Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teroka

Lanskap Tak Biasa Mangu Putra

Pelukis asal Bali itu menyuguhkan lukisan lanskap pemandangan alam dalam pameran tunggalnya yang bertajuk "Serenity".

30 April 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Mangu Putra memamerkan karya tentang alam.

  • Alam adalah sumber inspirasi terbesar dalam berkarya.

  • Karyanya tidak seperti asal menjiplak pemandangan alam.

Tiga buah gunung terbingkai sempurna dalam sebuah lukisan jumbo di salah satu sudut dinding CAN'S Gallery, Jakarta, sejak Sabtu tiga pekan lalu. Lukisan cat minyak di atas kanvas berukuran 333 x 150 sentimeter itu tampak sangat nyata. Sekilas mirip foto yang dicetak dengan ukuran raksasa.

Lukisan berjudul Serenity #2 itu menampilkan tiga gunung yang berdiri anggun dengan diselimuti tanaman berkelir hijau dan kuning. Barisan awan putih mirip kapas di beberapa bagian puncak gunung menambah kesan dingin ketiga gunung itu.

Di sudut lain, terpasang lukisan lain berukuran 300 x 150 sentimeter berjudul Serenity #4. Sama seperti lukisan sebelumnya, hamparan gunung menjadi nyawa karya lukis cat minyak di atas kanvas itu.

Bedanya, lukisan Serenity #4 lebih menampilkan bongkahan batu yang menyusun gunung. Meski begitu, sapuan cat minyak berkelir hijau dan kuning masih dipakai untuk menggambarkan hamparan vegetasi yang menyelimuti permukaan puncak gunung.

Kedua lukisan tersebut karya pelukis asal Bali, Mangu Putra. Seniman lukis berusia 59 tahun itu menggelar pameran tunggal di CAN'S Gallery sejak 15 April lalu. Pameran tunggal bertajuk "Serenity" itu berlangsung hingga 15 Mei mendatang.

Sesuai dengan judulnya, Mangu Putra membawa kedamaian alam dalam pameran kali ini. Selain gunung, alumnus desain komunikasi visual di Fakultas Seni Rupa dan Desain di Institut Seni Indonesia Yogyakarta itu menyuguhkan lukisan tentang pohon.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Karya Mangu Putra berjudul Serenity #4. Dok CAN'S Gallery

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seperti lukisan berjudul Pohon Ara, Mangu menggambarkan sejumlah batang pohon yang berimpitan di tengah hutan. Terdapat sejumlah buah ara berwarna merah menyala. Sama seperti lukisan gunung, Mangu menonjolkan kesan nyata dalam lukisan Pohon Ara.

Menurut Mangu Putra, alam adalah sumber inspirasi terbesar dalam berkarya. Bagi dia, alam punya arti luas dan terkadang sulit diungkapkan dengan bahasa lisan ataupun tertulis. "Terkadang hanya bisa diungkapkan dengan bahasa visual seperti lukisan ini," kata Mangu kepada Tempo.

Mangu mengatakan, sembilan lukisan besar dalam pameran tunggalnya ia bikin perlahan sejak 2021. Hampir semuanya merupakan oleh-oleh setelah Mangu pergi melepas penat ke alam.

Bagi dia, alam adalah hal yang bisa menetralkan dan menyeimbangkan hidup manusia. Fakta lain, alamlah yang menghidupi manusia selama ini. Karya-karya Mangu Putra juga membawa pesan tentang kekeliruan pola pikir manusia tentang alam.

Salah satunya adalah kekeliruan manusia yang menganggap merekalah yang punya tugas memelihara alam. Nyatanya, justru alam yang selama ini memelihara manusia. "Bukan kita yang menjaga alam, melainkan alam yang selama ini menjaga kita."

Mangu Putra. Dok Cans Galeri

Mangu juga menyinggung tentang pandemi Covid-19. Menurut dia, pandemi yang lalu merupakan bagian dari misteri alam. Mangu percaya bahwa pandemi yang lalu merupakan rahasia alam dalam menyembuhkan dirinya dari berbagai macam polusi dan kerusakan yang disebabkan oleh manusia.

"Termasuk cara alam mengurangi jumlah populasi manusia yang dianggap sudah berlebihan," kata dia.

Kurator pameran Arif Bagus Prasetyo mengatakan, pameran tunggal "Serenity" merupakan bentuk pengenalan Mangu Putra dengan keindahan alam yang terserak. Menurut Arif, Mangu tak asal menyuguhkan keindahan lanskap yang sederhana. Justru hamparan bebatuan gunung dan pepohonan di hutan yang oleh sebagian orang dianggap tak terlalu indah bisa disuguhkan dengan sempurna oleh Mangu.

Arif menjelaskan bahwa Mangu punya pendekatan tersendiri dalam membuat setiap karya lukisan lanskap. Walhasil, karya-karya lukisan lanskap karyanya tidak seperti asal menjiplak pemandangan alam. Mangu selalu mendahulukan rasa ketimbang otak dan nalarnya saat melihat keindahan alam. Rasa yang berbentuk emosi, sensasi, dan semangat inilah yang memberi nyawa pada lukisan gunung, lembah, bebatuan, dan pepohonan buatan Mangu.

"Terasa ada getaran yang mengintai dari ruang gelap di sela pepohonan lebat," kata Arif. "Ada keterkejutan yang mengiringi kilau bunga merah mungil."

INDRA WIJAYA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus