Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teroka

Jangan Latah Adopsi Cerita MisteriĀ 

Kesuksesan cerita horor di media sosial bukan jaminan laris di bioskop. Jangan melihat kesuksesan film-film sebelumnya.

8 Oktober 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Di Ambang Kematian diangkat dari cerita berbentuk utas di Twitter.

  • Alih wahana dari cerita di medsos sebuah kemajuan di industri film.

  • Industri film jangan asal latah melihat kesuksesan film horor yang diadopsi dari cerita di medsos.

Satu lagi film horor Indonesia tayang di bioskop sejak akhir September lalu. Di atas kertas, film berjudul Di Ambang Kematian mendapat respons positif dari penonton. Menurut klaim produsen film, Di Ambang Kematian sudah mencatat lebih dari 900 ribu penonton per Sabtu, 7 Oktober 2023. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film karya sutradara Azhar Kinoi Lubis ini bercerita tentang satu keluarga yang terjerat perjanjian iblis pesugihan. Tumbal yang semula hanya kepala kambing hitam kini berubah nyawa keluarga. Iblis berbentuk manusia tinggi besar dengan rambut hitam sekujur tubuh dan berkepala kambing menjadi sosok paling menyeramkan dalam film berdurasi 97 menit itu. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film ini diangkat dari cerita di media sosial Twitter yang ditulis oleh akun JeroPoint pada 15 April 2022. Cerita singkat ini sempat viral dan mendapat perhatian warganet. Setidaknya ada 119 ribu warganet yang memberikan tanda suka pada cerita ini. 

Ini bukan pertama kalinya sebuah film diangkat dari cerita berbentuk utas di media sosial dan sukses di bioskop. Sebelumnya ada film KKN di Desa Penari yang dirilis pada 30 April 2022 dan Sewu Dino pada 19 April 2023. Kedua film itu diangkat dari cerita akun Twitter SimpleMan dengan judul yang sama. 

KKN Desa Penari. Dok. IMDB

Capaian kedua film itu pun mentereng jika dilihat dari kacamata bisnis. Betapa tidak, KKN di Desa Penari mampu menembus lebih dari 10 juta penonton dan dinobatkan sebagai film paling laris dalam sejarah perfilman Tanah Air. Sedangkan Sewu Dino meraup lebih dari 4,8 juta penonton. 

Kritikus film sekaligus pendiri Play Stop Rewind, Andri Guna Santoso, mengatakan proses alih wahana cerita di Twitter menjadi film sebenarnya bukanlah hal yang baru. Sebab, hal tersebut tak ada bedanya dengan film-film yang diadaptasi dari novel hingga platform baca digital lainnya. 

Bedanya, kata Andri, hanya kebetulan cerita horor tersebut lebih banyak berseliweran di media sosial akhir-akhir ini. Cerita KKN di Desa Penari menjadi bukti suksesnya cerita horor di media sosial. 

Produsen film akan berusaha memakai penikmat cerita horor di medsos itu sebagai pegangan penonton jika cerita tersebut akan dituangkan dalam sebuah film. Padahal sejatinya para pembaca dan peminat cerita mistis di medsos tak bisa menjadi jaminan film tersebut bakal laris di pasaran. 

Meski begitu, Andri menganggap alih wahana film misteri ini sebagai sebuah kemajuan di industri film. Ini merupakan  bentuk intelektual properti cerita yang bisa diinisiasi lewat format media sosial kemudian bertransformasi bentuk menjadi film layar lebar. 

"Meski masih sederhana, tidak tertutup kemungkinan pengembangan intelektual properti itu bisa ditarik lebih luas lagi seperti industri Hollywood," kata Andri, Jumat lalu. 

Pengamat film Hikmat Darmawan juga menyebutkan proses pengembangan intelektual properti sejatinya tak hanya berhenti pada film. Sebagai contoh, selain bisa dikembangkan menjadi produk film, cerita dari novel atau komik dapat dilebarkan hingga produksi merchandise serta produk lainnya. 

"Bisa beranak-pinak menjadi produk baru. Jadi, modelnya betul-betul pencarian profit berlipat ganda," kata pria yang juga menjabat anggota Komite Film Dewan Kesenian Jakarta itu. 

Meski begitu, Hikmat berharap industri film Indonesia tak asal latah melihat kesuksesan ketiga film horor yang diadopsi dari cerita di media sosial itu. Sebab, dia khawatir berikutnya bakal muncul film-film lain yang asal menyadur cerita atau konten yang viral di media sosial.

"Sebetulnya kelatahan itu kan ibarat berebut di lahan yang sama. Jadi, pasti ada kurva turun. Lagi pula, kalau yang sudah sukses pun, apakah ada jaminan bakal sukses terus?" 

INDRA WIJAYA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
Ā© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus