Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SOSIOLOGI ISLAM Oleh: Bryan S. Turner Penerbit: CV Rajawali, Jakarta, 1984, 354 halaman MAX WEBER (1864-1920), ahli sosiologi berkebangsaan Jerman, tampil sebagai salah seorang pembangun soSiolOgl modern dengan konsep dan metodologi: zweckrational, wertrational, verstehen, penjelasan sebab musabab, dan tipe ideal. Bagi Weber, tipe-tipe ideal otoritas (kewenangan, kekuasaan), bersifat tradisional, rasional, karismatik. Ia juga memandang teori pasar dalam ekonomi sebagai tipe ideal. Penerapan ringkas berbagai konsep dan ide metodologis Weber yang paling terkenal terdapat dalam bukunya, The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism. Dalam tulisannya itu ia mengajukan argumen bahwa perkembangan kapitalisme di Eropa tidak bisa dipahami semata-mata dalam kerangka ekonomis atau teknologis saja, tetapi sebagian besar adalah akibat moralitas sekuler yang zuhud, yang terkait dengan tekanan ganda pada paham takdir dan keselamatan dalam teologi Kalvinistik. Dengan tesisnya itu Weber menunjukkan, dalam cara yang canggih, betapa eratnya kaitan antara ekonomi dan peradaban. Karena itu, dia tertarik kepada agama-agama sebagai bentuk-bentuk nyata terpenting kebudayaan atau peradaban manusia. Untuk itu Weber mendalami agama Kristen, Yahudi Hindu, dan Konghucu, tapi tidak melakukan hal serupa terhadap agama Islam. Konon, dia juga bermaksud mempelajari agama Islam, yaitu setelah rampung dengan agama-agama yang lain. Namun, maksud itu tidak menjadi kenyataan, sampai dia meninggal dunia. Dan suatu pertanyaan menarik pun timbul mengapa Weber menempatkan Islam sebagai yang terakhir untuk dipelajari. Walaupun begitu, dalam berbagai karyanya, Weber sempat menyinggung Islam serba sedikit. Inilah yang dikumpulkan Bryan Turner, yang dibahasnya secara kritis untuk menjadi suatu penilaian tentang pandangan Weber terhadap Islam, dan menghasilkan sebuah buku berjudul Weber and Islam yang diterjemahkan menjadi buku Sosiologi Islam. Seperti dikatakannya, Turner bermaksud mengadakan pengkajian kritis terhadap tesis-tesis Max Weber tentang Islam. Kiranya hal itu memang sudah seharusnya dilakukan mengingat berbagai kesalahan mendasar dibuat Weber dalam memandang Islam dan masyarakat Islam. Menurut Josef van Ess, Weber mengumpulkan bahan-bahannya itu hanya dari disiplin sosiologi Prancis. Padahal, menurut Edmund Burke, pada orang-orang Prancis itu sosiologi Islam belum terwujud. Yang disebut "sosiologi Islam Prancis" itu, sampai dengan masa-masa Weber, adalah hasil karya pribadi-pribadi, sama sekali bukan ahli sosiologi, yang terdiri dari para pejabat kolonial untuk urusan pribumi, peneliti sosial amatir, dan kaum Orientalis. Selain itu, bahan-bahan yang dikumpulkan orang-orang Prancis itu, umumnya, terbatas kepada kawasan Afrika Utara saja. Para sosiolog akademis tidak menunjukkan minat serius kepada persoalan Islam yang sebenarnyasampai dengan Perang Dunia II. Karena itu, Marshall G.S. Hodgson, seorang ahli sejarah dunia dan peradaban Islam yang paling terkemuka bukunya The Venture of Islam dinyatakan MESA (Middle Eastern Studies Association) sebagai buku abad ini], menandaskan bahwa kategori-kategori Weber sama sekali tidak cocok untuk diberlakukan kepada gejala Islam dan masyarakat Islam. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan itu saja, buku ini sungguh amat berharga. Bukan saja karena memberi gambaran lengkap tentang pandangan Weber dan bahan-bahan kajiannya yang tidak memadai itu, tapi juga lantaran analisa dan kritik Turner dilancarkan secara kompeten dan meyakinkan . Buku ini terbagi tiga bagian. Pertama, terdiri dari Penafsiran Weber tentang Islam, Karisma dan Asal Usul Islam, Allah dan Manusia, serta Wali dan Syekh. Kedua, kita dihidangi pembahasan sekitar Patrimonialisme dan Kesinambungan Karismatik, Islam dan Kota, Weber, Hukum dan Islam, dan Islam dan Kemerosotan Dinasti Usmaniah. Pada bagian ketiga, diajukan pembahasan tentang Pembaharuan Islam dan Sosiologi Motif-motif, Islam dan Sekularisasi, serta Marx, Weber, dan Islam. Pada bagian pertama, di bawah judul Penafsiran Weber tentang Islam, termuat ringkasan berharga tentang pandangan Weber mengenai Islam dan kritik Turner kepadanya. Dikatakan oleh Turner bahwa Weber - dalam usahanya menerapkan teori Etika Protestan kepada gejala Islam - tidak menemukan pada Islam, juga pada "agama-agama timur", sesuatu yang sebanding dengan Protestantisme. Karena itu, kemajuan - dalam hal ini, tentu saja, pertumbuhan kapitalisme - tidak akan muncul dari Islam dan agama-agama selain Protestantisme. Lepas dari kesimpulan itu, Turner menunjukkan bahwa analisa Weber tentang Islam, seperti telah disinggung di atas, "secara faktual sangat lemah" (halaman 4). Disebabkan kurangnya bahan, maka Weber tidak segan-segan menilai "Islam bersemangat hedonis murni, yang mengutamakan kesenangan dan kebahagiaan dalam hidup, khususnya terhadap wanita, kemewahan dan harta benda" (halaman 13). Penilaian Weber itu cukup mengagetkan. Maka, Turner mencoba menerangkan sebab musababnya. Dalam biografi Weber ditemukan Turner bahwa sosiolog itu tidak mengalami kebahagiaan pemenuhan hasrat seksual. Weber jatuh cinta kepada anak bibinya, tapi ketika diketahuinya kekasihnya itu cacat, maka ia kawin dengan orang lain yang normal. Namun, perkawinan Weber tanpa cinta, dan inilah yang membuatnya menderita insomnia selama berkeluarga. Konon, Weber tidak pernah melakukan hubungan seks dengan istrinya, sehingga mereka tidak berketurunan (halaman 349). Itulah sebabnya penilaian Weber terhadap Islam, yang mengambil posisi lebih liberal daripada Protestantisme dalam hal hubungan pria-wanita, terasa sebagai pelampiasan rasa dendam seksual (halaman 349). Itu pula yang menyebabkan penilaian Weber terhadap Islam bersifat personal dan "mengadili" (judgmental) - berbeda dengan pandangan Karl Marx yang impersonal dan kritis (halaman 350). Disebabkan kesalahan Weber memandang Islam, kenyataan itu mengarahkan kita kepada penanyaan prinsipiil tentang keabsahan keseluruhan konsep dan teori Weber, terutama mengenai Etika Protestan. Itulah sebabnya Turner merasa prihatin bahwa di dunia Islam sekarang terdapat situasi paradoksal, yaitu adanya orang-orang Islam yang menganut teori Weber dalam memandang perkembangan masyarakat (halaman 336). Seperti dikatakan Hodgson, analisa-analisa sosiologi Weber, sesuai dengan tabiat dan tujuannya sendiri, bersifat skematis. Paling jauh, analisa-analisa itu hanya menawarkan isyarat tentang adanya berbagai kemungkman yang harus diwaspadai, tapi tidak dapat dijadikan dasar membuat kesimpulan-kesimpulan universal tentang apa yang bisa atau tidak bisa terjadi pada suatu sistem kebudayaan dan peradaban. Maka, pembahasan-pembahasan Weber tentang Islam yang kebanyakan, jika bukan semuanya, tidak historis itu mungkin masih berharga untuk ditelaah - sebagai titik tolak suatu percobaan menganalisa saling terkaitnya berbagai gejala sosial dalam kasus-kasus tertentu. Amat disayangkan, Weber terlampau sedikit mengetahui Islam. Dan, itulah yang dicoba dilengkapi secara kritis oleh Turner. Tentu saja membaca sebuah buku tidak berarti, dan tidak perlu, menyetujui penuh isinya. Tapi karya Turner ini berharga untuk dipelajari. Nurcholis Madjid
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo