Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Perupa senior Daniel Kho menggelar pameran tunggal bertajuk Castaneda Factor di Jagad Gallery hingga akhir bulan ini.
Daniel Kho memamerkan 110 karya yang terdiri atas lukisan dan patung beraneka ukuran.
Dalam pameran kali ini, Daniel banyak mengeksplorasi makhluk-makhluk unik yang merupakan perpaduan dari khayalan, mitologi, wayang, dan alien.
Nama Carlos Castaneda (1925-1998) diakui sebagai salah satu penulis cerita fiksi yang hebat. Lewat belasan buku, ia bercerita tentang perjalanan spiritualnya bersama dukun bernama Don Juan hingga menjelajahi gurun-gurun di Meksiko.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bagi sebagian orang, buku-buku dan cerita Castaneda hanyalah khayalan. Cerita perjalanan spiritual Castaneda dianggap tak masuk akal alias janggal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun ada juga yang menganggap cerita-cerita Castaneda sebagai fakta. Mereka menganggap petualangan batin pria kelahiran Peru pada 1925 itu benar adanya. Salah satu orang yang percaya pada cerita Castaneda adalah seniman Daniel Kho.
Menurut perupa berusia 67 tahun ini, cerita Castaneda bersama dukun Meksiko yang mampu melompati tebing curam, air terjun, hingga sampai ke dunia lain itu sungguh terjadi. Bagi Daniel, perlu pemahaman luas dan kedalaman rasa untuk menerima cerita Castaneda.
Menurut Daniel, perjalanan spiritual seperti yang diceritakan Castaneda sejatinya akrab dengan kehidupan masyarakat adat di Indonesia. Ia mencontohkan ajaran kejawen yang menjadi pandangan hidup dan filsafat masyarakat Jawa kuno.
Delapan belas patung berbahan akrilik dan serat kaca karya Daniel Kho yang berjudul "Nogochen" dalam pameran “Castaneda Factor” di Jagad Gallery, Jakarta, 3 Agustus 2023. TEMPO/ Indra Wijaya
Daniel mengaku sudah lama menekuni ajaran kejawen. Bagi dia, kejawen adalah asal-muasal masyarakat Jawa. “Bagi saya, untuk menjadi orang itu harus menekuni akarnya sampai dalam. Tapi masyarakat Jawa sekarang enggak peka lagi dengan hal itu,” kata Daniel kepada Tempo, Jumat dua pekan lalu.
Namun dari buku-buku Castaneda inilah lahir gerakan hippie atau pemberontakan anak muda pada dekade 1960-an. Gerakan ini turut membawa kemunculan seni rupa kontemporer. Nah, seni rupa kontemporer ini juga merasuk ke dalam ruang seni Daniel.
Bukti nyata, seniman asal Surakarta ini menggelar pameran tunggal berjudul “Castaneda Factor” di Jagad Gallery, Jakarta Selatan, sejak pertengahan Juli lalu. Sebanyak 110 karya, yang terdiri atas patung hingga lukisan, tersaji dalam pameran itu hingga akhir Agustus ini.
Masih bertema perjalanan spiritual, Daniel menampilkan figur ciptaannya yang tidak lazim dalam setiap karyanya. Ia menghadirkan perpaduan antara makhluk mitologi, dewa, wayang, dan kartun dalam setiap karya di Castaneda Factor. Sekilas, figur kreasi Daniel seperti makhluk mutan atau hibrida. Bahkan ada yang bentuknya tak karuan.
Seperti patung berjudul Nogo yang memiliki dimensi 120 x 200 x 60 sentimeter. Dalam bahasa Jawa, kata “nogo” berarti naga, makhluk mitologi berbentuk kadal besar bersayap dan mampu menyemburkan api. Patung ini sekilas berbentuk seperti kadal besar perpaduan antara komodo dan singa.
Uniknya, kepala patung memiliki moncong yang panjang dengan mulut terbuka dan deretan gigi tajam terpasang. Di tengah deretan gigi, terdapat lidah yang menjulur panjang dengan ujung yang bercabang tiga. Naga ciptaan Daniel juga dilengkapi dengan punuk dan sepasang sayap.
Bedanya, tak ada kesan seram dari sosok nogo itu. Sebab, patung berbahan serat kaca itu disapu dengan beragam warna cat akrilik. Warna ungu menjadi kelir dasar pada tubuh, sementara warna merah muda, merah terang, ungu, biru muda, dan hijau tua menghias berbagai bagian tubuh nogo tersebut, seperti sayap, kuku, dan moncong.
"Animal Parade" karya Daniel Kho dalam pameran “Castaneda Factor” di Jagad Gallery, Jakarta, 3 Agustus 2023. Karya ini terdiri dari 63 panel berukuran 30x50 sentimeter dan terbut dari akrilik pasir di atas kanvas. TEMPO/ Indra Wijaya
Ada pula karya lukis berjudul Animal Parade yang terdiri atas kumpulan 63 panel kanvas berukuran 30 x 50 sentimeter. Ketika ditempel dalam satu kesatuan, panel-panel kanvas ini membentuk lukisan besar. Uniknya, masing-masing panel kanvas menampilkan lukisan binatang khayalan yang berbeda.
Ada yang berbentuk seperti naga berlidah cabang tiga seperti karya patung berjudul Nogo, dan ada pula yang berbentuk kucing besar tapi dengan bentuk lucu. Pun ada hewan seperti kancil, tapi memiliki kepala lonjong besar dan ada yang dilengkapi hidung jumbo. Lagi-lagi 63 hewan aneh itu dilukis dengan warna beragam dan mencolok meski dengan latar hitam gelap.
Terdapat pula lukisan berukuran 150 x 130 sentimeter yang memiliki latar berwarna putih. Sejumlah hewan unik berkepala besar duduk di dalam pesawat luar angkasa bersama sesosok alien. Tak cuma satu, ada beberapa alien lain yang menumpang piring terbang. Alih-alih menyampaikan kesan seram, segerombolan alien ini tampak lucu lantaran memiliki bentuk unik dan beragam warna mencolok.
Menurut Daniel, hewan-hewan unik ciptaannya merupakan salah satu bentuk kritik terhadap manusia. Sebab, sejatinya hewan-hewan yang hidup di dunia lebih banyak membawa kebaikan bagi bumi karena mereka bisa hidup berdampingan dengan alam. Sementara itu, manusia dalam hidupnya banyak menimbulkan kekacauan dan kerusakan lingkungan.
Sebagai contoh, manusia harus merusak alam demi bisa bertahan hidup. Ia mencontohkan upaya penebangan pohon di hutan demi membuat kertas dan tisu. Belum lagi pertambangan untuk kebutuhan sehari-hari manusia. “Manusia itu makhluk yang salah jalan. Hewan hidup berjuta tahun lalu enggak bikin masalah di bumi. Sementara manusia hidup harus bikin pabrik segala,” ujarnya.
Adapun tema alien atau makhluk luar angkasa ikut diangkat lagi-lagi untuk menyindir manusia. Menurut Daniel, manusia terlalu sombong karena mengira mereka hidup sendirian di alam semesta. Padahal bisa saja di luar sana ada makhluk lain yang punya kehidupan lebih baik dari manusia.
Ihwal seni rupa kontemporer, Daniel mengatakan aliran seni rupa tersebut bergerak bebas. Singkat kata, seniman tidak perlu susah-susah mencari aliran kontemporer karena sejatinya kontemporer lahir dari ide dan kreativitas pribadi manusia. Sebagai contoh, kesenian gamelan bisa saja keluar dari pakem tradisi lantaran sejatinya hidup perlu berkembang. Perkembangan ini tentu akan lebih mudah diterima anak muda.
Ya, penerimaan anak muda memang menjadi isu kuat dalam pameran tunggal Daniel Kho kali ini. Penggunaan kelir beraneka macam punya maksud agar anak muda lebih tertarik datang menikmati karya seni.
“Hidup sudah abu-abu. Kenapa enggak pilih yang banyak warna? Pelangi saja warnanya lebih dari itu semua,” kata dia.
Lukisan "La Wet 99" berukuran 150x130 cm karya Daniel Kho dalam pameran “Castaneda Factor” di Jagad Gallery, Jakarta, 3 Agustus 2023. TEMPO/ Indra Wijaya
Kurator pameran Jim Supangkat mengatakan 110 karya yang dipamerkan di Jagad Gallery membuktikan betapa kuatnya pengaruh Castaneda pada jiwa seni Daniel Kho. Selain itu, karakter eksentrik dan jiwa petualang mendorong Daniel semakin leluasa mengakses kehidupan penuh mitos, pandangan ganjil, sampai asal-usul kehidupan manusia di muka bumi sebagai sebuah sikap pemberontakan.
Jim juga menyebutkan karya-karya Daniel seakan-akan mencoba membongkar keterbatasan seni rupa modern yang menjelajahi keutamaan material visual pada ungkapan seni rupa. Namun napas kontemporer pada karya Daniel bukan sekadar masalah kategori seni, tapi juga tanda-tanda autentik tentang kemunculan seni rupa kontemporer yang sampai sekarang belum banyak dikaji oleh kritikus seni.
“Kendati latar belakangnya menunjukkan pemberontakan menggebu, ungkapan yang tampil dalam karya Daniel tidak menunjukkan kemarahan dan kebencian,” kata Jim.
Daniel Kho sempat mengenyam pendidikan seni rupa di Eropa Barat pada 1975. Selepas masa pendidikan, ia berkarya di Eropa selama beberapa tahun. Di situlah Daniel akrab dengan seni rupa kontemporer. Meski lahir dan besar di Surakarta, kini Daniel memilih menetap dan berkarya di Bali.
Pameran Castaneda Factor merupakan rentetan dari seri pameran yang sudah dibuat Daniel sejak 2021. Pertama, ia menggelar pameran bertajuk “Dobos” di Paros Arthouse, Bali. Seri kedua adalah pameran berjudul “Mboh” di Studio Kalahan, Yogyakarta, pada 2022. Berlanjut pada seri ketiga, yakni pameran bertajuk “Owalah” di Bentara Budaya Jakarta pada Januari lalu.
INDRA WIJAYA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo