Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teroka

Film Dirty Vote Sedot Perhatian Publik, Ada Adegan Salah Sebut hingga Iming-iming Politisi

Zainal Arifin Mochtar menuturkan, ada beberapa kesalahan produksi saat pembuatan film Dirty Vote.

14 Februari 2024 | 06.10 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Yogyakarta - Film dokumenter Dirty Vote yang dibintangi tiga pakar hukum tata negara telah tembus 16 juta penonton meski baru dirilis melalui kanal Youtube pada 11 Februari 2024 atau bertepatan masa tenang Pemilu. Film yang disutradarai Dandhy Dwi Laksono itu melibatkan tiga pakar hukum tata negara sebagai pemain utama. Ketiganya adalah Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti dan Feri Amsari.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Zainal Arifin mengungkap, selain waktu pembuatan film yang sangat singkat dan minim biaya, ada beberapa bagian dalam film yang salah sebut dan pasang. "Ya situasi syuting saat itu kami dikepung banyak kamera dalam studio grogi juga, syuting cuma sehari, lalu ada kesalahan kesalahan kecil di situ," kata Zainal di Fisipol UGM Yogyakarta, Selasa, 13 Februari 2023.

Kesalahan Saat Produksi Film Dirty Vote

Setelah film yang memaparkan sejumlah data dan mengurai pelanggaran hukum pada Pemilu 2024 serta potensi kecurangan dari kacamata hukum itu ditonton, Zainal dan tim menemukan sedikitnya dua kesalahan. Pertama, saat menjelaskan kasus peranan Penjabat atau Pj Gubernur sebagai kepanjangan tangan pemerintah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Untuk pemasangan foto yang seharusnya Pj Gubernur Jawa Barat dalam film itu yang dipasang malah Pj Gubernur DKI Jakarta," kata dia.

Kesalahan kedua, saat dalam film itu seharusnya menyebut Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Minahasa Tenggara meninggal namun malah yang disebut KPU Minahasa Utara. "Saya slip of tongue, selip lidah menyebut Minahasa Tenggara jadi Minahasa Utara saat itu," kata dia.

Zainal menuturkan, cepatnya produksi film itu juga membuat sejumlah permintaan untuk melengkapi atribut dalam film itu tidak bisa terakomodir. Terutama dari kalangan disabilitas yang ingin menonton melalui gerak tangan juga permintaan untuk dwi bahasa dalam Bahasa Inggris.

"Kami mencoba mengejar agar tayang tanggal 10 Februari, namun ternyata baru bisa tayang sepenuhnya tanggal 11 Februari," kata dia.

Tidak Ada Intimidasi

Meski membuat geger dunia politik dan dituding kampanye hitam, sejauh ini tak ada intimidasi personal yang dia terima atas film itu. Namun demikian, sutradara dan tiga pemain film itu telah dipolisikan. "Alhamdulillah tidak ada," kata Zainal.

Sebagai antisipasi, Zainal hanya telah mencabut kartu SIM card-nya dari telepon selulernya dan hanya mengandalkan WiFi untuk berkomunikasi. "Antisipasi saja, karena biasanya katanya (intimidasi) bisa via telepon segala," kata dia.

Zainal mengaku sempat dihubungi sejumlah politisi dari tim pemenangan pilpres capres nomor urut 01, 02 dan 03. Di antara tawaran itu ada yang menawarinya untuk berangkat umrah. "Ada politisi yang WA memuji filmnya bagus, ada yang menawari umrah, kalau perlu buat semuanya, bintang filmnya," kata Zainal.

Zainal menegaskan pada para politisi tersebut bahwa mereka tak butuh pujian. Menurutnya, yang paling penting adalah konsistensi para politisi dalam menjalankan pemerintahan yang baik. 

"Kita hanya mau mereka konsisten," ujar Zainal. "Kalau politisi itu kritis, maka tolong ketika pemilu ini selesai, kalau kalah agar mau berdiri bersama rakyat untuk menjadi oposisi mengawasi pemerintahan, jangan malah berebut minta jatah kekuasaan," kata dia.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus