Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teroka

Dua dasawarsa dominasi Soekarno

Penyunting : herbert feith & lance castles jakarta : lp3es, 1988 resensi oleh : a dahana.

4 Februari 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PEMIKIRAN POLITIK INDONESIA, 1945-1965 Penyunting: Herbert Feith & Lance Castles Penerbit: LP3ES, Jakarta, 1988, 267 halaman PADA 1970, ketika versi aslinya dalam bahasa Inggris terbit, buku ini untuk menjawab tantangan: apa pendapat kaum intelektual Indonesia sendiri tentang masalah-masalah politik negerinya. Karena, konon, semua tulisan tentang Indonesia sampai pada saat itu lebih banyak ditulis oleh orang asing. Maka, terkumpullah 107 tulisan dalam berbagai soal dan dikelompokkan menjadi 15 bagian. Dalam menyusun kumpulan tersebut, kedua penyunting selalu bersandar pada kesimpulan bahwa dalam kurun waktu tersebut ada lima aliran pemikiran terbesar: nasionalisme radikal, Islam, sosial demokrat, tradisionalisme Jawa, dan komunisme. Keduanya mendasarkan pula pemunculan pengelompokan tersebut sebagai hasil pertemuan antara pengaruh Barat di satu pihak dan tradisionalisme, kebudayaan Hindu-Jawa, serta Islam di pihak lain. Ini digambarkan oleh kedua orang tersebut dengan sebuah bagan. Lihat halaman 14 versi Inggris dan halaman 1v versi bahasa Indonesia. Atas dasar asumsi di atas, hampir semua unsur intelektual Indonesia mulai dari golongan tradisional Jawa, nasionalis, komunis, Islam, tentara, sampai ke sosialis dan kalangan etnik Cina, terwakili dalam buku yang diberi judul Indonesian Political Thinking, 1945-1965 itu. Pemilihan kurun waktu tersebut memang tepat, mengingat pada masa itulah, seperti dikatakan sendiri oleh kedua penyuntingnya, masalah-masalah politk begitu menguasai medan percaturan intelektual Indonesia. Sekarang "terjemahan" bahasa Indonesianya telah terbit, walaupun yang digarap baru sampai Bab VII, dengan catatan bahwa Bab VIII (bagian tentang komunisme) takkan diterjemahkan sebagai akibat peraturan pemerintah tentang pelarangan penyebaran paham Marxisme, Leninisme, dan komunisme. Menyusun versi bahasa Indonesia dari buku itu mestinya merupakan kerja besar, lantaran bukan hanya menerjemahkan, tetapi juga mencari naskah-naskah asli -- dalam bahasa Indonesia, tentunya -- yang menjadi sumber tulisan-tulisan tersebut. Dikatakan kerja besar lantaran banyak materi yang menjadi dasar tulisan-tulisan tersebut sukar didapat, dan untuk memperolehnya kembali bukan suatu pekerjaan mudah. Versi bahasa Indonesia tersebut tak mengalami perubahan mendasar, kecuali bagian VIII yang dihilangkan itu. Tapi ada sesuatu yang baru di dalamnya, yakni sebuah bagian di bawah judul "Pengantar Edisi Indonesia". Dalam bagian ini Feith dan Castles mencoba membandingkan beberapa ciri perbedaan antara pemikiran politik pada periode yang dicukup buku tersebut (masa Soekarno-Hatta) dan pasca-1965, yang disebutnya masa kepemimpinan Soeharto. Pada bagian ini pula kedua penyunting membuat pengandaian kalau mereka akan menyusun buku semacam yang mencakup periode pasca-1965, terutama dalam melihat aliran-aliran apa saja yang ada sebagai penerusan dari apa saja yang ada sebagai penerusan dari lima aliran yang disebut di atas. Mereka mencatat bahwa komunisme telah lenyap dan nasionalisme radikal juga surut. Sedangkan dalam aliran Islamlah telah ditunjukkan "suatu kesinambungan yang nyata". Tampilnya kelompok-kelompok pembaruan Islam seperti yang ditokohi oleh Nurcholish Madjid tidak luput dari pengamatan mereka. Barangkali yang paling mengesankan pada bagian tambahan ini, atau malahan dalam buku ini secara keseluruhan, adalah sub-bagian yang bisa disebut sebagai "otokritik" di bawah sub-judul "Kekuatan dan Kelemahan Buku ini". Keduanya mengakui sahihnya beberapa kritikan utama atas buku versi Inggrisnya, yang antara lain mengatakan ada beberapa aliran yang kurang terwakili atau tidak diwakili sama sekali. Sehubungan dengan kritik tersebut diakui oleh kedua penulis bahwa unsur-unsur Katolik, NU, dan tentara tidak atau kurang terwakili. Tapi pada prinsipnya, demikian dikatakan oleh keduanya, mereka puas lantaran buku tersebut telah "lulus ujian", walaupun terbit sekitar 20 tahun yang silam. Feith dan Castles tetap bertahan pada pendapat mereka akan dominasi politik Soekarno atas kurun waktu tersebut. Itu untuk menjawab kritik bahwa buku tersebut terlalu Soekarnosentris. Dan saya kira argumentasi keduanya cukup kuat. Terbitnya versi bahasa Indonesia buku tersebut patut disambut dengan hangat. Itu telah memperkaya perbendaharaan materi untuk studi politik Indonesia yang menyangkut masa-masa ketika faktor-faktor politik/ideologi begitu terkait dengan pembagian aliran dalam arena politik Indonesia. Di tengah kurangnya bacaan-bacaan bemutu, buku itu telah memberikan kesempatan kepada para mahasiswa di khalayak ramai -- terutama yang kurang menguasai bahasa Inggris untuk dapat mengikuti sejarah dan polarisasi pemikiran politik Indonesia sebelum Orde Baru terbentuk. Kita tunggu terbitnya jilid kedua, yang menurut penerbit akan mengetengahkan bagian-bagian berikunya. A Dahana

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus