Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketuk kaki kuda terdengar mendekat di luar jendela bersaput salju. Dua orang yang berdiri di sisi dalam jendela menahan napas saat suara itu makin keras. Tak-tuk tak-tuk tak-tuk.... Suara itu perlahan menjauh, hingga akhirnya tak terdengar sama sekali. Sunyi.
Dora (Sha Ine Febriyanti) dan Boris (Ahmad Rizma Bustanul Arifin) langsung panik. Seharusnya sebuah ledakan bom terdengar. Bangsawan tiran Sergei Alexandrovich yang berada di dalam kereta kuda seharusnya mati karena bom yang dilempar anggota organisasi mereka.
Lalu masuk Ivan Kaliayev atau Yanek (Dipa Bonaventura Siagian) yang menggigil dalam tangisan. Dialah yang ditugasi melempar bom itu. "Aku tidak mampu. Ada seorang anak di dalam kereta itu," ujar Yanek, tersedu. Yanek, si penyair, merasa pengeboman membabi-buta sama jahatnya dengan perilaku kejam si diktator. Menghancurkan pemerintahan tirani tak perlu memakan korban anak-anak tak berdosa. "Aku hanya membunuh demi tidak ada lebih banyak lagi yang mati," katanya.
Lakon Pembunuh yang Adil ini dipentaskan di Teater Salihara, Jakarta, akhir pekan lalu. Pemainnya--para peserta Kelas Akting Salihara yang diampu Iswadi Pratama--cukup menghidupkan situasi dilematis yang dituntut naskah. Kritik Albert Camus tentang revolusi dan sosialisme dalam naskah berjudul asli Le Juste itu tersampaikan dengan lancar.
Naskah ini berdasarkan peristiwa sejarah Revolusi 1905 di Rusia, saat sekelompok teroris yang merupakan bagian dari partai sosialis revolusioner merancang percobaan pembunuhan atas Hertog Agung Serge Alexandrovich, paman Tsar Rusia.Lakon ini pertama kali diterjemahkan Arief Budiman dengan judul Teroris hampir setengah abad lalu. Teroris kemudian menjadi naskah Albert Camus yang paling banyak dipentaskan di kota-kota Indonesia selain Caligula.
Iswadi, yang sekaligus menjadi sutradara, memilih naskah itu karena materinya aktual dengan situasi politik Indonesia dan dunia saat ini. Terorisme kini tak lagi mengindahkan anak-anak. "Aksi semacam ini menemukan konteksnya. Yang terbaru pengeboman kereta bawah tanah di St. Petersburg," ujar Iswadi.
Kelas Akting Salihara merupakan program belajar seni peran yang dibuka untuk publik sejak 2015. Iswadi mengajarkan prinsip kerja keaktoran berdasarkan sistem Stanislavski dalam kelas yang berlangsung selama tiga bulan. Pesertanya siapa saja, juga aktor dan pemain teater. Bahkan Sha Ine Febriyanti, yang sudah malang-melintang di dunia teater, tertarik ikut. "Kelas Bang Is mengajarkan emosi dalam," katanya. Juga Budi Suryadi, aktor Teater Koma. Perannya sebagai Skuratov, kepala polisi yang menginterogasi Ivan Kaliayev, langsung membuat babak kedua menggedor.
Lakon Pembunuh yang Adil dipentaskan para peserta Kelas 2, yakni kelas yang lebih berpengalaman. Pelajaran aktingnya sudah masuk level lanjut dengan penekanan lebih pada psikologi karakter dalam naskah. Naskah Camus cocok untuk kelas ini karena menyajikan tarik-menarik idealisme yang rumit dalam diri seseorang. Tapi sedikit salah menafsirkan naskah ini bisa terasa di beberapa adegan melankolis. Sebab, para aktivis sosialis itu ternyata saling mencintai.
Adapun peserta Kelas 1 tampil sehari sebelumnya membawakan lakon Oedipus di Kolonus, bagian kedua dari trilogi Sophokles tentang Raja Oedipus di Kerajaan Thebes. Iswadi memilihkan naskah ini karena hendak memperkenalkan karya-karya teater klasik kepada peserta kelas pemula. "Saya ingin Kelas 1 mengenal teater klasik sebelum masuk pada karya kontemporer dan modern," ujar Iswadi.
Oedipus (Syamsul Ma'arif) yang buta terusir dari Kerajaan Thebes karena membawa kutukan akibat membunuh ayahnya dan menikahi ibunya sendiri. Bersama putrinya, Antigone (Tika Primandari), Oedipus melintasi hutan keramat dan menepi di Desa Kolonus. Para warga mulanya mengusir mereka. Tapi Theseus (Carlos Camelo), Raja Athena, melindungi Oedipus. Kedatangan Oedipus memicu pertempuran besar antara Thebes dan Athena.
Syamsul Ma'arif sebagai Oedipus tampak berperan paling menonjol. Bagian kor (chorus) terasa masih kurang puitis dan menyentuh. Topeng-topeng putih yang digunakan para aktor kurang impresif. Padahal porsi kor banyak. Mengingat ini kelas pemula, bolehlah itu diabaikan.
Moyang Kasih Dewimerdeka
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo