Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Film

Berita Tempo Plus

Ludruk yang Menolak Mati

Sejak pertama kali tercatat pada 1907 sebagai wong lorek, ludruk terus beradaptasi, melintasi perjalanan waktu dan rezim. Antropolog sosial dari Universitas North Carolina, James L. Peacock, terpesona oleh seni ini, dan ia menulis buku yang jadi klasik tentang itu.

Ludruk, teater rakyat yang berasal dari kalangan miskin, telah bergerak: dari bentuk ngamen dari desa ke desa, pentas di pesta rakyat, menjadi bagian dari perjuangan, alat propaganda, hingga bertahan di jalur komersial. Dari masa ke masa, ada kelompok ludruk yang berjaya dan yang mati. Tapi, apa pun bentuknya, dan betapapun subtilnya, dagelan dan spirit protes dalam ludruk tetap bertahan.

19 Desember 2005 | 00.00 WIB

Ludruk yang Menolak Mati
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Sore itu hujan tak jadi turun. Beberapa jam sebelumnya, Sakia Sunaryo memandang langit yang keruh bersama sebatang rokok kretek. Ia gelisah. Hujan berarti tiada penonton yang datang, dan itu berarti mereka tidak makan malam.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus