Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teroka

Pentingnya Festival Film bagi Film Indonesia

Festival Film Indonesia (FFI) kembali bergulir mulai 22 April 2024. Dinilai bermanfaat untuk perkembangan film Indonesia.

24 April 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Festival Film Indonesia atau FFI 2024 mulai bergulir pada Senin, 22 April 2024.

  • Akademikus menilai festival film penting bagi perkembangan industri perfilman nasional.

  • Dari sebagai forum apresiasi, ruang literasi, hingga medium inspirasi.

MALAM anugerah Festival Film Indonesia (FFI) digelar pada 14 November 2023. Sebelumnya, Madani Film Festival digelar pada 7-12 Oktober 2023. Festival yang bertajuk “Celebrating Muslim Diversity” itu dibuka dengan pemutaran Restoring Solidarity, koleksi 20 film dokumenter 16 mm dari berbagai negara yang ditemukan di Jepang yang merekam perjuangan rakyat Palestina sejak dulu hingga sekarang. Film itu menunjukkan solidaritas dunia terhadap Palestina yang tidak dibatasi oleh sekat-sekat geografis dan agama.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dua pekan setelah Madani Film Festival, Jakarta Film Week diselenggarakan untuk ketiga kalinya pada 25-29 Oktober 2023. Dalam acara tersebut, film Budi Pekerti yang masuk daftar nominasi film terbaik FFI 2023 pertama kali diputar untuk umum.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Beberapa festival film yang baru muncul juga mendapat perhatian dari para penikmat film di kota-kota besar. Salah satunya Jakarta World Cinema Week yang menayangkan sejumlah film yang meraih penghargaan bergengsi dari beberapa negara pada 11-19 November 2023.

Para wartawan hiburan juga ikut menunjukkan apresiasi terhadap film-film karya sineas Indonesia dengan melaksanakan Festival Film Wartawan Indonesia 2023 pada akhir Oktober 2023.

Tak hanya di kota besar, festival film juga diselenggarakan di kota-kota kecil. Salah satunya Festival Film Purbalingga yang diselenggarakan pada Juli. Festival ini diikuti oleh pelajar sekolah menengah atas dan sederajat di Banyumas, Purbalingga, Cilacap, Banjarnegara, serta Kebumen (Banyumas Raya), Jawa Tengah.

Festival tersebut memiliki ciri khas, yaitu memutar film di desa-desa di Banyumas Raya secara bergiliran dengan model “layar tanjleb” atau layar tancap.

Sementara itu, salah satu festival “veteran”, Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF), kembali digelar pada akhir November hingga awal Desember 2023, kemudian Festival Film Dokumenter pada 3-8 Desember. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bahkan menyelenggarakan Festival Film Bulanan yang setiap bulan menyeleksi serta memilih dua film pendek terbaik berdasarkan zonasi, baik film fiksi maupun dokumenter, yang berasal dari seluruh wilayah di Indonesia.

Namun apakah maraknya festival film ini berbanding lurus dengan makin berkualitasnya film-film Indonesia?

Ine Febriyanti (kiri) dan Angga Yunanda dalam film “Budi Pekerti” (2023). Dok. Rekata Studio

Forum Apresiasi

Penyelenggaraan festival, betapa pun maraknya, tidak berdampak langsung pada peningkatan kualitas perfilman secara menyeluruh karena memang festival film lebih berfungsi sebagai media promosi dan distribusi film serta melayani kepentingan berbagai pemangku kepentingan ketimbang ajang peningkatan kualitas film.

Meski demikian, buku Direktori Festival Film Dunia dan Indonesia yang disusun oleh Komite Film Dewan Kesenian Jakarta & Coordination for Film Festival in Indonesia (Coffie) menyebutkan kegiatan utama festival-festival di Indonesia adalah apresiasi terhadap karya-karya yang telah dibuat sehingga makin semarak suatu festival, makin berkembang pula apresiasi terhadap film.

Artinya, jika festival memberikan penghargaan yang kompetitif, seperti dalam FFI, Minikino Film Week, dan Festival Film Bandung, apresiasi secara mutu juga meningkat.

Terlebih jika film-film yang diikutkan dalam festival tersebut dikurasi secara baik. Hal ini akan mendorong para pembuat film berlomba-lomba membuat film yang tidak hanya mengedepankan aspek popularitas, tapi juga aspek kualitas, baik secara tema maupun estetika (keindahan).

Manfaat festival film bagi publik juga makin terlihat ketika penyelenggara festival memfasilitasi pertemuan-pertemuan antar-penonton film, antar-pembuat film, serta antar-pegiat film ataupun antara penonton, praktisi, dan akademikus film.

Pertemuan-pertemuan yang terselenggara dalam banyak bentuk, dari sekadar mengobrol santai, diskusi serius, hingga sesi tanya-jawab pasca-pemutaran film, pada gilirannya akan mampu menumbuhkan ekosistem perfilman yang sehat dan mendukung tumbuhnya film-film berkualitas.

Hal ini terlihat, misalnya, dalam perbincangan informal beberapa sineas lintas negara di Madani Film Festival 2023, muncul kemungkinan untuk melakukan produksi bersama. Selain itu, saat saya mengikuti acara tanya-jawab setelah pemutaran salah satu film dalam JAFF 2022, muncul gagasan dari pembuat film untuk membuat film dengan tema yang dimunculkan oleh salah satu penanya.

Ruang Literasi

Festival film juga kerap memiliki kegiatan-kegiatan pendukung yang dapat meningkatkan literasi dan edukasi tentang film, seperti diskusi, lokakarya, seminar, serta pameran, juga master class oleh pakar dan praktisi perfilman. Misalnya Jakarta Film Week 2023 menyelenggarakan master class berupa kelas akting yang diasuh oleh aktris senior Christine Hakim.

Sementara itu, Madani Film Festival mengadakan sejumlah diskusi tentang perfilman dan muslim. Pada 2022, JAFF juga menyelenggarakan beberapa diskusi, termasuk membahas buku Memaksa Ibu Menjadi Hantu.

Kegiatan-kegiatan tersebut jelas akan berdampak pada tersebarnya pengetahuan tentang film di kalangan awam dan praktisi perfilman itu sendiri. Salah satu kegiatan master class yang diselenggarakan dalam Madani Film Festival 2022, misalnya, membuka pengetahuan kepada para peserta tentang bagaimana proses kreatif pembuatan Ms. Marvel, film serial Marvel pertama yang menampilkan pahlawan super dari umat Islam.

Tak ketinggalan, Festival Film Purbalingga 2023 melangsungkan diskusi tentang sosok dan karya dari Insan Indah Pribadi (almarhum), pegiat dan pembuat film dari Cilacap, Jawa Tengah. Acara ini secara tidak langsung mengedukasi penonton tentang pentingnya membuat film berbasis lokalitas.

Jakarta Film Week 2023 juga mengadakan kegiatan-kegiatan diskusi, salah satunya Festival Talks. Dalam acara ini, para pembicara, yang merupakan direktur festival film dari berbagai negara, berbagi pengetahuan dan pengalaman tentang pengelolaan festival film di negara mereka masing-masing.

Arawinda Kiran dalam film Yuni. Dok.Fourcolours Film

Medium Refleksi dan Inspirasi

Pegiat film ataupun pelaksana festival di Indonesia bisa menggunakan festival film sebagai medium inspirasi dan refleksi. Terutama dengan melihat antusiasme penonton dan keberhasilan film Indonesia dalam festival-festival internasional. Ekky Imanjaya, kritikus film, mencatat pada 2022, film Indonesia tidak hanya pulih dari situasi pandemi, tapi juga mencetak rekor, terutama dari segi jumlah penonton.

Beberapa film Indonesia juga makin mendapat perhatian dari dunia internasional, bahkan mendapatkan penghargaan-penghargaan bergengsi. Misalnya film garapan sutradara Edwin, Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas, yang mendapatkan penghargaan Golden Leopard dalam Locarno International Film Festival pada 2021.

Pada tahun yang sama, film Yuni karya Kamila Andini memenangi Platform Prize dalam Toronto International Film Festival. Sutradara yang sama juga membuat film Before, Now & Then yang menjadi film terbaik dalam Asia Pacific Screen Award 2022.

Bukan hanya film cerita panjang, film cerita pendek pun mendapat pengakuan internasional. Hal ini terbukti dari kemenangan film Laut Memanggilku yang memenangi Sonje Awards dalam Busan International Film Festival 2021.

Harapannya, dengan makin maraknya festival film di Indonesia yang memberikan forum apresiasi, ruang literasi, medium refleksi, dan inspirasi, makin meningkat pula kualitas perfilman Indonesia. Mungkin tidak secara langsung, tapi setidaknya mengarah ke sana.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus