Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teroka

Ken arok yang makin puitis

Harry roesli menampilkan disko-opera ken arok di bandung. didukung kecanggihan teknologi dan melibatkan artis serta grup ternama. teater musik ini hanya main semalam.

25 Mei 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Didukung kecanggihan teknologi dan sederet grup ternama, Harry Roesli menggelar disko-opera Ken Arok. Sukses, tapi teater musik ini hanya main semalam. HARRY Roesli kembali menampilkan Ken Arok dalam bentuk teater musik. Bedanya, pada pertengahan tahun 1975 Ken Arok dipentaskan dengan embel-embel rock-opera, sedangkan kali ini dengan disko-opera. Gebrakan ini, yang dilangsungkan hanya semalam di gedung Eldorado Dome Bandung, Sabtu pekan lalu, membuat jalan ke arah Lembang macet total sejak sore. Kendaraan parkir di pinggir jalan karena kompleks Eldorado tak bisa lagi menampung. Pertunjukan diundur 30 menit karena banyak penonton yang harus berjalan lebih dari 1 km ke tempat pentas -- dan itu pun masih banyak yang terlambat. Gedung itu terisi lebih dari kapasitasnya, 6.000 orang. Disko-opera Ken Arok tergolong pertunjukan besar di Bandung dan, seperti diakui Harry Roesli sendiri, inilah pertunjukannya yang paling mahal. Biaya produksinya Rp 165 juta, datang dari "maecenas seni" Setiawan Djodi -- itu belum sumbangan laser. Pementasan ini didukung 450 artis dan itu melibatkan grup-grup yang sudah punya nama seperti Kelompok Payung Hitam Bandung, Wanna Be Dancers, Studio Inter Model, Didi Sena Mime-IKJ, Bagito Group. Panggung yang dikerjakan Ir. Faridzia Hadi mengesankan sebuah pabrik, bersih dan tidak semrawut. Di atasnya tergantung layar besar untuk menyemprotkan video clips. Di kiri kanan panggung utama masih ada panggung kecil, yang satu untuk peran dalang melakukan narasi, satunya lagi tempat dua pemain yang tugasnya menceletuk. Di atas kedua panggung kecil ini masih ada layar untuk menyemprotkan slide yang berisi teks lagu-lagu. Pertunjukan multimedia ini diawali dengan prolog dua lagu berirama disko: Kerak Bumi dan Dunia, yang diiringi tarian sambil memamerkan kecanggihan teknologi: sinar laser, kembang api, asap warna-warni. Video-clips menayangkan lelehan lahar, distorsi tata surya, dan gambar-gambar imajinatif yang mengesankan semesta yang purba. Awal pergelaran adalah kelahiran Ken Arok. Musik disko Harry Roesli, yang di dalamnya mencuat juga unsur rock, pop, jazz, bahkan rap, mengisahkan bagaimana sang tokoh lahir dari kepala naga. Ken Arok kecil terlempar dan mengamuk, tersaput sinar laser yang membentuk black hole dan dalam dentaman musik keras itu Ken Arok menjadi dewasa. Aku Ken Arok anak dunia/aku lahir membawa petir/aku ini ratu adil/kekuasaan itulah tujuan/gunakan segala tipuan, suara Ken Arok dalam nyanyi -- dimainkan dengan bagus oleh Dani Java Jive. Namun, cerita tak penting bagi Harry Roesli. Ia dengan cerdik memasukkan kritik sosial -- dan ternyata Harry lumayan "nakal". Ketika sejumlah pengikut Ken Arok menyanyikan lagu tentang perebutan kekuasaan, intel Tunggul Ametung mengancam: ... kulaporkan semua kata-katamu pada rajaku/dan kau akan sulit mendapat izin pementasan.... Cerita bergulir dengan munculnya Loh Gawe (Didi Petet) yang diikuti ketiga muridnya yang dimainkan pelawak Bagito Group. Ken Arok mendapat wejangan dari Loh Gawe, bagaimana harus mengisi hidup agar punya arti karena hidup menuju kematian. (Dari semua pemain hanya Didi Petet yang suaranya, tatkala bernyanyi, diisi orang lain. Yang mengisi Harry Roesli sendiri). Usai itu adegan goro-goro, Miing, Didin, dan Unang dari Bagito Group. Pemunculan Ken Dedes (Titi Dwijayati) dengan lagu seronok dan video-clips menampilkan cuplikan orang cantik sedunia -- dari Madonna sampai penari balet -- mengubah ingar-bingar disko menjadi musik yang manis. Bahkan ketika Ken Arok bercinta dengan Ken Dedes di layar muncul adegan percintaan versi film India, disusul adegan ranjang dari film Barat. Ada yang nyaris bertele-tele, ketika Lulugu Bidadari (ini tentu tokoh carangan yang dimainkan penyanyi Tri Utami) membawa kabar kepada Tunggul Ametung (Idrus Madani) tentang hari akhir kehidupannya. Ini tak ubahnya peragaan busana -- dan memang kelompok bidadari itu dimainkan kumpulan peragawati terpilih Bandung. Untunglah, goro-goro babak kedua tiba, Bagito Group bagai menambah sentilan-sentilan yang dipaparkan Harry Roesli lewat lagu. Pentas berakhir setelah Kebo Ijo dikeroyok karena dituduh membunuh Tunggul Ametung. Dan Ken Arok yang merancang fitnah ini berhasil menjadi raja. Musik kembali mendentam, laser, kembang api, dan mercon menyembur membentuk tirai yang membatasi penonton dan panggung. Ken Arok menghunus keris, video-clips menampilkan cuplikan film perang yang mengerikan dan Indra Lesmana sebagai panglima perang memetik keyboard dengan improvisasi yang mencekam. Secara keseluruhan, musik Harry Roesli tak lagi didukung oleh elemen-elemen tradisional. Ia sepenuhnya menggunakan alat canggih seperti yang sudah dicobanya berkali-kali dalam pentas Teater Koma dan Teater Mandiri. Lirik Ken Arok '91 terasa lebih puitis dibanding Ken Arok '75. Yang mengagumkan adalah visualnya. Pentas menyiratkan citarasa seni rupa yang bagus, muncul bagaikan gambar surealis yang menarik. Bendera besar yang dikibaskan, gerak kelompok penyanyi yang kompak, dan bagaimana mengorganisasi semuanya itu dengan slide dan video yang disemprotkan ke layar. "Harry Roesli ternyata bukan hanya seorang musikus, tetapi juga sutradara, penulis, dan aktor. Saya kira ia perlu memiliki teater sendiri untuk mengekspresikan ide-ide teater musiknya," kata dramawan Putu Wijaya. Namun, Harry merendah. "Saya berterima kasih pada Putu Wijaya dan Riantiarno. Saya banyak mencuri adegan-adegan dari pementasannya," katanya. Sayang, Ken Arok hanya semalam, dan belum ada rencana membawa ke kota lain. Ida Farida dan Putu Setia (Bandung)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus