Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ANAK-ANAK tak lagi mendapat nyanyian baru lewat TVRI. Dengan
dihilangkannya iklan di TVRI sejak awal bulan ini, hilang pula
lagu-lagu yang pendek, dengan melodi sederhana, gampang dihafal
-- lagu iklan.
Tak begitu jelas, kapan iklan di tv mulai menggunakan musik yang
lengkap lagunya (full singing). Sebelumnya hanya iklan tv yang
dibuat di luar negeri yang menyajikan lagu lengkap. Ingat
misalnya, Coca Cola atau Levi's. Iklan kedua produk itu agaknya
yang mendorong lahirnya musik iklan kita.
Di awal 70-an, ketika iklan Levi's mulai berkumandang lewat
radio dan tv, sambutan masyarakat (terutama anak-anak muda)
mengherankan. Banyak sekali surat masuk ke studio Radio Swasta
Niaga, minta diputarkan lagu iklan Levi's.
Bahkan akhir-akhir ini beredar dua rekaman kaset satu bersampul
Coca Cola, yang lain bersampul Singapore Airlines. Dan salah
satu dari lagu pop yang direkam kedua kaset itu adalah lagu
iklan Coca Cola dan perusahaan penerbangan Singapura itu.
Memang, lagu iklan yang baik pun ternyata enak didengar sebagai
musik. Kecuali itu, bisa dipastikan lagu iklan selalu bersifat
gembira -- tentu saja. Bahkan kemudian, yang lebih diingat orang
dari iklan di tv adalah lagunya -- bukan gambarnya. Mungkin ini
memang sudah diperhitungkan para pembuat iklan 'kan iklan itu
pun diputar lewat radio yang tak menyiarkn gambar.
Mencipta lagu iklan, seperti yang ditemukakan beberapa pencipta
lagu iklan kita, memerlukan seni sendiri. Yang jelas, mencipta
lagu iklan memang terikat beberapa ketentuan, yang tak bisa
ditawar lagi: waktu yang singkat, sekitar 60 detik, dan lirik
yang temanya sudah ditentukan.
"Detik per detik harus diperhitunglian, harus diisi musik yang
tepat," kata Augusr Kusuma, Direktur Produksi PT Swadaya
Prathivi -- yang lebih dikenal dengan nama Sanggar Prathivi.
August, 35 tahun, telah membuat musik iklan sekitar 150 buah
sejak 1973. Antara lain musik iklan untuk Teh Botol, Baterai
ABC, Kembang Gula Sugus dan Chelsie. "Kecuali itu, irama lagu
harus ditekankan pada bagian tertentu, untuk memberi tekanan
pada barang yang ditawarkan," lanjutnya.
Maka ia berpedoman, "musik iklan harus mudah diungkap, mudah
dihafal, enak didengar." Tapi August yang pernah ikut sebuah
grup musik sebagai gitaris ini, tak menilai musik iklan berdiri
sendiri. Musik iklan yang bagus "sesuai dengan gambar filmnya.
Jadi sulit dipisahkan ya musiknya, ya liriknya, ya gambar
filmnya adalah satu."
Dari sejumlah keterbatasan dalam mencipta musik iklan yang
disebutkan August, ternyata masih ada tambahannya. Kalau lirik
lagu sudah disiapkan oleh pemesan, bagi Greggy Priyanto, dari
Virgo Ad Production House, ini merupakan tambahan kesulitan
baginya. "Musik iklan yang baik bukan yang musiknya menyesuaikan
diri dengan kata-katanya," tuturnya.
Terhadap hasil karyanya, para pencipta musik iklan -- yang
biasanya bukanlah pencipta lagu sebagaimana pengertian umum,
seperti A. Riyanto atau Titiek Puspa -- ini pun mempunyai
kebanggaan tersendiri. Greggy, yang pernah ikut Sanggar Prathivi
(1973), agak kecewa dengan sikap kliennya yang memesan lagu
iklan tekstil Friendship. Setelah musik dasarnya selesai dan ia
perdengarkan kepada klien tersebut sang klien puas tapi ia minta
dalam lagu itu ada warna Cinanya. Apa boleh buat, ini 'kan
pesanan. "Perhatikan lekukan irama pada awal lagu itu, 'kan ada
warna Cinanya," kata Greggy.
Hanya Setahun
Tapi soal macam itu sebetulnya tak begitu mengganggunya. Yang
paling menjadikannya kesal ialah kalau klien kemudian
menyelipkan pesan di tengah lagu (voice over). "Mestinya kalau
lagu telah full singing, tak perlu ada lagi itu voice over,
katanya, kesal. "Paling, agar tak mengganggu lagunya, boleh
ditaruh di akhir lagu." Yah, memang kemudian seperti tak
mempercayai lirik lagu -- yang telah berupa kalimat iklan itu.
Kebanggaan lain, yang sedikit berbau komersial memang,
diutarakan Bambang Magog, 27 tahun, Kepala Studio Rekaman Radio
Amigos. Ia kini mengajukan batas kepada pemesannya: lagu
ciptaannya hanya boleh digunakan setahun saja. "Kalau mereka
masih mau memakai, harus ada perjanjian baru," tutur pencipta
lagu iklan Modern Camera 280S, Jamu Air Mancur dan beberapa
lagi.
Bagi August, Greggy maupun Bambang, ternyata penyanyi lagu iklan
tak begitu penting, tak harus seorang penyanyi populer. Pilihan
penyanyi datangnya dari pemesan. "Yang penting apakah warna
suara penyanyi itu cocok untuk lagunya atau tidak," kata August.
Bahkan seringkali para pencipta musik iklan ini tak puas dengan
suara orang lain. Dalam beberapa lagu iklan, baik August maupun
Greggy, menyanyikan sendiri lagunya. August dalam lagu obat
batuk Trillets, Greggy pada lagu iklan Bellini, juga Tensoplast.
Yang agaknya jarang dalam lagu iklan kita ialah dijadokannya
lagu yang telah populer sebagai lagu iklan. Lagu untuk iklan
Coca Cola, Singapore Airlines juga Tancho Mandom pada mulanya
adalah lagu bebas yang kemudian dibeli untuk iklan. Di Indonesia
tradisi ini baru terlihat pada iklan Rokok Jarum. Lagu dalam
iklan itu adalah lagu Grup Bimbo, berjudul Tahun 2000 dan yang
terakhir Lagu dari Pantai Carita.
Dengan hapusnya iklan dari TVRI, belum jelas seberapa besar
pengaruhnya terhadap bisnis lagu iklan -- yang sebuah lagu
harganya berkisar antara Rp 400 ribu sampai Rp 1 juta. Sebab,
kecuali lewat TVRI lagu iklan pun berkumandang lewat RRI dan
Radio Swasta Niaga, juga bioskop. Cuma dari Syamsudin pimpinan
Grup Bimbo telah terdengar keluhan sekaligus komentar. Ia telah
dirugikan, beberapa kontrak dengan beberapa perusahaan telah
dibatalkan. "Tapi penghapusan iklan di tv saya nilai positif,
sebab ada beberapa iklan yang saya nilai jelek pengaruhnya
terhadap perkembangan anak," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo