Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teroka

Seribu Satu Alasan Menonton Java Jazz

Para penonton Java Jazz memadati Jakarta International Expo, Jakarta. Penyuka jazz, pop, atau sekadar demi konten medsos.

26 Mei 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Agenda musik tahunan Java Jazz Festival digelar akhir pekan ini.

  • Suguhan dari musikus pop sampai musik jazz yang medok. 

  • Penampilan spesial Laufey nan mempesona. 

SELAMA hampir lima menit, Salsa Ramadania antre di depan dinding poster tak jauh dari pintu masuk Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta Pusat, Jumat sore, 24 Mei lalu. Salsa dan kawannya, Nana, sedang berusaha berfoto dengan latar poster besar bertulisan "BNI Java Jazz Festival".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selain itu, ada gambar wajah para musikus internasional yang menjadi bintang dalam pergelaran musik jazz tahunan itu. Gambar wajah musikus jazz belia asal Islandia, Laufey, ada di tengah dinding poster berukuran sekitar 10 x 5 meter itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bagi Salsa dan Nana, wajib berfoto dengan latar dinding poster raksasa itu. "Soalnya mau diunggah ke media sosial," kata Salsa yang baru pertama kali datang ke Java Jazz. 

Perempuan 26 tahun itu mengaku tertarik datang ke BNI Java Jazz Festival tahun ini lantaran ingin menonton beberapa musikus idolanya, seperti Maliq & D'essentials, Marcell, serta Ardhito Pramono. Menariknya, Salsa mengaku tak tahu banyak tentang musik jazz, termasuk musikus-musikusnya. 

"Kalau yang murni jazz begitu, saya enggak tahu. Tapi, kalau ada yang menarik, ya ikut menonton saja," ujar perempuan yang bekerja sebagai karyawan di salah satu perusahaan asuransi itu. 

Tak sampai 200 meter dari lokasi tersebut ada Galih dan istrinya, Sita, sedang berdiri di depan pintu masuk sebuah aula. Saat itu band Maliq & D'essentials sedang memainkan lagu pembuka. Namun pasangan suami-istri berusia 38 tahun dan 36 tahun itu tak segera masuk ke ruangan konser

Galih sedang menyiapkan tongsis, semacam tongkat yang bisa dipasangkan pada telepon pintar. Selanjutnya, Sita masuk lebih dulu melewati pintu. Di belakangnya, Galih mengambil video istrinya memasuki ruangan konser Maliq & D'essentials. Tampak Sita melambaikan tangan ke arah kamera telepon pintar Galih sebelum masuk ke ruangan konser. 

Setelah berdesakan dengan penonton lain, Galih merekam aksi panggung Maliq dan kawan-kawan menggunakan bantuan tongsis alias tongkat narsis itu. Sesekali Galih mengarahkan kamera ke wajah istrinya yang ikut bernyanyi bersama penonton lain, terlebih saat band asal Jakarta itu memainkan lagu yang sedang viral, Kita Bikin Romantis.

Rupanya Galih dan Sita membuat video untuk diunggah di akun media sosial. Menurut mereka, konser semeriah dan sebesar Java Jazz sangat sayang jika tidak diabadikan dalam bentuk foto atau video. 

"Apalagi pas dengan lagu Kita Bikin Romantis yang lagi banyak dipakai di media sosial," tutur Galih.

Pada waktu yang hampir bersamaan, di sebelah aula konser Maliq & D'essentials, ada pertunjukan musikus lain, Barry Likumahuwa & The Rhythm Service, yang secara khusus tampil untuk mengenang band legendaris Indonesia, The Rollies. Penonton konser band ini memang tidak seramai aula sebelah, tapi penampilan mereka sungguh pecah. 

Barry Likumahuwa tampil bersama Alfred Ayal dalam BNI Java Jazz Festival 2024 di BNI Hall JIExpo Kemayoran, Jakarta, 24 Mei 2024. TEMPO/Martin Yogi Pardamean

Barry Likumahuwa dan kawan-kawan membuka konser dengan lagu Soul with a Capital "S" karya band American R&B dan funk asal California, Tower of Power. Lagu yang menyentak membuat ratusan penonton ikut mengangguk-anggukkan kepala. Bahkan suasana lengang di aula ini membuat sejumlah penonton bisa berdiri di depan pagar panggung sembari berjoget.  

Selanjutnya, Barry mengajak penonton berjoget lagi dengan lagu karya The Rollies berjudul Kemarau dan Alamku. Kali ini Barry & The Rhythm Service tampil lebih gila. Namun cabikan bas pria bernama asli Elseos Jeberani Emanuel Likumahuwa itu menjadi nyawa permainan musik. 

Kedua lagu dimainkan dengan gaya funk yang kental. Yang bikin heboh, mereka sempat pamer kemampuan masing-masing personel, dari petikan bas Barry diikuti pemain keyboard, drum, gitar, hingga saksofon. Sekilas penampilan mereka lebih mirip sekumpulan musikus yang bersenang-senang ketimbang band yang konser menghibur penonton. 

Meski banyak bercanda, Barry tetap menaruh hormat yang tinggi untuk band The Rollies. Baginya, band tersebut teramat dekat dengan hidupnya. "Saya memang dekat dengan salah satu personelnya, dulu pernah duduk satu meja makan soalnya. Tapi dia sudah meninggal," kata Barry sembari melempar dark jokes tipis-tipis. 

Candra Wicaksana, salah satu penonton, merasa puas dan takjub akan penampilan Barry cs. "Memang gila permainan mereka. Suhu semua itu," kata pria berkepala pelontos tersebut sambil geleng-geleng kepala. 

Kembali ke aula tadi, antrean mengular menjelang penampilan spesial penyanyi jazz asal Islandia, Laufey Lín Bing Jónsdóttir. Ya, Laufey menjadi salah satu magnet utama pergelaran Java Jazz tahun ini. Bahkan, pihak promotor sudah menyiapkan jadwal dua kali konser untuk perempuan 25 tahun itu. 

Aula konser Laufey penuh sesak oleh penonton yang kebanyakan remaja putri. Gemuruh riuh penonton terdengar ketika Laufey membuka konsernya dengan lagu berjudul Valentine. Busana tie-neck jumpsuit putih gading sembari memainkan gitar sungguh membuat penampilan Laufey mempesona. 

Selanjutnya, lagu kedua dan ketiga berjudul Fragile dan Magnolia yang disambut riuh penonton. Terlebih para penonton yang mayoritas perempuan sudah tahu makna lirik pada lagu Magnolia yang sengaja ditulis Laufey untuk memuji kecantikan semua perempuan di dunia. 

Penyanyi Laufey tampil dalam BNI Java Jazz Festival 2024 di Jiexpo Kemayoran, Jakarta, 25 Mei 2024. TEMPO/Martin Yogi Pardamean

Finalis ajang bakat Iceland's Got Talent 2014 itu juga tampil atraktif dengan sering mengajak penonton berbincang hingga meracau sendiri yang dibalas dengan tawa meriah. Perempuan keturunan Islandia dan Cina itu bercerita dirinya sempat terserang flu tiga hari sebelum tampil di Jakarta. Beruntung berkat konsumsi obat dan istirahat cukup, ia sembuh. Aksi konyol Laufey terjadi saat ia tiba-tiba lupa lirik lagu yang ia nyanyikan sendiri. 

Ia juga sempat curhat dadakan ke penonton saat akan menyanyikan lagu keempat berjudul Street by Street. Sebelum bernyanyi, ia mengenang kala menulis lagu pertamanya itu. Saat itu Laufey tengah bersedih lantaran putus cinta. "Dia menghancurkanku saat pertama kali dan aku ingat berpikir aku sangat penting. Apakah semua orang merasa seperti ini?" ujar Laufey yang disambut teriakan penonton. 

Meski masih muda, Laufey sangat bertalenta. Prestasi terbaru, ia berhasil memenangi Grammy Award 2024 kategori Best Traditional Pop Vocal Album untuk album pertamanya Bewitched

Album Bewitched juga menjadi album jazz dengan angka debut terbesar di Spotify sepanjang sejarah. Beberapa capaian lainnya adalah nomor #2 di chart Spotify Global dan chart U.S. Albums, nomor #23 di chart album Billboard 200, nomor #1 di chart Billboard Independent Albums, dan #1 di chart Current Traditional Jazz.

Salah satu penonton konser Laufey, Katerina Devi, mengaku sangat puas terhadap penampilan bintang pujaannya. Perempuan 21 tahun itu mengenal Laufey sejak 1-2 tahun lalu secara tidak sengaja. "Berawal dari media sosial, lama-lama suka dengan Laufey," kata mahasiswi salah satu universitas swasta di Jakarta itu. 

Uniknya, Katerina tidak terlalu tahu soal musik jazz. Bahkan, ia tak terlalu peduli dengan genre lagu karya Laufey. Yang penting karya-karya penyanyi itu enak didengar. 

Kemeriahan BNI Java Jazz Festival malam itu berlanjut di aula lain dengan penampilan sing along with Ruth Sahanaya, Andien, Teddy Adhitya, dan Teza Sumendra dengan pengiring musik Nikita Dompas. Lagi-lagi ribuan penonton harus antre panjang sebelum panitia membuka pintu aula. 

Sesuai dengan judul, para penyanyi keroyokan mengajak penonton bernyanyi bersama, seperti Andien yang menyanyikan lagu Sometimes yang dipopulerkan oleh Britney Spears. Bedanya, ia menyanyikannya dalam nuansa jazz. Lagu Sometimes yang sangat populer pada 2000-an membuat para penonton ikut bernyanyi.

Andien, yang mengenakan dress mini warna silver kebiruan, pun menyanyikan lagu andalannya, Moving On. Dengan tempo yang berbeda, ia membuat lagu Moving On, yang bernuansa ceria, itu menjadi nuansa jazz. Walau begitu, kembali penonton terus bersemangat untuk bernyanyi bersama.

Begitu juga Ruth Sahanaya. Penyanyi bersuara emas ini pun menyanyikan lagu andalannya, Bawa Daku Pergi, menjadi nuansa jazz. Memang kelas diva, penampilan Ruth Sahanaya ibarat menjadi bintang paling terang di panggung ini. 

Salah satu penonton, Elza dan Janu, mengaku masih merinding meski konser Ruth Sahanaya sudah selesai. Maklum pasangan suami-istri ini memang fans berat trio 3 Diva (Ruth Sahanaya, Titi DJ, dan Krisdayanti). 

"Salah satu hal yang bikin kami ingin banget nonton hari Jumat ini, ya, karena ada Mbak Ute. Maklum agak susah mencari jadwal manggung dia lagi," kata Elza.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus