Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teroka

Berjoget dengan Kayu

Aep S. Rusadi mengekspresikan kecintaannya pada lagu dangdut.

16 Desember 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mereka berkerumun memanjang. Tubuhnya yang kebanyakan tipis dan jangkung itu meliuk-liuk, sebagian dengan tangan terangkat. Kerumunan tanpa identitas gender itu terkesan tengah merayakan sesuatu. Lamat-lamat terdengar lagu dangdut lantunan Rhoma Irama. Mereka hanya bisa berjoget dengan satu bentuk gaya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seniman Bandung Aep S. Rusadi menampilkan sekitar 270 karya patung terbarunya yang berbentuk figur orang dalam pameran tunggal bertajuk "Joged" di Galeri Orbital, Bandung, pada 5 Desember-5 Januari 2020. Bukan hanya patung, ada pula lukisan-lukisan dengan wujud yang abstrak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Karya terbarunya itu mengekspresikan kecintaannya pada lagu dangdut. Pria kelahiran Majalengka pada 1968 itu mengaku sebagai penggemar berat raja dangdut Rhoma Irama. "Dia bukan penyanyi, tapi komposer lagu," kata Aep di sela pembukaan pamerannya. Sebuah tembang berjudul Berkelana, misalnya, pernah membuatnya tergerak mengikuti pameran bersama secara berkeliling ke berbagai tempat. Belakangan Aep tertarik membuat patung berbahan kayu yang dibentuknya dengan sebilah cutter.

Kayu itu berasal dari limbah alam, seperti potongan kayu suren, nangka, dan mahoni. Sebagian lagi dari patung kayu yang sudah tidak terpakai. Karena itu, menurut kurator pameran, Rifky Effendy, bentuk patung karya Aep berukuran kecil-kecil. "Tidak seperti karya patung yang biasanya dari pohon ukuran besar," ujar dia, Kamis malam, 5 Desember lalu. Patung karya Aep umumnya berukuran sejengkal orang dewasa. Belasan lainnya ada yang setinggi kurang dari setengah meter. "Ada isu lingkungan yang masuk ke karyanya," kata Rifky.

Aep, yang mengaku menggemari musik dangdut sejak kecil, mengerjakan karya terbarunya sejak enam bulan lalu. Setiap hari tangannya hampir selalu membuat satu, maksimal dua patung kecil. Kadang ia mengerjakannya sambil mengobrol dengan kawan. "Saya bikin dulu sketsanya, bisa 20 gambar." Ketika mulai membentuk, hasilnya sering berkembang dari sketsa. Selain bentuk patungnya, tekstur aneka kayu dari bentukan patung ikut mencuri perhatian.

Faktor alamiah itu membentuk garis-garis panjang, juga pecahan kotak-kotak seperti efek pada keramik. Dari kayu mahoni tua, misalnya, dekorasi garis itu lenyap hingga patungnya berwarna cokelat gelap dan seakan-akan terbuat dari tanah. Adapun dari kayu pohon nangka yang mulus, tekstur kayunya juga nihil, sehingga patungnya seperti terbuat dari semen. Menurut Rifky, Aep mengetahui dan menyadari kondisi dan sifat tekstur kayu yang diolahnya sehingga memperkaya wujud karyanya.

Tema serupa pernah diusungnya saat menggelar pameran tunggal di Galeri Soemardja ITB pada 18-28 Maret 2009. Kala itu, ia menghadirkan lukisan dengan imaji tubuh-tubuh meliuk dan berjumpalitan di atas kanvas. Sebagian sambil mencekik leher botol dan tamborin. Seniman yang belajar melukis di Sanggar Olah Seni Babakan Siliwangi, Bandung, itu mengusung tema kaum urban dan pinggiran dengan sosok-sosok ganjil pipih dua dimensi. Matanya membelalak dengan gigi tajam dan jemari tak lengkap.

Aep memandang sosok dan perilaku manusia kadang seperti hewan. Dalam gelaran musik dangdut di kampung-kampung yang pernah disambangi, misalnya, orang-orang yang berjoget, walau ramai-ramai bergoyang, sebenarnya masing-masing asyik sendiri. Tak jarang mereka saling mengintimidasi di bawah pengaruh alkohol dengan menusuk, memukul, atau menendang.

Seniman dan dosen seni rupa Institut Teknologi Bandung, Asmujo J. Irianto, mengatakan kini sudah jarang seniman yang membuat karya patung dari bahan kayu. Bahkan di kalangan mahasiswa dan seniman dari ITB sudah absen bertahun-tahun. Namun, sebagai seniman autodidaktik, menurut Asmujo, Aep masih harus terus berjuang untuk masa depan terkait dengan konsep karyanya. Sejak 1990-an, Aep kerap terlibat dalam pembuatan patung, kebanyakan sebagai barang kerajinan dan eksterior dengan berbagai bahan dan teknik. ANWAR SISWADI

 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus