Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
CINTA
Cerita: Wim Umboh/Dedy Arman
Sutradra: Wim Umboh
Produksi: PT Aries - Insantra Film
***
BARANGKALI "cinta"lah yang tidak pernah lenyap dari bioskop.
Tapi untuk mengungkapkan cinta sebagai tema pokok selama 1
sampai 2 jam pertunjukan diperlukan usaha yang cukup, sehingga
tema kawakan itu iidak sampai memualkan dan menjadi sampah
klise. Wim Umboh dengan film ini kelihatan berusaha untuk
menampilkan sesuatu, yang meskipun tidak baru dari segi
penggarapan, jangan menjadi kampungan bagi beberapa orang yang
tidak lagi dalam keadaan bercinta. Tetapi juga tidak mengurangi
api asmara yang sedang "indehoi".
Nah, seekor kuda putih yang berwajah sehat tampak nongkrong
setengah badan di atas layar, sementara angin mengibaskan bulu
suri dan dedaunan yang menjadi "latar depannya". Ambillah ini
sebagai simbul cinta yang tak kunjung capek atau hanya sebagai
bumbu pemanis -- karena pada akhir film kuda tersebut memang
tampil sebagai bagian dari kisah cinta David Panggabean (Ratno
Timoer) dengan Sarah (Marini). Lagu Cinta dari Titiek Puspa yang
dikerjakan oleh Idris Sardi gemerincing, menampilkan nama-nama
para pendukung. Lalu dengan cepat tampak jalanan di Jakarta.
Cerita dimulai dengan mempertunjukkan Ratno Timoer sedang lomba
lari dengan seorang lelaki yang kemudian dikalahkannya. Ternyata
lomba lari yang cukup didramatisir itu berakhir pada kotak yang
berisi koran baru. Sebuah penipuan kecil tapi dapat segera
memperkenalkan lingkungan hidup tokoh utama.
Kemudian dengan cepat kita dikenalkan pada Sarah dengan suaminya
yang penjudi dan brengsek (Kusno Sudjarwadi). Perkenalannya yang
pertama dengan David terjadi lewat jendela mobil. Kemudian dalam
sebuah resepsi. Di situ David, direktur sebuah Bank, jatuh hati
pada pandangan pertama.
Biasanya sesudah ini sering kita iumpai "ada main" antara Sarah
dan David. Syukurlah penggarap cerita (Wim dan Dedy Arman) tidak
mengunyah pola tersebut. Mereka membiarkan Sarah tetap cinta
pada suaminya. Sementara itu David setelah tidak menyembunyikan
cintanya tidak disuruh untuk pencinta gelap. Justru sang
suamilah yang digerakkan oleh cerita untuk memeras David, sambil
menjadikan Sarah sebagai sarana . Dalam sebuah perjudian
seorang penjudi yang kalah (Rendra Karno) kemudian menembak
Kusno.
Yah, Puitis
Film ini barangkali menjadi bertele-tele kalau diselipkan adegan
pengusutan kematian Kusno. Untunglah ia mengelak. Sementara itu
Sarah tidak pula cepat-cepat jatuh ke David. Lelaki itu sendiri
tiba-tiba, karena akal busuk dari wakilnya, tertimpa oleh
pemecatan. Dalam keadaan terpecat, meskipun pakaiannya tetap
parlente, David menemukan Sarah di samping kolam renang bersama
wakilnya (Wahab Abdi) yang kemudian sudah dinobatkan jadi
pimpinan. David menggebrak lelaki busuk itu dan melemparkannya
ke kolam. Kemudian Sarah menyusul David ke rumah. Lalu kamera
Lukman Hakim mulai menunjukkan kebolehannya menampilkan adegan
ranjang. Pintu perkawinan terbuka. Tapi penonton masih diminta
bersabar karena masa lalu Sarah- yang dahulunya sangat
mendambakan anak dari suaminya -- masih mengejar. Kandungan
Sarah gugur karena. kecelakaan kecil. Wanita ini jadi menderita
batin. Kamera mulai aktip lagi menampiLkan suasana Sarah yang
sedang dirundung duka, dengan gambar-gambar yang manis dan, yah,
puitis. Sampai Sarah terpaksa dibawa ke rumah sakit jiwa, dimana
seorang korban cinta yang lain (Idris Sardi) menyanyikan lagu
Cinta lalu mengembalikan ingatan wanita yang betul-betul
kelihatan sederhana tetapi mempesona itu.
Film ini lancar karena tidak terganggu oleh kekurangan teknis
yang elementer sebagai seni "gambar-bergerak". Gambarnya memang
tidak Inenunjukkan kedalaman, kecuali kemanisan, karena cahaya
tidak diolah shingga layar tampak datar. Tapi toh sudah
menunjukkan kesan-kesan yang sugestip. Misalnya pada adegan
close-up Marini memakai kerudung hitam, sementara 3 buah lilin
menyala di belakangnya, atau pada saat ia berjalan dalam duka,
sementara latar belakangnya salib-salib putih kuburan. Atau pada
saat-saat ia sedang terganggu jiwanya dan tergeletak di pinggir
pantai. Memang bagi orang yang terlalu rasionil ini
berlebih-lebihan. Tetapi sejak semula film ini memang tidak
dimaksudkan untuk memaparkan logika tetapi menyanyikan cinta
dalam beberapa momen-momennya yang jadi pilihan penulis cerita.
Sutradara tentulah pantas juga diketengahkan atas kontrolnya
yang bagus untuk tokoh David, sehingga bintang yang seringkali
kaku itu kali ini bermain pas. Sementara angle kamera untuk
Marini sangat menguntungkan bagi yang bersangkutan, sehingga
potensinya yang besar sebagai pemain jelas terpapar. Tentu saja
masih selalu lita dibuat tertegun melihat layar perak yang
manis itu tak lebih dari impian-impian semata karena ia lepas
dari kehidupan rumit kenyataan, yang tidak begitu sederhananya
seperti tergambar dalam cerita hiburan ini. Mobil-mobil bagus,
rumah-rumah bagus, kamar-kamar bagus, pakaian-pakaian bagus dan
dubbing suara yang hanya mengutamakan kepingin jelas terdengar
(dan menghilangkan kemungkinan menghidupkan suasana) memang
bisa mengesalkan. Tapi prestasi sebuah dongeng ialah dalam hal
menyuguhkan diri sehingga meyakinkan, bahwa itu bukan perkosaan
pada kenyataan. Begitulah Cinta kadangkala memang mengelakkan
kenyataan untuk lebih dapat memaparkan sesuatu yang indah dan
mengharukan. Singkatnya, film ini enak ditonton.
Putu Wijaya
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo