Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teroka

Keluarga Jawa di Tengah Holocaust

Film tentang sebuah keluarga Jawa yang menyelamatkan seorang anak Yahudi dari pembantaian Nazi. Mengusung tema toleransi dan kemanusiaan.

26 November 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RIBUAN nama orang yang pernah menolong, menyembunyikan, dan menyelamatkan bangsa Yahudi dari aksi pembantaian besar-besaran oleh Nazi atau holocaust terpahat di sebuah dinding besar di tengah Museum Yad Vashen, Yerusalem. Di antara ribuan nama dari berbagai negara yang berani mengambil risiko demi kemanusiaan itu, ada dua-dan hanya dua-nama orang Indonesia yang turut terpahat: Tole Madna dan Mima Saina.

Dua nama itu dikenang berkat jasa mereka kepada Alfred Munzer semasa holocaust. Alfred Munzer kemudian menuangkan kisah Tole Madna dan Mima Saina dalam film berjudul Nina Bobo untuk Bobby, yang ditayangkan dalam Tolerance Film Festival di Jakarta, dua pekan lalu. Alfred, kini 76 tahun, tak pernah lupa, berkat keberanian dua orang itulah dia tak turut dibantai oleh tentara Nazi.

Alfred masih dalam kandungan saat Nazi memutuskan membantai semua orang Yahudi di dataran Eropa. Keluarga Alfred yang tinggal di Polandia tak luput dari kejaran. Saat Alfred lahir, situasi makin genting. Orang tua Alfred, Simcha dan Gistel, memutuskan pergi ke Belanda untuk mencari tempat perlindungan bagi tiga anak mereka.

Pasangan Simcha-Gistel kemudian menitipkan Lea dan Eva, dua kakak perempuan Alfred, kepada sebuah keluarga Katolik di Belanda. Alfred yang saat itu masih berusia 8 bulan diterima oleh Tole Madna, lelaki kelahiran Maos, Jawa Tengah, yang diadopsi oleh keluarga Belanda dan menetap di sana hingga dewasa. Adapun Simcha-Gistel justru terciduk dan dibawa ke kamp konsentrasi. Simcha akhirnya tewas di Kamp Ebensee.

Tole Madna menyembunyikan Alfred di rumahnya selama tiga tahun. Alfred diasuh oleh Mima Saina, perempuan Jawa yang bekerja di rumah Tole. Tindakan ini bukannya tanpa risiko. Tentara Nazi sewaktu-waktu melakukan razia dan akan menghabisi siapa saja yang ketahuan menyembunyikan orang Yahudi. Selama persembunyian, Alfred dipanggil dengan nama Bobby, yang mirip dengan nama putra ketiga Tole, Robby, agar tidak tercium bahwa ada anak lain di rumah itu. "Saat tentara Nazi datang, saya disembunyikan di loteng atau di dalam tong wine," tutur Alfred.

Pada masa-masa sulit itu, keluarga Tole dan Mima mengasuh Alfred seperti anak mereka sendiri. Mima pun mau bersusah-susah mencarikan donor ASI untuk Alfred. Setiap menjelang tidur, Mima selalu menyanyikan lagu Nina Bobo buat Alfred. Lagu itulah yang selalu dikenang Alfred hingga sekarang. "Mima selalu menyimpan pisau di bawah bantalnya dan berkata ia akan membunuh siapa saja yang datang mengambil saya," ujar Alfred.

Film produksi Yayasan Hadassah of Indonesia ini cukup sederhana. Selama 30 menit, kita hanya melihat rekaman wawancara dengan Alfred yang diselingi footage tentang Perang Dunia II, sisa-sisa kamp konsentrasi Auschwitz, dan foto-foto lama yang masih disimpan Alfred. Salah satu foto paling kuat adalah foto Mima yang berkebaya dan berkain jarik sedang menggendong Alfred yang masih bayi.

Film ini juga menampilkan animasi sebagai ilustrasi atas penuturan Alfred. Animasi karya Mario Tagambe, ilustrator dari Poso, yang penuh warna itu telah diperhalus agar tak terlalu terang-terangan menunjukkan kebrutalan Nazi. Produser film Monique Rijkers mengatakan film ini memang ditujukan sebagai edukasi untuk para siswa di Indonesia. "Tadinya saya berencana membuat film dokumenter penuh, tapi karena keterbatasan dana akhirnya dibuat dengan animasi," kata Monique.

Monique mengetahui kisah Alfred saat berkunjung ke Museum Holocaust di Washington, DC. Di sana ia mendapat informasi bahwa ada penyintas holocaust yang diselamatkan oleh orang Indonesia. Lewat e-mail, Monique menghubungi Alfred dan mendapatkan cerita selengkapnya.

Awalnya, menurut Monique, kisah Alfred itu dia tulis di laman blognya. Ternyata tulisannya itu dibaca oleh hampir 50 ribu orang. Ia pun memutuskan mengangkat kisah ini ke dalam film agar diketahui semakin banyak orang. Film ini rencananya akan diputar di sekolah-sekolah, juga berbagai komunitas, di Indonesia untuk menyebarkan pesan tentang toleransi. "Tidak banyak yang tahu bahwa ada orang Indonesia yang berjasa besar saat holocaust," ujar Monique.

Penuturan Alfred dalam film ini runtut dan lengkap. Setelah perang berakhir, Alfred bisa berkumpul kembali dengan ibunya yang berhasil bebas dari kamp konsentrasi. Mereka pindah ke Amerika Serikat, tempat Alfred berdiam hingga kini dan menjadi dokter ahli paru-paru. Ia tetap mempertahankan hubungan dengan keluarga Tole Madna.

Dua kakak Alfred yang saat itu baru berusia 6 dan 8 tahun menemui nasib tragis. Perempuan Katolik yang menyembunyikan mereka justru dilaporkan oleh suaminya sendiri. Perempuan itu bersama Eva dan Lea diangkut ke Kamp Westerbork. Mereka menemui ajal di kamar asap. "Saya beruntung diselamatkan oleh Tole Madna. Meski ia seorang Katolik dan Mima Saina adalah muslim dari negara Indonesia yang amat jauh, mereka bersedia menyelamatkan Yahudi seperti saya atas dasar kemanusiaan," kata Alfred.

Moyang Kasih Dewimerdeka

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus