Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Reyhan M. Abdurrohman
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Siapa pun penduduk Mêdoc tahu, Mabelle seorang perempuan tua bertubuh ringkih serupa batang kayu kering. Seluruh helai rambut panjangnya sempurna putih. Ia hidup sendiri di rumah peninggalan mendiang suaminya, Beltane. Setiap hari Mabelle tak pernah dimangsa bosan duduk berjam-jam di belakang jendela yang kacanya buram. Tak lupa ia sajikan secangkir cokelat hangat untuk mengusir kecemasan yang semakin menjadi. Terkadang croissant pemberian Merry menjadi teman pelengkap pada ritual perjamuan untuk diri sendiri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hamparan kebun anggur Carbenet Sauvignon tak lagi berbentuk. Ranting-rantingnya gundul. Rumput-rumput liar tumbuh dengan subur. Namun jika melihat lebih jauh lagi di belakang sana, akan tampak perkebunan anggur yang subur, itu milik Tuan Fedrick. Usahanya makin pesat setelah kematian Beltane.
Mabelle memandangi dua lembar foto dalam album di sebelah piring berisi croissant. Terpampang dua lembar foto hitam-putih. Foto pertama memperlihatkan sosok Beltane dan dirinya tengah tersenyum bahagia berlatar Sungai Gironde yang membelah Bordeaux. Kawanan camar terbang di atas permukaan muara. Waktu itu adalah perayaan setahun pernikahan mereka. Beltane mengajak Mabelle ke Grand Théâtre, sebuah mahakarya Victor Louis yang megah, khas dengan deretan pilar bergaya Corinthian. Saat itu, Beltane benar-benar memanjakan Mabelle. Ia mengajaknya menyusuri jalanan di keramaian Bordeaux menikmati nyanyian jalanan. Sebelum pulang, ia membawanya melewati Sungai Gironde untuk melihat kapal-kapal yang tertambat di dermaga.
Beltane mulai berceloteh tentang hal-hal yang selalu membuat Mabelle berpikir keras, seperti sebuah pertanyaan tentang apakah ada yang tahu ke mana camar-camar itu terbang. Sedangkan Mabelle hanya menggeleng. Lalu dengan sabar Beltane menjelaskan bahwa kawanan camar itu akan terbang bebas mencari apa yang akan membuat mereka bahagia. Kebebasan mungkin. Sesederhana itu.
Foto kedua menampilkan Beltane yang terlihat bahagia berlatar sibuknya aktivitas memetik anggur pada pertengahan September di perkebunan milik keluarga, yang diwariskan kepadanya.
Pandangan Mabelle terganggu dengan kedatangan mobil berwarna hitam yang berhenti tepat di depan rumah. Tak lama keluarlah seorang pria muda mengenakan mantel berwarna krem lengkap dengan sepatu bot kulit. Perlahan Mabelle beranjak dari kursi dan berjalan ke arah pintu. Saat hampir sampai di ambang pintu, ketukan dari luar terdengar. Ia segera membuka pintu, meski sebenarnya ia sudah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.
Benar. Orang itu lagi. Pemuda yang memperkenalkan diri dengan nama Aldric, yang sudah dua tahun belakangan ini kerap datang bermaksud membeli Beltane Carbenet Sauvignon, sebotol wine spesial yang dibuat dan diberi nama sendiri oleh Beltane. Tapi Mabelle tidak akan menjualnya. Aldric seperti Beltane muda yang pantang menyerah. Bahkan Mabelle merasa ada kemiripan antara Aldric dan Beltane. Lihat mata cokelatnya yang indah dan jambang tipis yang dirawatnya. Hidung bangir itu pun milik Beltane.
Mabelle tidak tahu dari mana ia mengetahui bahwa Beltane mati meninggalkan sebotol wine Carbenet Sauvignon yang spesial. Seingatnya, tidak ada yang tahu soal wine itu. Bahkan Beltane sudah mewanti-wanti untuk benar-benar menjaganya, jangan sampai jatuh ke tangan orang lain. Kemudian Beltane bercerita tentang sejarah wine itu tercipta.
Beltane kecil sudah akrab dengan anggur dan wine. Orang tuanya adalah petani anggur sekaligus pembuat wine terkenal di Mêdoc di sekitaran muara Gironde, kawasan paling strategis karena dekat dengan dermaga yang menjadi lalu lintas padat perdagangan maritim. Mereka memiliki château yang cukup besar di belakang rumah. Kapal-kapal milik bangsawan Inggris yang merapat sering membawa serta wine mereka. Salah satunya adalah Lenard Carbenet Sauvignon, nama wine legenda buatan nenek moyang Beltane yang diwariskan turun-temurun. Perkebunan dan château adalah tempat bermain Beltane. Di sini ia belajar membuat wine. Kegagalan-kegagalan membuat wine tak menghentikan langkahnya. Sebaliknya, ia semakin tahu mana wine yang bagus dan tidak.
Setelah sekian banyak gagal, akhirnya ia mendapatkan hasil yang sangat memuaskan. Ia memetik dan memilah sendiri Carbenet Sauvignon dari atas bukit dan di bawah. Red wine dari anggur Carbenet Sauvignon yang menurutnya sangat enak, bahkan akan bertambah enak jika disimpan dalam waktu yang lama. Beltane menegaskan bahwa wine ini khusus ia buat untuk istrinya nanti. Dan itu adalah wine yang masih Mabelle simpan sampai sekarang.
Mendengar semua cerita itu Mabelle jadi benar-benar peduli dengan wine tersebut. Mabelle bersumpah atas nama cinta dan kesetiaan di hadapan mayat Beltane yang meninggal di umur empat puluh tahun, berapa pun orang akan menawar, ia tidak akan menjualnya. Apa pun yang terjadi!
Kematian Beltane karena serangan jantung adalah duka bagi Mabelle. Beltane adalah pria paling romantis yang pernah ditemui. Meski tak dikaruniai keturunan, Mabelle merasa sangat beruntung bisa menikah dengan Beltane. Mabelle ingat betul bagaimana Beltane melamar di kebun anggur yang sedang kompak berbuah. Latarnya adalah matahari sore yang malu-malu yang mengintip dari balik bukit. Di atas bukit berdiri deretan château yang menyimpan minuman surgawi.
Sepertinya tidak hanya Mabelle yang dirundung kesedihan, karyawan perkebunan milik Beltane pun berduka karena kehilangan majikannya yang baik. Atau mungkin takut akan nasib perkebunan, yang berarti berimbas pada nasib mereka.
Semua tahu bahwa Mabelle sama sekali tidak suka minum wine. Benar-benar sangat berbeda dengan Beltane yang begitu menggilai wine. Namun perbedaan itu tidak pernah membuat mereka bertikai. Mabelle lebih menyukai cokelat asli Bordeaux. Saat jamuan makan, orang-orang bahagia meneguk wine, sedangkan ia tetap setia dengan cokelat. Dan tidak ada yang mempermasalahkannya. Beltane pun pernah mengajaknya ke kedai cokelat terkenal milik Madame Loui yang berada di tepian Sungai La Garonne yang di depannya adalah Jembatan Pont de Pierre.
Pegawai perkebunan berangsur keluar karena tak lagi terlihat ada aktivitas produksi. Biasanya Beltane sendiri yang mengolah anggurnya, menuangkan ragi dan menyimpannya dalam tabung-tabung kayu oak yang disimpan rapi dalam château. Sekarang anggur-anggur sudah siap petik, tapi mangkrak begitu saja. Tidak ada yang bisa mengolahnya. Ada yang bisa tapi tidak berani karena takut rasanya berbeda. Sedangkan Mabelle tak bisa berbuat apa-apa.
Masih ada stok wine di château. Kebun anggurnya tak terawat. Bahkan banyak yang mati. Rumput liar tumbuh dengan suburnya. Mabelle mengutuki dirinya, karena tak bisa membuat wine. Sungguh Mabelle tak pernah berpikiran tentang kemungkinan-kemungkinan buruk ini, karena yang ada di pikirannya hanya bahagia bersama Beltane. Bahkan Mabelle memilih mati terlebih dahulu, daripada menanggung kesedihan ditinggal Beltane. Nyatanya takdir berkata lain.
Sudah tiga tahun lalu akhirnya stok wine habis. Padahal permintaan wine masih saja berdatangan. Mabelle tidak bisa berbuat apa-apa selain menunggu apa yang akan terjadi. Karyawan keluar semua, karena sudah tidak ada pekerjaan. Setelah itu Aldric mulai menganggu hidupnya.
Ia muncul memperkenalkan diri sebagai kolektor wine yang siap membeli Beltane Carbenet Sauvigon dengan harga mahal. Mabelle tak menyangka Aldric tahu wine itu. Mustahil. Di sini Mabelle mulai merasa apa yang dikatakan Beltane tentang rahasia adalah hal keliru. Ia merasa semakin cemas.
Di setiap kunjungannya, Aldric bercerita panjang lebar mengemukakan kesombongannya, dan pada akhirnya akan menawar Beltane Carbenet Sauvignon. Tapi Mabelle selalu menolak. Aldric akan datang lagi paling cepat dua pekan setelahnya dan paling lama sebulan, untuk menanyakan hal yang sama. Mabelle akan menjawab hal yang sama pula.
Kehidupan Mabelle semakin memprihatinkan, ditambah Aldric yang tak bosan menghantuinya. Ia sudah tak punya uang. Chateau sudah melompong. Tabung-tabung oak berserakan di dalamnya, selebihnya adalah debu dan sarang laba-laba. Ia sudah berusaha menjual kebun, tapi tak ada satu pun yang mau membeli, bahkan setelah dibanting harga, hasilnya sama. Mabelle mengira ini ada hubungannya dengan Aldric yang begitu terobsesi pada Beltane Carbenet Sauvignon. Untung saja masih ada Merry yang masih rutin memberinya persediaan bubuk cokelat, biskuit, keju, dan croissant untuk menyambung hidupnya yang kian merana.
Kelihatan benar Aldric tak akan menyerah. Perjuangan selama dua tahun terakhir baginya adalah suatu keseriusan yang luar biasa. Meski Mabelle akan mengatakan hal yang sama, Aldric mengajak Mabelle tenang. Dengan pelan ia menyuruh Mabelle untuk tabah dan bersiap mendengarkan apa yang akan dikatakannya, sebuah hal rahasia. Aldric menerangkan bahwa ia mengetahui Beltane Carbenet Sauvignon dari Beltane sendiri. Ia mengaku bahwa Beltane memberitahunya sebulan sebelum Beltane meninggal. Aldric bilang bahwa ia adalah anak hasil perselingkuhan Beltane dan Paule, wanita yang ditemuinya di sebuah klub di Paris. Ia memperlihatkan secarik foto yang memperlihatkan kemesraan Beltane, seorang wanita, dan laki-laki kecil. Aldric menyadari tak berhak atas warisan Beltane, karena ibunya hanya selingkuhan.
Mabelle terlihat benar-benar terkejut. Mendadak ia merasakan sakit yang luar biasa. Apa-apa yang dipertahankan selama ini, diganjar dengan pengkhianatan lama yang baru terungkap.
"Datang kembali besok, langsung masuk. Wine-nya ada di atas meja makan di depan perapian."
Aldric melelang Beltane Carbenet Sauvignon di New York dengan harga tinggi. Sebotol wine yang hanya ada satu. Tak menunggu lama, wine langka itu terjual dengan harga fantastis. Pemenang lelang terlihat gembira. Ia memamerkan botol wine mahal itu sebelum pada akhirnya dicicipi. Pembeli dari Amerika itu sangat kecewa. Ia merasa ditipu.
"Ini bukan wine. Ini darah!"
Kawanan camar tak pernah terlihat di Gironde. Tidak ada yang tahu ke mana mereka bermigrasi. Di samping itu tidak ada yang tahu pula ke mana Mabelle dan di mana Beltane Carbenet Sauvignon yang asli.
Reyhan M. Abdurrohman lahir di Kudus, Jawa Tengah, 18 Mei 1994. Karya-karyanya, antara lain novel Ajari Aku Melupakanmu (Zettu, 2014) dan Mendayung Impian (Elex Media Komputindo, 2014). Nomine Cerpen Terbaik #KampusFiksiEmas2015 ini kini sebagai Ketua Komunitas Fiksi Kudus.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo