Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teroka

Bahasa Inggris di Pesantren

Bahasa Inggris tumbuh subur di pesantren, bahkan mengalahkan dua bahasa lain, Indonesia dan Arab. Pada mulanya, sang kiai dituding membawa paham Barat

29 Desember 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sarah
Kontributor buku Sepanjang Jalan Kota

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selain berbahasa Arab, santri sudah lumrah menguasai bahasa Inggris sebagai pemenuhan syarat menjadi santri zaman now. Mereka menggunakan kata antum, ente, akhwat, ikhwan, musytaq, na’am, dan seterusnya. Lalu dilanjutkan dengan kata sorry, move on, sure, please, just kidding, by the way (btw), on the way (otw), dan lainnya. Kata bahasa Inggris tidak hanya digunakan di sela-sela percakapan, tapi juga tertulis di mading (majalah dinding), kamar mandi, buku pelajaran, dinding kamar, ruang kelas, dan di majalah pesantren. Kemahiran berbahasa Inggris itu bukti keseriusan pesantren mengakrabi zaman, mencoba menghilangkan anggapan santri hanya dapat mengaji, salat, dan melucu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketika para santri Pondok Pesantren Al-Muhajirin Purwakarta berikhtiar menulis esai, bahasa Inggris membantu mereka mendapatkan ide dan menulis kalimat. Esai itu kemudian dibukukan dengan judul Jari Tangan yang Berbicara (2015). Santri berbahasa Inggris mulai dari judul esai. Salah satu santri, Lindawati, memilih judul"The Magic of Seolah-olah" daripada mengindonesiakannya menjadi"Sihir dari Seolah-olah", atau mengislamkannya dengan judul"Karamah dari Seolah-olah". Kebanyakan santri memilih mencampurkan bahasa Inggris dengan bahasa Indonesia dan Arab hingga akhir tulisan. Bahasa Inggris menyatu dengan keseharian santri sehingga sudah menjadi kewajaran jika bahasa Indonesia, Inggris, dan Arab digunakan campur baur hingga dalam tulisan.

Masuknya bahasa Inggris ke pesantren di-ungkap oleh Savran Billahi dan Idris Thaha dalam buku Bangkitnya Kelas Menengah Santri: Modernisasi Pesantren di Indonesia (2018). Bermula dari tersingkirnya peran santri oleh para priayi pada era kolonial, kiai mulai tertantang untuk memajukan pesantren. Para priayi ini adalah orang-orang didikan Belanda yang kemudian memiliki jabatan di pemerintahan. Tak ingin kalah oleh priayi, santri harus menguasai pelajaran di luar agama. Lewat pesantren modern yang menggabungkan ilmu agama dan ilmu umum, diharapkan santri dapat bersaing dengan masyarakat luas. Pesantren yang terpinggirkan mulai membangun kembali sistem pendidikannya. Pelajaran yang sebelumnya asing, seperti matematika, geografi, dan sejarah, mulai diperkenalkan.

Dalam penggabungan pelajaran agama dan umum di Indonesia, tak ada pesantren yang lebih berhasil dari Pondok Modern Darussalam Gontor. Salah satu pendirinya, KH Ah-mad Salah, sudah mempertimbangkan pembelajaran bahasa Inggris sejak 1926. Saat itu diadakan Muktamar Islam se-dunia di Mekah, tapi tidak ada perwakilan dari Indonesia yang dapat hadir karena tak mampu berbahasa Arab dan Inggris. Permasalahan bahasa ini lekas dicari jalan keluarnya dengan memasukkan bahasa Arab dan Inggris ke dalam kurikulum pesantren. Bagi KH Ahmad Salah, bahasa Arab dibutuhkan untuk memahami ilmu-ilmu keislaman, sementara bahasa Inggris adalah penggambaran ke-intelektualan seseorang dalam merespons serta memahami ilmu-ilmu umum.

Gontor, yang memiliki kurikulum sendiri, menentukan bahwa kurikulum bahasa Inggris mencakup Bahasa Inggris, Latihan Bahasa, Grammar, dan Reading. Di luar kurikulum, dibentuk organisasi yang mengawasi santri dalam berbahasa. Santri diharuskan berbahasa Inggris dalam waktu-waktu tertentu. Usaha pesantren belum cukup sampai di situ. Dalam kegiatan ekstrakurikuler dibentuk kelompok khusus muhadharah (latihan pidato) tiga bahasa, yaitu bahasa Indonesia, Inggris, dan Arab. Hingga sekarang, ekstrakurikuler muhadharah diterapkan oleh banyak pesantren. Dari kegiatan muhadharah inilah, baik Gontor maupun pesantren lain membentuk santri-santri yang siap menjuarai perlombaan. Lomba pidato, debat, dan mendongeng dalam bahasa Inggris pada tingkat siswa tak sedikit dijuarai oleh kalangan santri.

Beberapa santri yang telah menamatkan pendidikan di Gontor terpancing untuk mendirikan pesantren di daerah masing-masing. Pesantren digarap dengan sistem pendidikan menyerupai Gontor. Alumnus Gontor, KH Ahmad Rifa’i Arief, mendirikan Pesantren Daar el-Qolam Madrasatu al-Mu’allimin al-Islamiyah (MMI) di Banten. Pesantren yang mengusung modernitas ini langsung mendapat banyak protes dari warga sekitar.

Masyarakat menolak sistem di pesantren yang sebelumnya tak pernah mereka lihat, seperti kewajiban menggunakan bahasa Inggris dan Arab, berpakaian kemeja, dan penerapan pelajaran umum. Pesantren dinilai tak lagi mengusung nilai-nilai keislaman. Kiai Rifa’i dicurigai membawa paham Barat dan Wahabi ke pesantren. Namun kiai Rifai’i tetap memilih membawa pembaruan ke dalam pesantren. Bahasa Inggris terus diajarkan dengan materi reading and comprehension, grammar, dan composition.

Pelajaran bahasa Inggris di pesantren adalah bekal seumur hidup bagi santri. Bahasa ini terus tumbuh subur di pesantren bahkan mengalahkan dua bahasa lain, Indonesia dan Arab. Santri mesti lekas menguasai bahasa Inggris dengan tujuan mulia agar dapat berdakwah secara global.


Bangkitnya Kelas Menengah Santri: Modernisasi Pesantren di Indonesia

Penulis:

Savran Billahi dan Idris Thaha

Penerbit:

Prenadamedia Group

Cetakan:

Ke-1, 2018

Tebal:

xii + 238 halaman

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus