, hanya satu megalodon yang menjadi tokoh antagonis. Dalam film The Trench, megalodon hadir dengan ukuran lebih besar dan jumlahnya lebih dari satu. Tokoh antagonis pun bertambah, yakni segerombol penjahat yang mengincar keuntungan pribadi.
Namun musuh keroyokan ini membuat The Trench melenceng jauh alias semakin enggak masuk akal. Faktanya, memang film bertema megalodon atau serangan hiu yang masih ada saat ini pun termasuk cerita fiksi. Namun Meg 2: The Trench seperti melangkah lebih jauh lagi.
Sebagai contoh, penggunaan baju zirah nan perkasa membuat film ini lebih mirip aksi pahlawan super. Uniknya lagi, kehadiran makhluk-makhluk purba, seperti reptil amfibi zaman dinosaurus hingga gurita raksasa, semakin membuat The Trench mengajak penonton meninggalkan logika mereka lebih jauh lagi.
Ferdinan, 37 tahun, salah satu penonton Meg 2: The Trench, juga menyebutkan film garapan sutradara Ben Wheatley itu terasa janggal dan bikin garuk-garuk kepala. Terlebih, adegan aksi yang diperagakan Jason Statham semakin tak masuk akal.
"Adegan aksinya mirip film-film franchise Fast and Furious atau Mission Impossible begitu," kata pria yang bekerja sebagai pegawai swasta itu saat ditemui di salah satu bioskop di Menteng, Jakarta Pusat.
Pendapat Ferdinan ada benarnya. Aksi laga yang terlalu gila masih bisa dinikmati lantaran adegan tersebut memang sangat menantang. Selain itu, efek gambar dan CGI pada film Meg 2: The Trench cukup mumpuni memanjakan mata. Betapa tidak, gambar hiu megalodon dan gurita yang bergerak cukup membuat takjub. Terlebih bagi orang-orang yang memang suka pada film-film bertema dinosaurus atau makhluk purba lain.
Penonton lain, Jemima Sutanto, mengatakan The Trench punya kelemahan yang kuat dalam dialog. Menurut perempuan berusia 44 tahun itu, film ini hanya mengandalkan adegan laga dan cerita monster purba. Walhasil, urusan dialog para pemain utama terkesan lemah dan kaku.
Jason Statham sebagai Jonas Taylor dalam film "Meg 2: The Trench" (2023). Dok. Warner Bros Pictures
Faktanya, dialog Jason Statham dengan Wu Jing, pemeran Jiuming; dan Sophi Cai, pemeran Meiying, teramat sederhana. Bahkan, ketika mereka berdialog, seperti tak punya kekuatan emosional. Padahal jika merujuk pada cerita tentang perjalanan hidup-mati mereka melawan penjahat dan megalodon, seharusnya mereka punya emosi meledak-ledak. Terlebih, mereka pernah melalui perjuangan yang tak kalah berat dan mengerikan pada film pertama, The Meg.
"Mereka berkomunikasi datar sekali, seperti tidak terjadi apa-apa. Ini lebih parah daripada cerita yang di luar nalar," kata Jemima.
Benar saja, jika menengok film lain, seperti film waralaba Fast and Furious yang punya cerita aksi di luar logika, para lakon masih punya ikatan emosional dan komunikasi yang cair. Komunikasi ini membuat alur cerita lebih mudah terkait di benak penonton.
Namun Meg 2: The Trench bukan satu-satunya film asing yang menayangkan teror megalodon di bioskop saat ini. Ada film lain berjudul The Black Demon yang tayang sejak pekan lalu. Berbeda dengan The Trench, The Black Demon mengambil cerita yang lebih sederhana.
Dalam cerita ini, satu keluarga dan beberapa orang terjebak di sebuah anjungan lepas pantai di perairan Meksiko. Mereka tak bisa kabur lantaran ada hiu purba megalodon berkelir gelap nan ganas menjaga teritorinya. Nahas, anjungan lepas pantai itu ada di wilayah kekuasaan si hiu purba.
Berbeda dengan Meg 2: The Trench, film berdurasi 100 menit karya sutradara Adrian Grunberg itu lebih menyuguhkan cerita mitos dibanding fiksi ilmiah. Hiu raksasa itu diceritakan sebagai makhluk legenda orang-orang lokal di dekat perairan tersebut sebagai iblis hitam atau The Black Demon.
Hadirnya dua film bertema hiu purba atau megalodon itu seakan-akan menggambarkan betapa mudah diterimanya film-film bertema teror hiu. Sebab, dalam belasan bahkan puluhan tahun sebelumnya, film bertema teror hiu sudah sukses meraup untung.
Film "The Black Demon" (2023). Dok. The Avenue
Sebut saja karya fenomenal sutradara Steven Spielberg dalam film Jaws yang dirilis pada 1975. Teror hiu putih besar sukses membuat orang-orang percaya bahwa hiu membunuh manusia demi bersenang-senang. Padahal, faktanya, keberadaan hiu tak semengerikan itu.
Film Jaws sukses besar di pasar. Menurut sejumlah catatan, film yang menelan biaya produksi sebesar US$ 7 juta itu mampu menyerok cuan hingga US$ 470 juta. Karena sukses besar, film Jaws dibuat lagi hingga tiga kali, yakni Jaws 2 (1978), Jaws 3-D (1983), dan Jaws: The Revenge (1987).
Lalu masih ada lagi film teror hiu nan mencekam, seperti Deep Blue Sea (1999), Open Water (2003), dan The Reef (2010). Bahkan film tentang hiu ada yang dibuat dalam cerita komedi horor fiksi Sharknado. Ceritanya lebih tak masuk akal lagi. Betapa tidak, film ini bercerita tentang hiu-hiu yang terlempar ke daratan karena terbawa angin tornado. Film ini bahkan diproduksi hingga enam seri.
Film "Meg 2: The Trench" (2023). Dok. Warner Bros Pictures
Sutradara Meg 2: The Trench, Ben Wheatley, mengakui bahwa teror hiu memang punya ruang tersendiri di hati penonton. Menurut sutradara berusia 51 tahun itu, hiu telah menjadi mahkluk yang bisa menyajikan ketakutan terdalam dan tergelap manusia. Bahkan jauh lebih menakutkan dari dinosaurus dan reptil menyeramkan lainnya.
Selain ketakutan, Ben menyebutkan penonton sejatinya suka melihat adegan hewan raksasa yang masih hidup di dunia. Maksudnya, masih ada sedikit ruang di benak masyarakat bahwa makhluk raksasa, purba, bahkan monster ada dan hidup di bumi yang sama.
"Orang-orang juga senang melihat monster itu mengamuk dan menghancurkan segala macam benda."
INDRA WIJAYA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo